Minggu, 21 April 2013

Sebatas Melody


Sebatas Melody


Aku terbangun. Kepalaku masih pusing dan berat, tapi Melody sudah di hadapanku dan tersenyum padaku. Rambutnya yang panjang dan sedikit berwarna hi-lite, senyumnya membuat aku makin semangat untuk beranjak dari kasur.

Kutatap matanya yang terus menatap mataku. Senyumnya kini makin manis. Ku belai sedikit rambutnya. Kini matanya menatap ke jam dinding yang berada di belakangku. Aku mengambil handuk lalu bergegas ke kamar mandi.

Ku starter mobil. Suara Melody kini terbisik di telingaku. Karena masih pagi kubuka kaca mobilku, wajah Melody terpantul di kaca, ia tersnyum kepadaku. Selama perjalanan menuju kampus suara Melody makin merdu.

Sesampainya dikampus aku mencari parkiran. Aku tidak dapat parkir dekat dengan gedung kuliahku. Setengah jam lebih aku mencari parkiran tetap tidak dapat. Sebagai senior aku gagal.

Kuparkir agak jauh dari gedung kuliahku. Lantunan Melody makin pelan. Sebelum keluar mobil, aku memegang pipi Melody dulu, senyumnya makin manis padaku. Aku keluar mobil dan Melody di mobil menungguku. Kubawa berkas fotokopian dan binder saja.

Matahari makin terik. Aku bergegeas menuju mobilku tak sabar bertemu Melody yang menungguku. Dari jauh orang-orang mengerubungi mobilku.  Langkahku makin cepet mencari tahu apa yang terjadi. Pintu mobilku terbuka. Tepat pintu mobil tempat duduk Melody menungguku.

“Melody!!” teriakku keras. Orang – orang kerumunan itu melihat ke arahku.
Aku mencari Melody di mobil tidak ada.
“Mana Melody??” tanyaku tegas kepada orang – orang yang berada mengerubungi mobilku.

Satu orang maju kehadapanku dan bicara dengan gugup. Seorang pria, botak, dengan perawakan lebih muda dariku. Ya, itu adalah junior dikampusku. Setiap junior wajib botak di semester pertamanya.

“A..Aku melihat seseorang berjaket jeans biru membawanya”gugup suaranya kepadaku.
“Kemana dia? Apa Melody terluka?” tanyaku sambil menarik kerah bajunya.
“Dia lari, ke arah...” junior itu menunjuk ke arah sebuah gang.

Aku berlari menuju gang itu. Ketika aku ingin masuk ke gang, seorang teman menarikku. “Lo tau kan itu gang isinya preman kampus semua dari macem-macem jurusan?”. Aku menghiraukannya.

“Gue gak rela Melody di ambil sama orang lain.”
Aku memulai langkah di gang itu. Beberapa mahasiswa garis keras menatapku.  Badan mereka lebih besar, wajah mereka lebih seram daripada aku. Seorang berbadan besar menghampiriku.

“Ada yang nyasar nih kayaknya..” sapa orang besar itu kepadaku.
“Gue lagi cari Melody.” Ujarku.
“Ha? Melody?” Orang itu heran.

“Bro, apa ada orang yang berperawakan badannya gak lebih tinggi dari gue, pake jaket jeans?” tanyaku pada orang itu.
“Oh..Si Ndeso. Ada urusan apa lo sama dia?”. Jawab pria berbadan besar.
“Dia bawa kabur Melody”. Ucapku.

Pria itu nampak kesal denganku. “Lo daritadi bikin gue bingung, siapa sih Melody? Seberapa penting dia buat lo?”.

 Aku mulai kesal, pria itu membuang waktuku. “Melody penting buat gue, elo yang gak penting buang waktu gue”
Pria itu makin kesal. “Ini daerah gue, elo jangan sok jagoan disini, gue jagoannya!!” Pria itu mendorongku keras.

Aku bangun dan menendang kepalanya. Ia tersungkur. Beberapa temannya datang menghampiriku.
Kuambil bambu panjang yang ada di dekat selokan. Kuhantam semua kepala preman katro itu. Keinginanku mengejar Melody sepertinya memberiku kekuatan untuk melawan cecunguk itu. Aku segera berlari.
Nafasku terengah-engah. Kulihat sekelilingku tak ada orang yang mirip dengan si Ndeso. Aku berjalan pelan sambil perhatikan sekelilingku. Di sebuah warung, ada seseorang dengan jaket jeans membeli rokok ketengan. Ia membakar rokoknya, mengembuskan asap. Aku mulai mendekatinya. 

“Melody” ucapku kepada pria itu.
Pria itu menatapku. Ia membuang rokoknya dan segera berlari. Aku mengejarnya,  demi Melody kukerahkan seluruh tenagaku. Kutangkap pria itu dari belakang. Ia melawan. Tapi aku lebih kuat.
Ku seret dia ke sebuah warung yang tutup. Kutarik kerah bajunya. Kepalanya kujedotkan ke tembok kayu.

“Dimana Melody?” Tanyaku. Pria itu diam.
Aku hantam kepalanya dengan tembok dibelakang kepalanya.
“Dimana Melody?”. tanyaku keras
“Seingin itukah kau memilikinya?” balas si pria berjaket, kali ini aku yang diam.
“Jangan pernah terlalu cinta dengan sesuatu. Jika hilang baru tahu rasanya saat ia tak ada”. Lanjut pria itu.
“ini bukan perasaan cinta. Tapi ini perasaan, yang tak ingin kehilangan dan memiliki dia.” kataku.

Pria itu mulai mengucap sesuatu dari mulutnya.

“Basement, tower kampus, jam 7 malam.” Aku melepas cengkramanku.
“Kenapa Melody bisa ada disana? Dengan siapa Melody disana?”
“Jangan mencari tahu jawaban yang tidak ingin kau tahu.”
Aku berdiri meninggalkan pria itu. Saat berjalan, pria itu berteriak kecil padaku.
“Kau bisa cari Melody yang lain.” Aku melanjutkan jalanku dan menghiraukan dia.
*

Malam tiba. Aku mulai masuk ke basement tower kampusku. Di lorong itu, aku berdiri sendiri. Tidak ada orang lain. Berkali-kali aku melihat jam tanganku. Penasaran aku menanti siapa orang yang membawa Melody.

Dari arah belakangku, ada seorang temanku. Temanku dari awal masuk kuliah. Ia berjalan ke arahku sambil membawa Melody. Melody masih bisa tersenyum manis padaku. Tapi kali ini dia diam tak bersuara.

“Melody...” kataku sambil menatap senyum manisnya.
“Hebat, gue kira lo ngga bakal sanggup lewatin preman – preman gang itu”  Kata temanku itu.
“Jadi, preman sama orang yang tadi?” Tanyaku heran
“Iya, ini semua rencana gue buat dapetin Melody. Kita emang temenan dari dulu. Tapi kalo masalah Melody, keberuntungan lo milikin dia cukup sampe malem ini.” Kata temanku.
“Serahin Melody ke gue!!” mintaku pada temanku.
Ia hanya tersenyum. Tiba-tiba, “DUGG!!” aku pingsan.
*


Sebuah percikan air muncrat di wajahku. Aku duduk dan diikat disebuah kursi. Didepanku ada 3 preman gang dan temanku.

“Dimana Melody?”. Tanyaku keras pada orang – orang itu.
”Melody sekarang udah jadi milik gue. Gue harap lo gak usah cari dia lagi. Atau gue Dor kepala lo”   Ancam temanku padaku. Sebuah pistol berada di depan wajahku.

“Gue dapetin Melody susah payah, dan sekarang lo pengen ngerebut dia dengan cara kayak gini? Mending lo pecahin kepala gue daripada gue liat lo sama Melody dengan cara kayak gini.”
 “DOR!!!!” sebuah peluru masuk ke kepalaku. Ujung pistol itu masih berasap. Aku tersungkur jatuh. Terlihat darah berlumuran di lantai. Tatapanku makin gelap. Yang bisa kulihat dan kurasa hanya sebatas Melody.


***
Fanfict kiriman dari:

0 comments:

Posting Komentar