Jumat, 19 April 2013

Demi Nabilah

DEMI NABILAH


Siang itu cukup terik. Kantin yang diteduhi pepohonan mengurangi rentetan sinar mentari. Aria, Esa, Ricy. 3 orang sahabat yang selalu bersama semenjak awal sekolah. Persahabatan mereka erat, bagai ban Bajaj.
Suatu hari, Aria, Esa dan Ricy sedang menuju sekolah. Mereka biasa jalan bersama ke sekolah yang letaknya dekat dengan rumah mereka.

Saat melewati Gang Senggol, 2 orang preman sedang meminta uang kepada tukang cireng.
“Masak aer biar mateng,” teriak Ricy, “Woy Japra, muke lu kayak panci cireng” ketiga sahabat itu tertawa meledek Japra.

Japra, si preman gang nampak marah. Dibuang plastik cireng itu ke jalanan. Dihampiri 3 anak sekolah itu.
“Elu telah menghina gua sebagai PalKam disini.” Tangan Japra menunjuk ke arah Aria, Esa dan Ricy. “PalKam apaan?” tanya Esa. “Palang Kampung?” sahut Aria.

Japra yang kesal langsung mengepalkan tangan dan melayangkan tinju ke Ricy. Esa yang sigap langsung menahan tinju Japra dan memukul perut Japra. Ajis, teman Japra mencoba memukul Aria, tetapi Aria mengeles. 2 preman itu berhasil dibekuk oleh 3 sekawan ini. Mereka tergesa – gesa menuju sekolah.
Gerbang sekolah sudah ditutup. Pak Ben, Satpam sekolah yang duduk dekat pos, sedang asyik menyantap kopi yang terlihat masih panas dan membaca koran “Kompos”.

Dari belakang Pak Ben, ada sebuah kotak yang biasa dibuat untuk pemulung mengambil sampah. Dari tempat itu terdengar suara yang menggaruk, seperti ada orang yang yang berisik. “Siapa tuh?” tegas Pak Ben. “Meoong.”  Suara kucing mengeong. “ah, kucing.” Santai Pak Ben.

Itu adalah suara Ricy yang mengeong. Sambil menutup hidung 3 sekawan itu melewati tumpukan sampah – sampah. Pak Ben yang lengah tidak mengetahui mereka masuk terlambat lewat pintu ajaib.
“Kok sekolah sepi amat deh?” tanya Esa pada kedua temannya. Kedua temannya juga heran
“Mbok yo sepi, wes kalian telat! Badung!” Itu adalah Pak Abu. Guru kesiswaan sekolah. Pak Abu memergoki mereka bertiga yang datang terlambat.
Aria, Esa dan Ricy disetrap membersihkan Wc sekolah. Di Wc itu ada kaca yang cukup besar.
“Ini nih Wc keramat Broh katanya.” Ujar Esa.
“Keramat gimana?” tanya Ricy heran.

“Iya. Wc ini cuma dipake sama anak Cheers sekolah kita. Yang isinya cewek-cewek cakep semua. Makanya yang pernah masuk Wc ini udah pasti cewe kece.”.
“Kayak Nabilah dong, kece.” Ujar Aria tiba-tiba.
“Nabilah kan anak Paskibra, bukan Anak Cheers.” Ucap Ricy.
“Ah, pokoknya Nabilah tuh kece!” Nada Aria agak tinggi.
Aria sambil membawa porstek ke luar Wc, “Dia tuh kembang sekolah.” Dan tiba – tiba. “Brukk”
Ada seorang gadis cantik, rambut panjang dan mempunyai lesung pipit.
Esa mengeluarkan kepalanya dari balik Wc. “Eh, ada Nabilah.” Aria malu bukan main. Wajahnya memerah.

“Yah, bendera gue...” sesal Nabilah yang melihat benderanya kotor ditumpahi cairan pembersih lantai.
“Ee..ee..yauda sini gue yang bersihin.” Tawar Aria sambil merasa bersalah.
“Gausah.
“Gapapa.”
Nabilah kembali menolak. “beneran deh gausah repot-repot.”
Kini Aria menarik bendera itu. “Beneran deh gue maksa” Aria menarik bendera itu dan tersenyum kepada Nabilah. Nabilah hanya membalas senyum. Lalu pergi.

“Dadah kembang sekolah” Ledek Esa.
Nabilah hanya terus berjalan sambil senyum – senyum. Aria masih memegangi bendera itu dengan wajah girang.
*
Sesampainya dirumah, Aria langsung menggosok dengan papan gosok cucian dan menyikat bagian bendera itu yang kotor. Setelah rapih, ia jemur di depannya rumahnya dengan batangan bambu yang menyangkut pada 2 pohon. Beberapa ayam-ayam kampung kecil berada didekat pohon itu.
Aria kini sedang bersantai di bawah pohon rindang. Ia rebahan menggunakan tikar. Tidak lama Esa dan Ricy datang.

“Gila ya Mas cengar cengir.” Tanya Ricy.
“Ah, enggak. Gue Cuma lagi ngerasain indahnya jatuh cinta.” Balas Aria.
“Jatuh cinta diam – diam itu sama aja kayak bunuh diri pelan – pelan, Broh.” Esa meledek.
 Angin berhembus cukup kencang siang itu, tapi suasana cukup panas.

“Mana bendera lu nyet?” tanya Ricy.    
“Lagi dijemur, selaw.” Balas Aria santai.
“Elo mamam tuh selaw.” Esa menunjuk kearah bendera yang tadi dijemur Aria.
Bendera itu jatuh ke tanah dan di injak-injak oleh ayam-ayam itu. Aria mengusir ayam-ayam nakal itu lalu mengambil bendra itu, dan mencucinya lagi. Setelah bendera kering, Aria menyetrika bendera itu dengan rapih.
*
Suara ayam berkokok. Aria yang sudah rapih mengenakan seragam sekolah kini mulai menatap kaca. Sepertinya baru kali ini ia menyisir ujung poni rambutnya. Pelan –pelan ia masukkan bendera merah putih kedalam tasnya. Ia berjalan keluar rumah.
Di gang ia berjalan, kedua sahabatnya berjalan disampingnya seolah – olah sambil mengiringi lagu kemenangan untuk Aria.

Ketiga sahabat itu berjalan di Gang Senggol. Di ujung gang ada Japra dan Ajis yang mukanya agak bengap, beserta 3 teman mereka yang memegang balok kayu.
“Wey Broh, lu duluan gih lewat gang sebelah. Elu mesti sampe ke sekolah buat ngasih bendera.” Ucap Esa.

“Tapi ntar elu ama Ricy gimana? Mereka berlima.”
“Yailah selaw Ar, gua kan AKAMSI, Anak Kampungan Sini. Babe gua dulu pereman”  Esa menjawab.
Aria hanya diam. Ia dengan rasa bersalah berlari meninggalkan kedua temannya. Aria berlari ke gang sebelah. Di Gang Senggol Esa dan Ricy cukup kewalahan melawan pereman – pereman itu.

Aria berhenti berlari. Ia kepikiran dengan 2 sahabatnya tadi. Aria berbalik arah.
Saat Aria kembali tiba di Gang Senggol, kedua temannya sudah cukup babak belur. Aria mencoba membangunkan kedua sahabatnya.

“Elu ngapain balik. Dasar koplak, ntar upacara terlambat.” Perintah Esa.
“Elu udah lama kan nunggu moment cinta ini.” Ricy ikut komentar. Aria hanya tersenyum.
“Ah, percintaan bisa dilain hari, persahabatan sampai mati.” Aria melepas tasnya lalu mengambil balok yang ada didekatnya dan menghamtam kepala preman itu.

Melihat Aria yang bersemangat, Esa dan Ricy seperti mempunyai kekuatan tambahan untuk bangun dan menghantam kumpulan preman itu.

Di depan gerbang sekolah, Nabilah berdiri gelisah sambil memperhatikan jam tangannya. Badannya tak bisa diam, Nabilah menggigiti bibirnya saking gelisah. Pak Ben mulai menutup satu gerbang sekolah. Dari kejauhan, Aria datang dengan wajah bengap, disusul Esa dan Rici dari belakang.
“Nab, belom terlambat kan?” Ucap Aria sambil ngos-ngosan.
“I, iya. Aria kok mukanya?” Tanya Nabilah

“Ah, ini tadi kepeleset pas beli cireng. Nih benderanya.” Aria mengeluarkan bendera merah putih dari dalam tasnya. Nabilah tersenyum lalu masuk ke dalam sekolah.

“Untung belom terlambat Ar.” Ucap Esa. Dari dalam sekolah, Nabilah menghampiri Aria lagi.
“Ar...” Ucap Nabilah.
“Ya, Nab?” Sehabis Aria bertanya, Nabilah mencium pipi Aria dan segera berlari masuk kedalam sekolah.
“Anak bahlul...” Ucap Esa dan Ricy meledek Aria yang sehabis dicium Nabilah.
“Sopo seng Bahlul?” Terdengar suara Pak Abu. Aria, Esa dan Ricy mendadak panik dan takut.
“Cah badung. Ikut saya kalian.” Pak Abu menjewer kuping Esa dan Ricy, sedangkan Aria ditarik oleh Pak Ben.
Upacara dimulai. Nabilah dengan paras manisnya membawa bendera ditangannya didampingi pengibar lainnya di kiri dan kanannya. Kini semua peserta upacara memberi hormat. Begitu pula dengan  Aria, Esa dan Ricy yang upacara di dekat tiang bendera, dihadapan seluruh siswa sekolah sebagai hukuman karena pakaian mereka kotor dan wajah mereka bengap.

Pak Abu, yang berdiri di sebelah Aria berbisik. “Kowe sing tresno karo Nabilah yo?” tanya Pak Abu.
“Hehe iya Pak.” Jawab Aria santai.

“Modyar. Kamu tuh berjuang banget kayaknya buat dapetin hatinya dia.” Lanjut Pak Abu.
“Iya Pak. Mencintai dia adalah perjuangan yang menyenangkan buat saya.” Ucap Aria. 
Pak Abu dan kedua sahabat Aria hanya bisa tersenyum melihat tingkah laku anak itu.
“Iya, Broh, Pak Broh. Semua ini saya lakuin demi Nabilah.” Ujar Aria. Nabilah dengan senyum manisnya mengibarkan merah putih dilangit.
***

Aditya Rizky Gunanto.

0 comments:

Posting Komentar