"gue, Ochi!" ucap, murid perempuan yang memiliki tinggi badan yang sama dengan Shania.
"aku, Shania.." balas Shania
"lu, ga ikut ospek ya kemarin?"
Shania menggeleng, dengan matanya masih melihat ochi
"owhh.. pantes, gak lihat!"
Ochi inginnya mencoba mengakrabkan diri pada Shania, namun tak lama
seorang guru datang, yang ternyata guru itu adalah wali kelas untuk
kelas mereka sekaligus guru bahasa inggris. Semua siswa terlihat begitu
tenang tak bergemuruh, hanya alunan nafas mereka yang berbisik, saat
guru yang berperawakan kecil, terlihat masih muda dan cantik, tapi
begitu penuh karisma itu memperkenalkan dirinya pada murid-murid yang
akan berada dibawah tanggung jawabnya.
"selamat pagi anak-anak.."
"pagiiiii….. bu" secara serempak dan senada mereka menjawab, dengan
suara yang lebih didominasi oleh suara dari murid laki-laki.
"hmm.. kok gak ada semangatnya? ini hari pertama loh!" basa-basi guru
mungil berkulit putih itu, dengan wajah dipenuhi senyum bahagia.
tidak ada tanggapan, semua murid diam. mungkin karena ini hari pertama, jadi masih mencoba meraba untuk beradaptasi.
"kira-kira... dari kalian ada yang sudah tahu nama ibu?" ibu wali
kelas mencoba membuat jalan untuk anak muridnya bisa mengeluarkan suara.
"ibu.. Kirei!" dengan lantangnya seorang murid laki-laki berbicara,
membuat guru bahasa inggris itu melengkungkan senyum, karena sepertinya
pancingannya berhasil membuat murid-murid siap berbicara.
"salah, weii!" sambar murid laki-laki lainnya "ibu itu... namanya, ibu... Melody! Iya kan?!” lanjutnya begitu percaya diri.
"huuuh, sok tahu lu!" ikut lainnya, hanya murid laki-laki yang rame
bicara, sementara murid perempuannya belum ada yang terlihat ingin
bicara, mereka hanya ikut menyoraki saja.
"ya tahu lah, lu kemarin
pas Ospek gak pada baca buku panduan sekolah ini apa ya? disono jelas
banget ada profil, guru-guru sama staff sekolah ini!" jawabnya
"iya, dan gue juga tahu.. yang lu lihat pasti staff sama pengajar yang cantik-cantik gitu kayak Bu Melody, iya kan?"
"ya iyalah.. gue kan masih normal! gile aja lu gue baca-baca profil staff sama pengajar yang bapak-bapak!!"
Semua murid bersorak ria menanggapi murid tersebut. sementara Ochi,
hanya tersenyum sambil menggeleng melihat tingkah teman-teman
sekelasnya. Shania tak berkomentar, tak bereaksi, dia tidak terlalu
focus pada apa yang sedang bergemuruh di kelasnya. Ochi melihat Shania,
dia terhenti sejenak dan terus melihat Shania sambil memikirkan sesuatu.
"Sudah-sudah, kenapa ramenya jadi seperti dipasar!” kata Melody, menghentikan adu argument murid-muridnya.
Seketika mereka diam, menuruti apa yang dikatakan gurunya.
"iya! Nama ibu Melody, dan mulai hari ini.. ibu menjadi guru bahasa
inggris.. sekaligus, ibu juga di berikan tanggung jawab oleh pihak
sekolah untuk menjadi wali kelas kalian!" lanjutnya begitu mantap. Semua
murid terlihat senang dan antusias dengan apa yang di ucapkan Melody.
"2jam ini, ibu tidak akan memulai pelajaran dulu. Karena Ibu mau tahu
dan kenal terlebih dahulu sama murid-murid ibu yang penuh semangat ini!
Bagaimana? Ada yang berani maju untuk memulai? Atau, ibu panggil sesuai
absensi!?"
Dengan cepat seluruh siswa di kelas mengangkat tangannya, kecuali ochi dan Shania.
"hmm, ibu mau... kamu yang maju lebih dulu!" ucap Melody dengan
telunjuk tangannya dia arahkan pada Shania yang duduk bersebelahan
dengan ochi. Teman-teman lainnya langsung mengarahkan pandangan mereka
pada Shania.
Shania melangkahkan kakinya kedepan, dengan raut
muka yang tidak ada semangat sama sekali. Ibu Melody memperhatikan
muridnya itu. Dia menghela nafas sebelum memulai perkenalannya
"hai semua… nama aku Shania junianantha, aku dari SMP N 4 Shakusi
Jogjakarta. . . . mmm, kalian bisa panggil aku Shania, Terima kasih!”
Ucap Shania, dengan diakhiri membungkukan badannya.
"ada hal lain yang mau kamu katakan Shania?" Tanya Melody, Shania melihat kearah wali kelasnya itu, lalu menggeleng.
"ada yang mau ditanyakan? Pada Shania!" Melody beralih pada murid lainnya.
Seperti tingkah murid laki-laki kebanyakan, mereka saling berebut
mengacungkan tangan nya untuk bisa bertanya pada murid perempuan, untuk
sekedar mencari perhatian.
Perkenalan terus berlanjut hingga 2jam
tidak terasa. Setelah perkenalan, berlanjut ke obrolan lain, dan. . .
pemilihan murid-murid yang akan bertanggung jawab atas kelas X-4 selama
satu tahun kedepan.
***
"Gimana Jakarta? Enak gak tinggal disana?!"
Subhan membuka obrolan kala ia hanya berdua dengan Shania.
Mereka ber empat sedang bermain di pesisir pantai kala Shania main ke
Jogja, dia mengajak Subhan, Aji dan juga Beby untuk bermain ke pantai
menggunakan mobilnya.
"Emmm-- enakan disinilah! Ada Beby, tante Ana, ada kalian juga " jawabnya dengan diakhiri memandang Subhan
"Emang disana kenapa?"
"Disana... aku selalu merasa sendiri Chub, di sekolah juga, aku gak
bisa punya banyak teman. Seolah mereka sedang menghakimi aku yang hanya
seorang gadis dari sudut Jogja, yang tidak setingkatan dengan mereka!"
Kesahnya dalam jawaban "mereka dekat kalau aku punya segalanya, tapi...
kalau aku tidak punya apapun mereka pasti akan menyingkirkan aku.
Haaahh-- Jakarta terlalu menuntut harta, bahkan untuk seorang teman
:'-)"
Subhan melihat Shania "kamu pasti bisa melewati
semuanya, kamu harus tunjukan sama mereka, yang menganggap pertemanan
itu hanya sebuah simbol yang digambar oleh harta. Waktu disini, kamu
bisa dikenal oleh hampir seluruh penghuni Shakusi, masa di Jakarta
enggak! "
giliran
Shania yang melihat Subhan, dan posisinya jadi tatap-tatapan, "dan kamu
tahu gak? Kenapa mereka waktu di SMP begitu senang mengenal kamu?",
Shania mengerung kecil, lalu menggeleng pelan.
"Itu karena kamu punya ini (Subhan mempraktekan senyum 2jari, dengan mata dia sipitkan, khas senyum Shania)"
"Eh? Apaan tuh? Hahahaa bisa aja!" Tawa renyah Shania.
"Aku serius tahu, itu yang bikin mereka senang kenal sama kamu. Senyum
kamu Shan, senyum kamu yang merangkul mereka untuk bisa membuka diri,
senyum hangat kamu yang membuat mereka berpikir, kalau kamu itu gadis
yang menyenangkan dan tidak memilih-milih untuk dekat dengan siapapun!",
Shania mengeluarkan senyum manisnya setelah tawa renyah "apapun yang
terjadi, jangan hapus, apalagi dihilangin senyum manisnya ya, karena
senyum kamu juga yang bikin aku...-"
"Bikin. . . Aku. . . Aapa?" Tanya Shania penasaran
"Bikin aku su,-"
"Woyyy! waduhh, malah pacaran lagi.. gue ama Beby gue jauh-jauh nyari
air kelapa, lu berdua malah asik bisik-bisikan, mana tatap-tatapan lagi,
udah kayak di sinetron striping lu berdua!!"
Shania kaget
akan kedatangan Aji dan Beby; Subhan menjatuhkan kepalanya lemas, karena
lagi-lagi dia gagal menyatakan cintanya pada Shania; Beby tersenyum dan
mulai bersuara
"Yaaa.. maaf ya udah ganggu kayaknya barusan ada moment penting deh!"
"Moment? Moment apaan Beb?" Tanya Aji
"Euhh! Gak pernah berubah, nggak bisa peka banget sih!!" Ejek Beby "kedatangan kita ituuu.. mengganggu mereka tahu!!"
Aji melihat Subhan dan Shania "ouwhhh, maksud lu, mereka yang lagi pacaran?!"
Beby tersenyum dan mengangguk kecil "yaudah deh, nih ambil kelapanya!
Gue mau main di pantai sama Beby gue.. yuk Beb!" Lanjut Aji lalu menarik
paksa Beby.
"Eeehh. . . Aku ikut!" Shania malah ikutan berdiri mengejar Aji dan Beby.
Angin sepoi menemani keriangan mereka ber4, bermain air laut yang
begitu biru, tawa bahagia, ejekan canda yang menyenangkan, membuat ke4
nya terlihat sangat akrab.
Akankah seterusnya aku bisa
tertawa bareng bersama mereka semua? Aku merasa hidup saat dengan Beby
dan juga mereka, Tuhan semoga kegembiraan ini akan bisa terus aku
rasakan, setidaknya bersama sahabatku aku masih bisa merasakan
kebahagian, karena Mama sama Papa terasa terus menjauh dalam
kehidupanku. Terima kasih untuk hari ini Tuhan!
Sepulangnya dari pantai, Shania mampir dulu kerumah Beby, disana dia
menceritakan perbincangan dirinya dengan Subhan, Beby dari diam serius
mendengarkan... berubah senyam-senyum manis hingga di ending dia
meluncurkan godaan untuk Shania.
Tidak lama, Shania diam
dirumah Beby karena waktu semakin sore, dan dia harus kembali ke
Jakarta. Sebuah pelukan hangat mengantarkannya pulang ke Jakarta. Rotasi
itu mungkin akan terus seperti saat ini untuk Shania dan juga Beby
hingga... entah hingga kapan.
"Pokoknya! Kalau libur semester nanti, kamu yang harus main ke Jakarta! Kalau perlu, aku culik aja kamu dari Mama Ana!! "
"Kayak yang berani aja, nyulik-nyulik aku!"
"Emm, ngeremehin Shanju!? Gak tahu siapa Shanju?"
"Enggak! Emang kamu siapa? Penting apa aku harus tahu siapa kamu " balas Beby dengan canda ejekannya.
"ck_- iya deh.. tahu dehhhh... siapa Beby Chaesara Anadila yang
sekarang! Hmm-- susah deh, sekarang mau ngerjain kamu, udah gak pemalu
sih!!"
"Iya! Dan itu karena kamu!! Aku berubah jadi gak pemalu, tapi..,-"
"Malu-maluin! Hahahaa" sabet Shania pada apa yang akan diucapkan Beby,
Beby memanyunkan bibirnya sedikit lalu ikut tertawa bersama Shania.
Mobil berplat B itu mulai meninggalkan aspal komplek, Shania pulang
dengan raut wajah yang begitu bahagia. setelah plat nomor mobil yang
membawanya ke pantai tadi hilang dari penglihatan Beby, ia pun mulai
menggerakan kakinya untuk kembali masuk kedalam rumah, namun... saat dia
didekat gerbang yang tingginya hanya sepinggang, Beby merasakan pusing
sampai-sampai dia tidak bisa menahan berat tubuhnya sendiri, dan
akhirnya dia menggapaikan tangannya kepagar besi untuk mempertahankan
agar dirinya tidak sampai jatuh keatas tanah
"Hsss-- aaaauwww..."
rintihnya sambil memejamkan mata "kenapa tiba-tiba pusing gini!
Aduuuhhh, heeeeuu ssakit lagi!!" Kini tangan kirinya dia angkat dari
pagar besi untuk meremas kepalanya yang terasa sakit.
Entah
berapa menit Beby dalam posisinya kini, dia mulai membuka matanya dan
menggeleng-gelengkan kepalanya untuk menyeimbangkan penglihatannya,
dengan tangan kiri masih meremas kepalanya, Beby berpikir kalau dia
harus bisa masuk ke rumah untuk mengistirahatkan tubuhnya. Mulai
berjalan meski sedikit sempoyongan, akhirnya Beby bisa masuk juga ke
rumah, dia langsung membantingkan tubuhnya keatas sofa di ruang
keluarga, memijat-mijat kepalanya. Dengan perlahan, rasa sakit yang tadi
menyerangnya tiba-tiba, hilang dengan sendirinya. Sampai, tanpa Beby
sadari dia ketiduran di sofa, hingga Mamanya pulang dari rumah sakit.
Mama menatap sebentar putri satu-satunya itu, ia mengusap lembut pipi
Beby dengan senyum dan ucapan yang hanya dia lantunkan di hati.
"Kamu begitu mirip dengan almarhum Papa kamu sayang! Mama sayang banget
sama kamu!!" . . . "Mama tidak mau kehilangan kamu, seperti Mama
kehilangan Papa dulu, Mama akan selalu menjaga kamu! :')"
Beby yang merasakan sentuhan dibagian wajahnya perlahan terbangun
"Ma..Mama...!" Mama membalasnya dengan senyum "Mama kapan pulang? "
"Baru saja, pasti mainnya rame banget ya? Sampai wajah kamu terlihat
lelah begitu!" Beby mengangguk dengan diikuti senyum
"udah makan belum?"
"tadi sih.. beli bakso sama Shania Mah, oh ya... Shania titip salam, katanya maaf karena pulangnya gak pamit sama Mama!"
"Berarti belum makan dong! Mama tahu, tadi Shania mengirimi mama pesan
singkat! cuci muka dulu sana, Mama bawain makanan kesukaan kamu, kita
makan malam sama-sama!"
"Wihh.. enak nih, tapi... apa nantinya Beby gak akan gemuk? Kan kalau makan malam-malam gini suka cepet gemuk Mah!"
"Memangnya kenapa kalau gemuk? yang penting itu.. bukan Gemuk atau kurus, tapi sehat! Kalau kurus tapi sakit-sakitan? Mau!?"
"Iya deh bu Suster.. paling bisa nih Mama suster "
Beby berdiri dari sofa, dia sudah tidak merasakan lagi sakit di
kepalanya, sebelum berjalan untuk mencuci muka, Beby menyempatkan
mendaratkan ciuman di pipi Mamanya, hingga Mama mengeluarkan protes
"Beby sayang Mama... *mmuachh "
"SaYang.. ihh itu jorok tahu? Iler kamu nempel nih di wajah Mama!"
"Biarin, yang penting Beby sayang sama Mama, hehee"
---
Hampir setiap hari, di jam yang berbeda, setelah kejadian waktu
2minggu lalu di depan rumahnya sendiri, Beby selalu merasakan pusing
itu, rasa pusing yang sama persis seperti waktu itu yang datang
tiba-tiba merasuki kepalanya, meski hanya dalam hitungan menit yang
tidak terlalu lama, tapi itu cukup membuat Beby kerepotan, apalagi jika
rasa sakit nya datang saat dia sedang berada di kelas mengikuti
pelajaran, seperti sekarang.
"Beb.. psst... psst-psst" Aji
mencoba memanggil Beby yang sedang meremas kepalanya "Bebyy.. lu
kenapa?" Beby belum bisa menjawab, karena dia tidak mendengar ada suara
seseorang sedang memanggil dan membuat pertanyaan padanya.
Aji menatap lekat Beby, ia tidak memperhatikan guru yang sedang
memberikannya ilmu, sampai dia kena tegur guru itu dan diancam akan
disuruh keluar kelas kalau masih seenaknya selama ada dikelasnya. Beby
yang sedang memegang kepalanya pun seketika menghempaskan tangannya
kebawah agar guru yang sedang memperingati Aji tidak melihat kearahnya.
wajahnya terlihat menahan rasa sakit, dia menggeleng-gelengkan kepalanya
untuk mengusir sesuatu yang sedang memukul-mukul kepalanya.
*jam istirahat datang*
"Lu kenapa Beb?" Tanya Aji yang saat mendengar bell istirahat langsung melesat ke tempat duduk Beby
"Kenapa? Apanya?
"Lu sakit ya? Muka lu pucet tahu!"
Beby memegang kedua pipinya "masa sih? Enggak ah! Aku gak lagi sakit!!" Sanggahnya,
Aji membuat kerungan kecil, saat dia akan kembali bertanya, suaranya
keburu kepotong oleh Subhan yang datang dari arah luar. Subhan tidak
satu kelas dengan Beby dan Aji, itu kenapa dia datang ke kelas mereka
untuk mengajaknya makan di kantin.
"Woy! Ngapain lu berduaan
dikelas?! Bikin orang sirik aja!!" Ucapnya dengan mengejek "ke kantin
yuk ahh, gue yang traktir deh! Panas gue liat lu berduaan kayak gini,
entar gue dikira setan lagi!" Subhan merangkulkan tangan kanannya pada
Aji, dan melihatkan pandangannya pada Beby yang sedang tersenyum, dan
sudah sedari tadi melihat dirinya. Perlahan dia melepaskan rangkulannya
pada Aji dan mulai menilik Beby dengan begitu telik
"lu... saakit
Beby?" Pertanyaan Subhan sama persis dengan pertanyaan Aji sebelumnya,
dia mendekatkan wajahnya pada Beby dan tanpa ada komando, Subhan
menempelkan punggung tangannya di kening Beby "gak panas sih, tapi muka
lu pucet banget!" Ucapnya, dapat hempasan dari Beby pada tangannya yang
sedang parkir di kening Beby.
"Ini.. gak si Aji, gak kamu..
kenapa sih? Pada tanya-tanya gue sakit apa enggak! Gue itu baik-baik
aja, gak panas, gak dingin. Biiiasa aja! Puas?"
"Lihatkan, emang
bukan gue aja yang bisa liat wajah pucat lu itu! Kalo lu sakit, lu
pulang aja, biar gue anterin!" Subhan hanya diam mendengarkan dengan
wajahnya masih mempelajari wajah pucat Beby.
"Apa sih Ji, lebay
tahu gak! Udah ahh yuk ke kantin, pada lapar kan!?" Ucap Beby dengan
mengangkat tubuhnya dari tempat duduk tapi, belum sepenuhnya berdiri. . .
Dia merasakan kepalanya sakit kembali, dan kali ini... bikin Aji dan
Subhan memasang tampang cemas bukan main, karena Beby tidak bisa lagi
mempertahankan kesadarannya, untuk menahan rasa sakit.
*bruuukkk* dengan sengaja, dan entengnya seorang murid perempuan dari
kelas lain menabrakan lengan atasnya pada Shania yang sedang berjalan.
Shania mengambil novelnya yang jatuh, dia tidak ingin menghiraukan si
penabrak. Ia berdiri dan memulai berjalan untuk melewati murid-murid
itu.
"heh! Lu gak minta maaf apa!? Barusan lu nubruk gue, Freak!" Cemoohnya pada Shania,
"Eh, malah diem lagi.. lu gak denger apa yang barusan di katakan temen
gue? Udah salah, malah sok bener lagi! Dasar cewek kampung dari
Jogja!!" Shania membalas tatapan murid-murid itu ketika menyebutkan
Jogja
"Apa lu liat-liat kita kayak gitu? Gak suka lu? Hah!" . . .
"Ambil novelnya!" Kemudian dia memerintahkan teman-teman lainnya untuk
merebut novel yang ada di tangan Shania
"Nggak, Jangan! Aaku minta
maaf.. barusan aku yang salah, maaf karena sudah menabrak kalian.." ucap
Shania, dengan tangannya menyembunyikan novel di belakang punggungnya.
karena masih melihat tatapan pemburu dari si murid-murid itu, Shania
kembali meminta maaf dan kali ini diikuti bungkukan badannya, begitu
terlihat sangat sopan dan terkesan memang dialah yang salah.
Murid-murid yang sedang melancarkan aksi bully nya itu tersenyum sinis
bak seorang perampok yang sudah bisa menggasah rumah mewah dengan
imbalan yang besar.
"Girls.. enaknya, si anak kampung orang kayak baru ini, kita apaain ya?" Teman-teman lainnya saling sahut, menanggapi.
Belum aksi bully lainnya mereka lakukan, Melody terlihat berjalan
diujung lorong tempat Shania sedang dikelilingi Bullyer paling berkuasa
di sekolahnya.
"Waduh, Sin.. Sinka!"
"Apa sih Van?"
"Itu.. ada guru lagi jalan kesini!" Tunjuk Vanka dengan dagunya kearah Melody yang sedang berjalan.
Sinka memiringkan wajahnya untuk melihat ke ujung lorong, dan benar
saja, seorang guru berperawakan kecil itu sedang berjalan kearah mereka
"ck.. ganggu acara tuh guru! Cabut, gue lagi males debat sama guru
kesiswaan!" Ajaknya kemudian, dengan sebelumnya dia mendekatkan wajahnya
dan berbisik pada Shania
"kalau nanti... lu berdoa yang lain
buat minta bantuan sama Tuhan! Jangan berdoa minta datengin guru!!. . .
Kita, pasti akan ketemu lagi, dan nanti... akan jauh lebih menyenangkan"
Sinka mengedipkan mata kirinya pada Shania yang diam mematung,
merekapun pergi meninggalkan Shania.
Satu-dua bulan saat
menjalani masa SMA di Sekolahnya kini, Shania biasa saja menjalani
kesehariannya sebagai murid disana. datang tepat waktu, pulang langsung
ke rumah tidak keluyuran seperti murid-murid lainnya, selama mengikuti
pelajaran dikelas dia tidak pernah membuat masalah, dimata para
pengajarpun Shania itu anak yang baik, dan untuk wali kelasnya, Melody.
Shania itu anak yang penurut, tidak banyak tingkah, baik di kelas dengan
teman-temannya, ataupun dengan murid-murid lainnya di sekolah. Meski,
dia lebih banyak menghabiskan waktu selama di lingkungan sekolah itu
sendirian, nyaris tidak ada satupun seseorang disampingya ketika dia
berjalan ke kantin atau saat akan masuk dan pulang sekolah. Shania
tetaplah baik.
Shania... bukan tidak tertarik untuk
mengulurkan tangannya pada teman-teman di sekolah atau bahkan di
kelasnya sendiri, tapi, mereka yang Shania ajak bertemanlah yang tidak
mau membalas uluran tangan Shania secara tulus (Di Jakarta, semua terasa
begitu sulit, jangankan untuk mencari rezeki, mencari teman saja saja
susahnya minta ampun. Mungkin. . . Pemikiran mereka terlalu dikuasai
materi tanpa memikirkan imaterinya). Setelah itu, Shania tidak pernah
lagi dengan sengajanya mengulurkan tangan diikuti senyum manis penuh
kehangatan untuk merangkul seorang teman. Dan ditambah kini, semakin
hari setip perpindahan tanggal, yang entah dimulai di angka berapa,
Shania mulai diincar oleh bullyer di sekolah elite nya itu, tanpa dia
inginkan dia selalu dijadikan sasaran si 'sadis' yang membuatnya
terlihat jadi si 'lemah', Shania pernah coba melawan, tapi dengan
hitungan orang yang berdiri dikiri, kanan, depan bahkan belakang mereka,
Shania mustahil untuk bisa melawan, dan akhirnya... setelah dia
pelajari bagaimana pergerakan si bullyer (semakin dilawan, semakin
menjadi ingin menjatuhkan dirinya) Shania pun tidak ingin melawan dan
selalu dengan sengaja menghindar dan mengalah.
"Shania, kamu
kenapa?" Tanya Melody, saat dia sampai ditempat Shania berdiri,
pandangan Melody sekilas dilihatkan pada Sinka dan teman-temannya.
"emm, enggak Bu, aku gak apa-apa!" Balasnya dengan mengukirkan senyum,
"Oh, ya sudah! Kalau kamu ada masalah, cerita sama Ibu, siapa tahu Ibu bisa bantu kamu " tawarnya penuh kehangatan, Shania membalas senyum Melody "iiya Bu, makasih "
... "Shania pamit dulu Bu, mau ke Kantin!" sambungnya dengan berpamitan
pada Melody. Melody membalasnya dengan anggukan yang masih diikuti
lengkungan senyum.
"Kasihan Shania, dia yang selalu terlihat
sendiri di kelas, dan bahkan saat jam istirahat seperti ini! Apa yang
sebenarnya membuat kamu terlihat sulit untuk berbaur dengan yang
lainnya?" Ucap dalam hati Melody dengan matanya melihat punggung si anak
didiknya "dan... kenapa dengan wajah kamu? Kenapa akhir-akhir ini,
begitu tersirat rasa tidak bahagia? Apa kamu sedang ada masalah
dirumahnya?"
Melody memang sangat memperhatikan
murid-muridnya, apalagi dia diberikan tanggung jawab oleh pihak sekolah
menjadi wali kelas. Menjadi wali kelas, kelas Satu itu... bukanlah hal
yang mudah, ada tantangan tersendiri untuknya berada di posisi ini,
mereka yang kedepannya harus menentukan akan mengambil jurusan apa
setelah kenaikan kelas, mereka yang harus dituntun untuk menemukan bakat
dan kemampuan baik dibidang akademis maupun non akademis, banyak lagi
hal yang harus di pelajari dari mereka yang baru memakai seragam
Putih-Abu, dan peranan Wali Kelas sangatlah penting dalam rentetan
perjalanan awal mereka hingga akhirnya mereka ada dilangkah yang
berikutnya.
***
Rumah yang seharusnya, menjadi
tempat paling nyaman untuk berteduh, menyandarkan diri dari kerasnya
dunia, dalam kehidupan seseorang. bisa bercerita lepas tentang keluh,
kesah, suka dan duka, berbagi setiap cerita yang dialami baik dengan
orang tua, adik, atau kakak. Bagaimana? jika Tiba-tiba keadaan nyaman
itu berubah. secara perlahan tapi pasti, rumah justru menjadi tempat
yang paling tidak ingin dipijak dan akhirnya yang tersisa hanya
keheningan dari gemuruh yang sebelumnya begitu menderu.
Satu
tahun sudah, Shania dan keluarganya tinggal di Jakarta. Menempati rumah
megah dengan fasilitas serba Wah. Awalnya, Shania selalu mensugesti
dirinya sendiri dengan apa yang dikatakan Kakaknya, Papa dan Mamanya
kalau keadaan keluarganya akan baik, bahkan lebih dari baik dengan saat
tinggal di jogja.
Awal episode kepindahan yang dipercepat
itu memang cukup menyenangkan dirasa oleh Shania, karena masih tetap
bisa main ke Jogja, bertemu Papa dan Mama di meja makan saat sarapan dan
atau makan malam, bersenda-gurau dengan Kakak perempuannya. Tapi
semakin kesini, setiap hari saat episode itu terus bertambah, keadaan
dirumah dalam kota baru berhiaskan kegemerlapan itu berubah... bukan
lebih atau lebih dari baik, namun menurun dan sangat menurun. Bukan
dalam hal financial tentu, tetapi dalam hal kehangatan keluarga. Belum
lagi Beby, sang sahabat karib yang selalu bisa mengerti dirinya,
akhir-akhir ini begitu susah untuk dihubungi. Shania pikir, mungkin Beby
sedang sibuk dengan sekolahnya dan juga kegiatan dia yang lain. Dan
ditambah dengan masalah yang sedang dia hadapi kini disekolah.
Yang akhirnya. . . Membuat sugesti dari bisikan Ve, Ucapan lembut
Mama, Janji Papa, yang di tanamkan di dalam otaknya pun perlahan luntur,
dan hanya menyisakan rintihan kerinduan dari hatinya. Rindu akan adanya
sosok Papa yang bisa memberikan nasihat, rindu pelukan Mama yang
menenangkan, rindu candaan Kakak yang mengundang tawa hangat dalam
cengkrama. Dan rintihan rasa sakit dari apa yang sedang dia hadapi tanpa
adanya satu orangpun di sebelahnya.
Shania mencoba
menghubungi Beby untuk membagi ceritanya yang selama satu semester
terakhir ini dia alami di sekolah, dan kisah yang sepertinya akan
mendapat ke suraman di depan nanti tentang keadaan keluarganya yang
dirasa sudah tidak "sehat".
*tuuuut... tuuuut... tuuuut...*
Panggilan itu tersambung, namun belum ada respon.
*tuuuut... tuuuut..,- nomor yang anda tuju..,*
Shania menekan tombol putus, lalu kembali menekan tombol pemanggil,
beberapa kali dia melakukan itu tapi tidak ada sama sekali jawaban dari
Beby, yang biasanya tidak pernah lama jika ada telpon darinya.
"Apa sih yang sedang terjadi sama kamu?" . . .
"Apa kamu marah sama aku?!" . . .
"Aku butuh kamu Beby! Aku butuh bahu kamu!!" . . .
Shania membanting tubuhnya keatas tempat tidur empuknya dengan emosi dari kekecewaan yang sedang dia rasa.
"Kenapa... dia semakin hari semakin sulit untuk dihubungi? apa disana
dia sesibuk itu? apa dia sudah lupa akan sosok ku?" ... "atau apa
dia...? Terakhir, waktu kita ketemu lagi di Jogja. Kamu sama dia
terlihat begitu akrab, dan terasa lebih dari biasanya!" Shania memainkan
ruang bayangannya, mengingat 1bulan yang lalu, di pertemuan terakhirnya
bersama Beby, Aji dan Subhan.
Saat itu Shania melihat Subhan
memperlakukan Beby yang tidak seperti biasanya, dia sepertinya begitu
memperhatikan Beby lebih dari biasanya, "Waktu itu... hari itu...
sepertinya memang ada yang lain diantara kalian?!" Terkanya dalam
bayangan kehampaan, "dan setelah pertemuan itu... kamu mulai sulit untuk
aku hubungi, kamu terkesan selalu menghindar dalam setiap percakapan
seluler kita! Apa sekarang... apa yang dulu pernah membuatku marah pada
kesalahpahaman kamu sama dia, itu berubah nyata!?"
Kepedihan yang
Shania rasa membuatnya tidak bisa berpikir lebih dari itu "Subhan memang
belum pernah mengatakan apa yang dia rasa sama aku, tapi... tingkahnya,
ucapannya, apa itu cuma kegeeranku saja? Apa selama ini hanya aku yang
merasa suka pada dia?" . . . "Apa jangan-jangan... memang Beby lah yang
Subhan sukai? Aku emang bego! Gak bisa lihat kebenaran yang begitu
nyata di hadapanku!!". . . "Dan Beby sendiri.. sahabat aku sendiri, apa
yang sebenarnya dia rasa? Selama ini dia selalu terlihat biasa saja
menanggapi ceritaku tentang Subhan, dan malah terkesan mendukung aku
dengannya, tapi... Ahhghh!" . . . "Kenapa jadi gak karuan gini sih!?"
Shania menghentikan terkaannya dalam ucapan kesal yang hanya bisa di
dengar oleh dirinya sendiri.
"Minggu ini... aku harus ke Jogja!
Aku mau tahu dan memastikan sendiri kalau kecurigaan ku hanya bentuk
rasa takut saja!!" Keinginannya yang besar membuatnya menarik keputusan
itu, tanpa harus memberi tahu Beby kalau dirinya akan menemui dia tanpa
ada pemberitahuan sebelumnya.
Shania menuruni mobilnya,
pagi ini langit sudah terlihat bersih tanpa ada gumpalan awan yang
menyelimuti hamparan langit biru, yang berkilau karena sinar mentari
yang benderang memberikan kehangatan. Tidak seperti sambutan matahari
yang hangat, di depan gerbang, Shania sudah disambut oleh 4 murid yang
selalu mengisi hari-hari sekolahnya dengan hal yang membuat Shania,
menuliskan kisahnya dengan ke4 murid itu dalam Diary dengan tinta merah,
menceritakan kelakuan 4 murid ini.
"Haiii Shania selamat pagi!" Sambut Sinka dengan senyum 'tulus' penuh makna.
Shania melepaskan earphonenya "Hhaii, pagii juga!" Balas Shania
"Pagi ini cerah ya? Emhh.. gimana kalau kita ngobrol-ngobrol pagi
sebelum masuk ke kelas? Kamu mau kan Shania?" Sinka terlihat manis
merangkaikan katanya untuk Shania.
Shania mencoba mencari alasan
untuk menolak "euhmm, aku gak bisa.. ada yang harus ditanyain sama temen
di kelas soal tugas yang harus dikumpulin nanti!"
Sinka terlihat perlahan melepas topeng manisnya "Ayolah Shania, barusan aku udah lembut banget loh
ngajak kamu, masa kamu tega sih nolak ajakan aku!?" Shania tidak
merespon, Sinka mendekatkan tubuhnya kedekat Shania "kamu tahu..
barusan, ajakan aku itu... ajakan yang begitu lembut untuk orang
asing!". . . "Dan kamu harus tahu juga, aku paling gak suka ditolak!
So.. let's come with me" lanjutnya dengan nada dibumbui tekanan ancaman,
Shania tidak bisa melakukan apapaun selain mengikuti Sinka dan yang
lainnya.
Bersambung lagi..
Copyright: Cemistri JKT48
Best Casino Site, Codes and Bonus Offers 2021
BalasHapusThe world's best online casino sites offer the 1xbet best 카지노 slots and table games from the best providers. Get access 제왕카지노 to the best offers and bonuses for