Selasa, 23 April 2013

Sahabat ku

 
“Melody…!!”  teriak Stella yang baru saja selesai memarkir
motor scoopy pinknya kemudian berlari kecil kearah ku “ya ampun Stella masih pagi
udah berisik” gerutuku sambil berjalan cepat, malu juga sih diliat oleh
beberapa pasang mata karena kehebohan sahabat ku yang satu ini. Aku udah
bersahabat dengan Stella sejak kelas satu SMP, awalnya aku tertarik bersahabat
dengan dia karena melihat dia itu pendiam, sabar, dan lembut namun ternyata
semakin kesini semua itu hanya kamuflase untuk jaim belaka, betapa polosnya aku
dulu sampai terkelabui oleh tampangnya yang tenang. Lihat saja tingkah anak ini,
belum cukup seminggu kami jadi anak SMA, sudah banyak kehebohan yang ia buat. 3
hari yang lalu kami harus kucing-kucingan dengan guru BK disekolah karena Stella
memakai kaos kaki warna warni yang nge-jreng banget, 2 hari yang lalu kami
bertengkar dengan kakak kelas karena Stella tidak mau mengalah masalah rebutan parkir
motor, sekarang masih pagi-pagi ia sudah teriak-teriak histeris disekolah, ya
ampun seperti kutukan saja.

“ngelamun ya?”
saat pelajaran baru saja mulai, “tidak, aku lagi mengeluh pada sang pencipta
soalnya dapat sahabat kaya kamu” jawab ku asal sambil menjulurkan lidah ke
arahnya “tapi.. tetap sayangkan?” narsis Stella tampak senyum-senyum tidak
memperhatikan pelajaran fisika dari ibu Marwah, walaupun aku juga sebenarnya
lebih fokus main HP ketimbang memperhatikan rumus-rumus fisika yang menurut ku
tidak jelas itu, masa ia kita harus menghitung kecepatan jatuhnya apel dari
pohon?  BUAT APA COBA? Mending juga
dimakan dari pada kita ngitungin kecepatan jatuhnya dan harus pasrah melihat
apel itu jatuh ketanah yang penuh pasir dan tidak bisa dimakan lagi .

“Melody.. psstt,
Melody.. Melodyyy” teriak Stella lagi saat jam pelajaran masih berlangsung. “Stella,
Melody ada apa kalian berdua?” Tanya ibu Marwah sambil memegang penggaris kayu
super panjangnya itu, “ini bu.. emm ada tikus” jawab asal Stella yang benar-benar
konyol . karena kekonyolan anak satu ini alhasil kami dikeluakan dari kelas
saat jam pelajaran masih berlangsung. Pilihan paling tepat saat situasi begini
ya kantin “gila, kenapa sih kamu harus teriak?” Tanya ku protes tapi tetap lahap
makan bakso pesanan dari kantin, ada untungnya keluar saat jam perlajaran, bisa
makan tanpa harus ngantri, “habisnya kamu tuh di panggil tidak nyaut-nyaut.
Kesel tau”  protes Stella sambil melempar
sedotan kearah ku. Belum sempat aku melawan eh dia mulai cerocos lagi, “eh.. by
the way kamu udah kepikiran mau masuk EKSUL mana?” Tanya nya sambil senyum semriwing. 

“Cheers” jawab
ku sambil tetap menyuap bakso ke dalam mulutku,  “kalau kamu? Pasti kelas vocal.. Ia kan? Udah
ketebak!” sambung ku menyadari perubahan ekspresi Stella dari senyum ala putri
menjadi cengiran kuda “iaa dong. Kamu masuk vocal aja biar kita barengan” bujuk Stella Bukannya aku tidak mau sih. Tapi aku lebih senang cheers ketimbang
nyanyi, sedangkan disekolah hanya boleh ikut satu ekskul.

Hari-hari saat
SMA pun terus berlalu dengan keceriaan kami berdua, hingga suatu saat kami
berdua pun sibuk dengan Ekskul kami masing-masing.

                “ciee udah jadi ketua vocal”
sindir ku saat menghampiri aula tempat latihan Stella, sejak kami masuk eksul yang
berbeda, waktu untuk berkumpul berdua pun jadi semakin sedikit. Apa lagi sejak
kelas 2 aku dan Stella akhirnya terpilih menjadi ketua  ekskul kami masing-masing. “iihh.. kaya kamu
bukan ketua aja. Tumben, ada apa nih?” Stella masih fokus dengan anggotanya
hingga ia tidak sempat melihatku.  “gini ..
kan lapangan tempat kami biasa latihan sedang  dipakai oleh tim basket, aku boleh izin pakai
aula buat latihan ga?” Tanya ku sambil berusaha membujuk semanis mungkin ,
sebenarnya aku tidak enak meminjam aula yang jadi tempat latihan ekskul vocal,
apa lagi mengingat mereka sebentar lagi akan ada pertandingan lomba vocal yang
diadakan tingkat nasional, tapi sebagai ketua Cheers aku juga tidak ingin
dibilang tidak becus dalam latihan. Belum lagi peraturan sekolah yang aneh-aneh
yang melarang setiap ekskul mengadakan kegiatan diluar sekolah berupa latihan atau
sekedar rapat , aneh kan. “bukannya aku tidak mau Mel, tapi aku lagi fokus buat
pertandingan lomba nih” sambung Stella sambil meminta maaf. Aku hanya bisa
tersenyum kecut kemudian berlalu pergi. 

Setelah beberapa
hari pun Cheers tidak pernah latihan, dengan rasa bersalah aku mengajukan
permohonan ke kepalah sekolah untuk saling berbagi aula untuk latihan cheers,
karena tim basket sebulan lagi akan tanding sedangkan ekskul vocal masih
memiliki waktu 2 bulan lebih untuk menghadapi pertandingan. Aku tahu ini kali
pertama murid-murid ekskul vocal ingin menunjukan eksistensinya, apalagi jika mereka
bisa menang dalam pertandingan vocal tersebut, tentunya akan menjadi kebanggaan
tersendiri untuk mereka dan pihak sekolah tidak akan memandang sebelah mata
ekskul vocal lagi. Tapi tim cheers juga butuh latihan buat menyemangati tim
basket, harunya ada sedikit pengertianlah. Aku harap Stella mengerti.

“Stella kamu mengertikan”
Tanya kepsek ke Stella saat aku dan Stella diajak untuk berunding oleh kepsek.
Beberapa kali Stella mengajukan penolakan, tapi karena ini permintaan dari kepsek
akhirnya Stella menuruti dengan apa yang diperintahkan. “aku harap kalian tidak
menganggu yah!” sindir Stella ketus sambil melihat ku. Aku tahu Stella menaruh
harapan besar di group vokalnya, betapa cintanya ia dengan nyanyian, tapi aku
hanya ingin meminta sedikit pengertian darinya. Aku sudah janji tidak akan
menganggu group vocal mereka.

Awalnya semua
lancar, pembagian hari, dan waktu berjalan dengan baik. Tapi entah perasaan ku
saja, murid-murid ekskul vocal mulai egois . tak jarang kami harus mengalah di
hari yang seharusnya menjadi hari latihan kami, atau kami dibuat menunggu
begitu lama karena group vocal selesai latihan lebih lama dari yang seharusnya.
Aku rasa ini tidak bisa dibiarkan, aku akhirnya menghampiri Stella yang saat itu
lagi sendirian. “Stella kita bisa ngomong gak?” Tanya ku sambil duduk di kursi
dekat Stella, Stella tampak capek tapi ia menyempatkan waktu untuk mendengarkan ku
“iya ada apa mel?” jawabnya datar.

 “Udah lama yah kita tidak seakrab ini, duduk
bersama dan bertukar pikiran” sambungku sambil flashback masa lalu yang setiap
hari selalu ada Stella menjadi orang yang menghiburku. “ia, sekarang kita jadi
tidak punya waktu untuk bersama” sambungnya kemudian menawarkanku minuman
berwarna dari botolnya, aku hanya tersenyum sambil memandang kearah lain. “dulu
kita saling mengerti, Sekarang kita jadi tidak dapat mengerti satu sama lain
yah?” belum sempat aku menyelesaikan pembicaraanku, raut wajah heran bercampur
marah terlihat jelas diwajah Stella “maksud kamu Melody?” Tanya Stella kemudian
berdiri memandang ku.

 “Aku selalu berusaha untuk mengerti kamu yah.
Kamunya aja kali yang tidak bias ngertiin aku!” nada ketus langsung keluar dari
setiap kata Stella, “bukan begitu... Hanya saja, lihat! cuma karena masalah
sepele kita jadi kaku begini” aku berusaha menjelaskan tapi Stella kembali protes,
“sepele?? Kamu aja yang mulai duluan, Kita sahabatan lama tapi kamu bilang
tidak saling mengerti, artinya aku tidak bisa memahami kamu, begitu maksud kamu!?
Melody kurang baik apa coba aku berbagi waktu latihan buat tim cheers kamu??
Padahal group vocal sebentar lagi akan bertanding, sedangkan tim kamu hanya
sebagai pemandu sorak!” kali ini Stella berbalik sambil merapikan
barang-barangnya kedalam tas.

 “kamu jangan ngomong ketus gitu bisa gak sih?
Aku mau memperbaiki bukan membuat segalanya jadi rumit Stel” jelasku sedikit
emosi, “udahlah.. Kamu bilang kita mulai tidak saling mengerti. Kalau begitu
kamu urus diri kamu aja sendiri ! kan hanya kamu yang mengerti diri kamu
sendiri. Melody Please kasih aku kesempatan agar group vocal kami jadi lebih baik
. kamu ngerti kan!?” setelah itu Stella berlalu tampa mendengarkan ku lagi. 

Sejak saat itu
aku tidak lagi memakai aula untuk latihan. Kami menggunakan kelas untuk
latihan, toh tim basket seminggu lagi akan tanding jadi kami tidak punya waktu
banyak. Stella terlalu terlena dengan group Vokalnya hingga tidak pernah lagi mau
memperbaiki kesalahpahaman kami. Aku semakin dekat dengan anggota cheers, hang
out bareng, tertawa bareng, terkadang aku curhat rasa kehilangan ku karena Stella
ke anggota cheers lainnya.

Akhirnya cheers
sukses tampil menyemangati tim basket, kami dan tim basket pulang membawa piala
juara satu. Kepsek mengizinkan kami merayakan kemenangan dilapangan basket
sekolah. Malam-malam aku melihat Stella dan anggota lainnya masih berlatih vocal,
terkadang aku khawatir dengan nilai Stella yang belakangan ini kurang baik.

“aku salah apa
sih Mel sama kamu?” bentak Stella marah saat menghampiriku dilapangan basket.
“ada apa?” Tanya ku , sambil memberikan kode untuk anggota lain member kami
ruang untuk berduaan. “kamu tidak suka liat aku menggapai impian ku? Kenapa
kamu harus memberitahu orang tua aku kalau nilai ku jelek karena latihan vocal
terus haaa..!?” Tanya Stella marah.

 “karena orang tua kamu bertanya. Jadi aku
hanya menjawab apa adanya, lagian ini juga untuk kebaikan kamu Stell”  jawab ku merasa bersalah sambil berusaha
memandang Stella, tapi ia enggan menatap ku. “Karena gila urusan kamu itu,
sekarang aku dilarang ikut ekskul vocal. Puaskan kamu sekarang? Kamu bisa pakai
aula sepuasnya untuk latihan!” bentak Stella sambil berlalu. 

Akhirnya hari
pertandingan pun tiba , Group ekskul vocal mau tidak mau harus mengikuti lomba
tanpa Stella. Stella begitu kecewa , bahkan enggan menatap ku, ia pun memilih
tempat duduk jauh dari ku di dalam kelas. Setelah penerimaan raport kelas dua,
tiba-tiba Stella pindah sekolah , ini untuk pertama kalinya aku merindukan sosok Stella. Hari berganti hari , tidak ada lagi ekskul cheers karena kami semua sedang
fokus untuk menghadapi Ujian Nasional, Stella pun bagai hilang tanpa kabar. Aku
sibuk belajar untuk menghadapi UN, sesekali aku latihan vocal sendirian sambil
memadukannya dengan gerakan cheers. Cara itu satu-satunya yang mampu
menghilangkan rasa stress ku. 

Waktu pun terus
berlalu, setelah akhirnya lulus sekolah, Aku memilih untuk tidak meneruskan
kuliah melainkan ikut dalam latihan vocal pada guru privat. Jikalau Stella tidak
bisa meraih mimpinya diluar sana, aku bertekad ingin membantunya untuk melanjutkan
mimpinya. Aku terus berusaha mengatur nafas ku agar saat menari sambil menyanyi,
nyanyianku tetap terdengar bagus. jatuh bangun aku lewati saat latihan koreografi,
begitu pula saat menghampiri satu produser ke produser yang lain meski aku
harus terus ditolak untuk dapat masuk ke industri musik. Hingga suatu ketika
ada satu produser yang membantu ku, dan untuk pertama kalinya aku dapat tampil
di TV yang membuat aku sangat senang. “jika Stella melihat ku, aku harap kamu dapat
hadir bersamaku. Maafkan aku Stella, Aku harap kamu meraih mimpi mu seperti aku
berusaha meneruskan mimpi mu” setelah ucapan aku pun mulai menyanyi dan menari
didepan kamera. Ternyata banyak penonton yang menyukai penampilanku dan Aku
sangat bersyukur dapat terus dipanggil untuk manggung dilayar kaca. 

Dan akhirnya suatu
ketika dalam satu acara, aku melihat sosok Stella sedang duduk menatapku dalam
deretan bangku penonton. tiba harinya aku bertemu kembali dengan Stella
berpelukan melepas rindu tanpa membahas kembali masa yang telah berlalu, aku
menganggap tidak pernah terjadi apapun, aku ingin Stella tetap menjadi sahabatku
seperti dulu. Aku menarik Stella ke atas panggung . awalnya Stella melihatku yang
menyanyi dan menari, tidak lama kemudian Stella mulai mengikuti gerakanku dan
nyanyianku dengan sangat kompak. semua penonton didalam ruangan bertepuk tangan
, aku menarik nafas kemudian turun kepanggung bersama Stella tapi tetap masih
tidak percaya dengan apa yang telah terjadi. “aku selalu bilang kan kalau aku itu
paling ngerti kamu. Bahkan gerakan dan nyanyianmu pun aku  bisa sangat mengerti” ucap Stella tersenyum
riang sambil menjulurkan lidah kepadaku.



--- selesai ---




Thanks to adek gue Dila yang sudah menulis cerpen ini.
Mohon maaf apabila isi cerita kurang memuaskan.

Credit to
Penulis : Fadilla
Editor : Admin

0 comments:

Posting Komentar