Senin, 22 April 2013

JKT48 NOVEL SEASON III #2

Title   : Experience Of Jewel
Genre : Tragedy, Friendship, Inspiratif, Melodrama.
Story by : Chikafusa Chikanatsu
   Ini Merupakan kisah Fiktif.



   Kamar apartemen Dhike, pagi hari. Kejiwaan Dhike sepertinya semakin memburuk, dipikiranya hanya ada rasa ketakutan yang suatu saat bisa muncul secara sontak. Diatas tempat tidurnya ia menggenggam kuat selimut tebal, tubuhnya bergetar gak karuan, keringatnya terus muncul dari wajahnya. Saat ini Dhike mungkin mengalami Depresi yang hebat. Sudah terlihat dari keadaanya yang tidak seperti orang pada biasanya, kerjanya hanya melamun serta tidak pernah memperhatikan kesehatannya. Kamarnya sungguh berantakan, bungkusan Cup mie instan berserakan gak karuan dilantai.

   Siapa dia? Siapa dia? Mengapa Ia tega menghancurkan hidupku? Mengapa Ia selalu menghalangi kegembiraanku? Aku seperti terkena sebuah kutukan yang sulit dihindarkan. Sebenarnya, aku ini siapa ... Dan dia siapa ... ?

Itulah kalimat yang sering Ia ucap dalam hati. Disela tangannya yang setengah bergetar, ia mengambil ponselnya tepat disebelah ia duduk, ia menelepon Ibunya yang berada di Singapura.

   "Ibu, aku mohon kembalilah dan temani aku. Aku sedang sakit" ... Dhike menangis tersedu sedu.
"Ya? Kenapa? Kenapa tidak bisa? Aku disini sendirian, aku tidak punya siapa siapa, Bu. Tidak ada yang bisa merawatku." Lantas Dhike berteriak kesal. "Aku tidak butuh perawat, Bu! Yang aku butuhkan hanya Ibu disampingku. Apa Ibu tidak bisa meluangkan sedikit waktu untuk menemaniku?" Seketika Dhike membanting ponselnya ketembok dengan keras.

Kejiwaannya semakin memburuk dengan Sikap Ibunya yang menolak untuk menjenguknya karena bisnis nya lagi ramai ramainya disana. Dhike merintih kesakitan, ia memukul mukul kepala dengan kedua tangannya, sudah tidak kuat menahan rasa sakit.

   Kapan masa itu akan kembali? Masa dimana aku dan dia selalu ceria diwaktu kecil. Saat ini aku membutuhkannya, sedangkan ia masih terbaring menderita dirumah sakit itu. Aku ingin mendengar suara saat ia memanggil 'kakak' padaku. Aku sungguh rindu dengannya. Sudah berbulan bulan lamanya ia tertidur, apa ia tidak ingin melihatku lagi? Apa dia merasa kesal karena aku tidak pernah mendukungnya saat Audisi? Saat ini ...
Audisi sudah berakhir, dan yang paling buruknya, kamu bahkan belum mencobanya. Sungguh ironi.

   Ayu, aku meninggalkan impianku hanya demi mu. Aku tidak bisa melihatmu menderita. Setiap aku mengingat kejadian maut itu, aku sering berfikir mengapa bukan aku saja yang mengalami kejadian itu. Lebih baik aku menderita dan melihatmu gembira, daripada aku terus mencemaskan hidupmu yang penuh pilu itu. Sungguh, aku ingin melihat senyummu yang lebar saat pertama kali kita bertemu didepan pintu apartemen. Dengan tingkah yang polos kamu menyuapku dengan sebotol susu hanya demi mengajakku untuk berteman, aku ingin kembali ke masa itu.

FLASHBACK

Ruangan dapur milik apartemen Ayu, aku dan dia saat itu sedang membuat adonan kue. Sebelumnya Ayu telah berjanji untuk membuat kue kering untukku sebagai hadiah karena aku telah membantunya menyelesaikan PR sekolahnya. Tentu Ayu masih sangat kecil saat itu, ia bersikeras membuat Adonan yang pernah aku ajarkan kepadanya. Sesekali ia memukul tanganku saat aku ingin membantunya, ia menyuruhku diam dan duduk manis menunggunya menyelesaikan adonan yang ia buat. Setelah menghabiskan waktu kurang lebih 20 menit, akhirnya adonan yang Ayu buat dengan tangannya sendiri selesai.

   "Kakak, sini!" Panggilnya. Lalu aku menghampirinya. "Apa sudah selesai?"
Ayu menggangguk dengan senyumnya. "Sudah selesai, sekarang tolong bantu aku memasukkan adonan ini kedalam Oven, aku tidak nyampe." 
   "Oke!" Balasku.

Sambil menunggu adonan matang, aku dan Ayu menonton DVD diruang tamu. Dan tidak lama kemudian, Ibunya datang sehabis pulang dari kerjanya. Aku menyambutnya dengan senyuman serta salam. Namun, saat Ibunya tahu bahwa kami sedang memanggang adonan didalam Oven, ia memarahi kami dengan bentakannya. Ia pun tidak segan untuk menjewer kuping Ayu hingga dirinya menangis. Ibunya khawatir kalau akan terjadi apa apa didapur sana, sedangkan kami masih sangat kecil. Ibunya terus menerus menceramahi Ayu, Ibunya takut kalau terjadi kebakaran. Aku tidak tega melihatnya menangis, aku prihatin dan segera memegang pundaknya.

Ayu masih menangis tersedu sedu dipojokan, lalu aku menghampirinya dan berusaha menenangkannya.
   "Aku tidak apa apa. Jadi kamu jangan nangis lagi, ya." Ayu tidak menghiraukan ucapanku, ia masih saja menangis. Aku kehabisan cara, lantas aku berjalan menuju dapur, aku menggangkat kue yang setengah jadi itu dari dalam Oven, aku meletakkannya dipiring, dan segera untuk menemui Ayu. Didepan wajahnya, aku memakan kue itu dengan lahap. Seketika tangisnya hilang begitu saja, dengan wajah polosnya ia bertanya. "Apa itu enak?" Aku menggangguk cepat. "Ini enak, sungguh!" 

Aku tahu bahwa aku sedang berbohong padanya saat itu. Rasanya begitu asin, mungkin Ayu terlalu banyak memberi garam pada Adonan. Aku terpaksa melakukannya, sebab aku tak tega terus melihatnya menangis.
Ayu begitu penasaran dengan rasanya, ia mencoba mengambil kue yang dibuatnya, Namun aku menolaknya, aku memukul lengannya dan berpura pura jengkel padanya. "Kamu bilang kue ini untukku? Jadi, jangan coba coba untuk mengambilnya, ya? Ini sungguh enak."

Ayu tidak marah sedikitpun aku menolak untuknya mencoba kue buatanya, seketika tangisnya berubah menjadi senyum yang terus menerus ia lemparkan padaku. Sedangkan aku, aku masih harus berusaha memakan kue itu sampai habis, lidahku rasanya mati rasa, begitu asin. Dan akhirnya akupun bisa menghabiskan kue tersebut. Sesegera aku berpamitan dengan Ayu, aku berlari menuju dapur apartemenku dan meneguk 3 gelas air putih sekaligus. Namun aku senang melakukannya, dalam hati selalu berkata, itu kue terburuk yang pernah aku makan dan aku harap Ayu bisa membuatnya lebih mahir agar aku bisa merasakan kenikmatannya.

Saat malam hari tiba, aku menulis buku Diary. Aku menceritakan kejadian konyol tersebut yang membuat aku harus menghabiskan kue yang begitu asin, aku tidak bisa membayangkan wajahku saat itu. Aku terus menahan tawa ini jika mengingatnya. Anak itu, apa dia sengaja melakukannya? Wajah polosnya mengatakan yang sebenarnya.

___________________________

Kenangan kenangan indah saat bersama nya selalu terbayang bayang dipikiranku. Aku sungguh rindu akan kehadirannya. Ditengah tubuhku yang terguncang dan lemah ini, aku memaksakan diri bangkit untuk menjenguk Ayu. Sudah 3 hari ini aku tidak menjenguknya, karena akupun dalam keadaan yang tidak baik. Kepalaku begitu pusing, dan demam ku belum juga turun. Aku harap saat aku berada disebelahnya, ia akan terbangun dan memberi kabar gembira. Aku mengambil sweater yang tergantung dipinggir lemari untuk menghindari udara yang menerpa tubuhku, tanpa sada wajahku terpantul didepan cermin lemari. Keadaanku begitu buruk, kelopak mataku membengkak, aku sulit sekali tertidur.

Aku kembali menjelajahi seisi kamar, begitu berantakan, tubuhku yang lemah ini tak sanggup membersihkan semuanya. Aku berjalan menuju pintu apartemen, saat aku membukanya, tepat dihadapanku sudah ada kawan SMA ku, mereka adalah Melody, Ve serta Stella. Aku mencoba tersenyum pada mereka walau berat. Aku senang mereka datang menengok ku, air mataku menetes memandanginya. Aku terjatuh dipelukan Melody, aku memeluknya erat, sungguh. Semua beban menjadi terasa ringan saat berada disampingnya, ialah sosok yang ku kagumi. Stella dan Ve pun ikut mendekap tubuhku dengan mata yang tampak berkaca kaca. Mereka semua merasakan kesulitan serta penderitaan yang aku alami.

Aku ditempatkan disofa yang empuk diruang tamu, aku dipaksa berbaring dan tidak melakukan apa apa. Sedangkan Melody sedang menyiapkan sarapan untukku, Ve serta Stella merapihkan seluruh ruangan tanpa ku suruh.

Diruang dapur Melody sempat melamun memikirkan hidup Dhike, Ia merasa prihatin.
   Ini kedua kalinya aku melihat wajahnya penuh kesengsaraan. Setelah teman satu apartemennya mengalami tragedi maut, ia pasti merasa semakin sepi tanpa kehadirannya. Aku yang bahkan sahabatnya pun tidak bisa menemaninya sering sering, jadwalku sungguh padat. Maafkan aku karena telah menelantarkanmu ... 

Semua sudah kumpul diruang tamu, tidak ada wajah ceria yang terpancar dari mereka semua, hening suasananya. Seperti biasa, saat aku sakit Melody selalu membuatkan ku bubur kacang hijau, ia pun tak segan menyuapin ku, membuat diriku malu saja didepan yang lain. Kepribadiannya yang dewasa membuat diriku menghormati keberadaannya.

   "Ikutlah dengan kami." Ucap ve tiba tiba. "Aku tidak tega melihatmu menjalani hidup yang seperti ini." Tambahnya. Dhike terdiam, mencerna perkataan Ve barusan. "Aku tidak bisa, aku tidak bisa bersenang senang jika dirinya sedang menderita. Bagaimana aku bisa ..." Dhike menangis.
Melody memegang tangan Dhike untuk menenangkannya. "Tak apa, kami hanya ingin melihatmu bahagia, keadaanmu saat ini benar benar parah. Kami juga sahabatmu, bahkan aku sudah mengganggapmu saudara terdekatku. Rasa khawatirku sama seperti rasa khawatirmu pada Ayu. Bagaimana bisa aku berdiam diri melihat sahabatku menderita. Dari hati yang paling dalam, hati ini sungguh ambruk melihat kesengsaraanmu."

   "Saat malam hari tiba, aku selalu memikirkan dirinya. Ia mungkin sedang menderita disana, ia pasti merasa kesakitan. Tidurku selalu dipenuhi mimpi buruk." 
   "Maafkan kami, kami tidak bisa melakukan apa apa..." Sahut Stella.

Ponsel Melody berbunyi, panggilan masuk dengan nomor yang tidak diketahui olehnya, ia mengganggkatnya.
   "Halo?"
   "Apa kamu sedang bersama dengan Dhike?" Tanya si penelepon.
   "Iya, maaf ini dari siapa?"
   "Maaf telah mengejutkanmu. Barusan aku menelepon Dhike namun tidak aktif, aku Sendy."
   "Oh, iya iya. Apa ada yang ingin kamu tanyakan padanya?"
   "Tidak, tidak. Bilang saja padanya bahwa Ayu sudah Siuman. Aku sedang berada dirumah sakit saat ini."
Melody terperanjat. "Benarkah? Ya, aku akan sampaikan berita ini padanya. Makasih." Melody mengakhiri percakapannya.

   "Ada apa?" Tanya Ve.
Dengan wajah terkejut dan hati yang senang Melody menoleh ke arah Dhike seraya berkata. "Ayu sudah siuman."
Semua tercengang mendengarnya. Stella yang saat itu sedang meneguk air putih pun ikut tersentak. "Yang benar?" 
Lantas semuanya menjadi sibuk, Melody memakaikan Syal dileher Dhike. "Kamu juga sedang sakit. Kamu harus menjaga tubuhmu itu." Dhike tersenyum. Semuanya bersiap siap menuju rumah sakit untuk menengok Ayu.


Rumah sakit, siang hari. Kawanan Melody sudah sampai dikamar tempat Ayu dirawat. Disana pun sudah ada kehadiran Sendy. Dhike tampak berkaca kaca memandangi Ayu yang masih tergeletak. Didalam ruangan itu juga sudah ada dokter yang akan menjelaskan keadaan Ayu. Dhike berjalan perlahan menghampiri Ayu. Air mata bahagia sudah tidak bisa ditampung, Dhike menangis dan segera memeluk Ayu.

   "Terima kasih sudah mau kembali ke dunia ini. Aku sungguh rindu denganmu. Hari hari ku begitu menyeramkan tanpamu. Sekali lagi terima kasih." Kata Dhike pada Ayu.
Lantas tidak ada reaksi apa apa sama sekali dari tubuh Ayu. Ayu terdiam kaku dengan pandangan menatap Dhike. Dhike keheranan. "Dok, ada apa dengannya? kenapa tubuhnya kaku terdiam?" Tanyanya.
   "Seperti yang kalian lihat saat ini, Pasien memang sudah sadar, namun keadaannya masih belum bisa dikatakan membaik. kami juga akan memeriksa pasien melalui MRI (Magnetic Resonance Imaging) untuk memeriksa kelainan organ pada tubuh pasien." Kata Dokter menjelaskan.

Melody menghampiri Ayu dengan senyum. "Syukurlah kamu sudah siuman. Apa kamu tau, Ikey selalu menemanimu disini. Ia merawatmu dengan baik, pagi dan juga malam. Ia sungguh menyayangimu. Cepatlah sembuh dan buat Ikey bahagia." 
    "Aku tahu bahwa aku belum terlalu mengenalmu. Tetapi saat audisi waktu itu, aku sadar bahwa kamu orang yang penuh dengan ketulusan. Aku harap kita bisa menjadi sahabat kelak. Aku akan menunggunya," Kata Stella pada Ayu.
kini giliran Ve yang mendekati Ayu. Ia memandangi Ayu, Ve menjadi salah tingkah. "Aku binggung harus ngomong apa." Katanya diselipi tawa. "Namun yang pasti, aku sungguh senang kamu kembali. Oya, jika kamu sudah benar benar sehat, datanglah ke toko fashion milik Ibuku, disana banyak pakaian yang bisa kamu pilih." 

Stella berbisik pada Melody setelah perkataan Ve barusan. "Apa Ve akan menjadikan Ayu seorang model?" Terkanya. "Entahlah." jawab Melody sambil menggangkat kedua bahunya.

Sendy menghampiri Ayu dengan wajah yang pilu dan hati yang senang. Ia menggenggam kuat tangan Ayu.    "Bagaimana keadaanmu, peri kecil? Aku sungguh rindu masa masa saat kita berdua bersama. Pertama kali kita bertemu saat pembukaan audisi, aku juga sama kesepiannya denganmu. Aku tidak bisa membayangkan wajah senangmu saat ku minta kamu untuk menjadi teman ngobrolku. Aku ingin melihat wajah itu lagi darimu. Katamu, kamu ingin mengubah hidupmu kearah yang lebih baik dengan mengikuti audisi tersebut, namun kenyataannya, sahabat sahabat yang saat ini berada disinilah yang akan mengubah hidupmu kearah yang lebih baik. Semua mengkhawatirkanmu. Dikagumi oleh orang banyak atau mungkin menjadi tenar bukan berarti hidupmu akan merasa bahagia, tetapi, orang orang yang selalu mencemaskanmulah yang akan membuatmu merasa bahagia."

Lantas Sendy menjadi mengingat masa lalunya saat pertama kali bertemu dengan Ayu, ia sedikit tertawa. "Aku pernah bilang padamu untuk memanfaatkanku sebagai teman terdekatmu, aku rasa ajakan ku waktu itu masih berlaku hingga sekarang. Sebab aku tak takut jika dimanfaatkan oleh orang yang penuh ketulusan sepertimu. Justru aku akan senang jika kamu lakukan itu padaku." Senyumnya pada Ayu.


***

Sekitar pukul sembilan malam, masih dikamar rumah sakit tempat Ayu dirawat. Diruangan itu hanya ada Dhike serta Ayu, yang lain sudah pulang setelah puas menjenguk Ayu. Tidak banyak hal yang bisa dilakukan Dhike, ia hanya menemani Ayu dengan obrolan obrolan saja. Ayu pun tidak bisa apa apa, tubuhnya tidak mampu bergerak, hanya kedua bola matanya saja yang terbuka, namun Ayu bisa mencerna semua perkataan Dhike dengan baik.

  "Apa kamu masih ingat saat kamu membuatkan kue untukku? Kamu bersikeras membuat adonan itu dengan tanganmu sendiri. Aku ingin membantumu saat itu, namun kamu menolaknya. Kita berdua dimarahi habis habisan oleh orang tuamu. Kita berdua sungguh nakal, bukan?" Kata Dhike setengah tertawa.
Dhike meneruskan.  "Oya, Apa kamu tau rasa dari buatan kue mu itu? Rasanya sungguh asin. Aku sudah seperti mendapat kartu zonk darimu saat itu, namun aku menghormati hasil kerja kerasmu membuat adonan itu, maka dari itu aku memakannya sampai habis. Aku tidak bisa bayangkan saat wajahku memakan kue yang begitu asinnya, dan juga lidahku seakan akan mati rasa. Aku segera pamit saat itu juga, dan apa kamu tau apa yang aku lakukan setelah ku pamit? Aku meneguk 3 gelas sekaligus. Itu semua karena kamu." 

Dhike mendekatkan wajahnya pada Ayu, lantas ia mengelus ngelus rambut kepala milik Ayu. "Hei, apa kamu sengaja melakukannya? Kamu sengaja ya membuat adonan yang begitu asin untukku? Kamu jahat sekali!" Guraunya pada Ayu. "Pokoknya, aku masih menantikan kue buatanmu pada saat itu. kamu harus buatkan kue yang paling enak untukku, janji ya?" 

   "Kamu bilang, kamu suka sekali jika rambutmu dielus seperti ini. Aku akan melakukannya tiap malam sampai dirimu tertidur. Aku juga akan merawat rambutmu ini agar tetap halus dan panjang." Senyumnya pada Ayu.

   "Aku mohon, jangan pernah membuatku merasa khawatir lagi. Jika dirimu menderita, maka aku pun akan sama menderitanya dengan dirimu. Jika kamu bahagia, mungkin aku akan lebih merasa bahagia. Seperti itulah yang aku rasakan tentang dirimu. Kumpulkanlah semua energi dan tenagamu, karena jika kamu sudah sehat nanti, ada banyak hal yang akan kita lakukan bersama sama. Janji ya?" 

Seketika perasaan Ayu menyesak, ia sedih mendengar semua ucapan kakaknya saat itu. Ayu ingin sekali mendekap padanya. Namun yang bisa ia lakukan hanyalah menangis meneteskan air matanya. Tubuhnya tak berdaya. Dhike segera mengusap air matanya, lalu mendekapnya erat.

   "Kamu akan berjanji padaku, kan? Jangan pernah membuatku menderita oleh air matamu itu. Aku akan mengusapkanya untukmu. Aku akan buat hidupmu merasa bahagia, hidup yang kita jalani berdua ..."




Bersambung ...


Follow kami di Twitter @JKT48fanfiction
Jika kalian mempunyai Pertanyaan bisa kirimkan ke alamat Email Parahesitisme@gmail.com
Copyright © JKT48 NOVEL

1 comments: