NPW (National Protection of Women) Chapter 6
Title : National Protection Of Women
Genre : Action, thriller, Mystery
Release Date : 26 Maret 2013
Story by : Chikafusa Chikanatsu
Ini Merupakan Kisah Fiktif.
PERHATIAN : CERITA INI MENGANDUNG TINDAK KEKERASAN, PENYIKSAAN SERTA PEMBUNUHAN. DI KHUSUSKAN BAGI MEREKA YANG SUDAH BERUMUR 17 TAHUN KEATAS.
Ketika Haruka ingin mencoba lolos dengan terjun kebawah gedung, Ia mendapat kesulitan. Tali yang diikatkan pada tubuhnya tidak cukup untuk sampai kedasar. Akibatnya, Haruka masih menggantung ditengah tengah ketinggian. Sementara itu, Irjen Rena yang berada diatas sudah siap untuk memotong tali yang Haruka gunakan.
"Apa ini hal yang terbaik membiarkannya tewas begitu saja? Jika ia tewas, maka kita akan kembali kesulitan mencari informasi tentang organisasinya. Kita bisa menawan dan menginterogasinya." Kata Ayana.
Dengan mata yang membara Rena menoleh pada Ayana setelah ucapannya. "Orang yang sudah membuat kerugian yang cukup besar memang pantas mati. Aku tidak perlu mengulur waktu, jika perlu, akan aku habisi semua yang telah membuat kekacauan."
Rena mempunyai ambisi yang kuat untuk menyingkirkan Haruka. Menurutnya, nama baik Rena sudah sedikit tercemar. Sebab sebelumnya Irjen Rena dikenal dengan pemimpin yang tak pernah kalah dalam pertempuran apapun. Namun, kali ini berbeda. Menurutnya organisasi NPW sulit sekali ditaklukan, maka dari itu Rena mempunyai dendam untuk melumpuhkan NPW.
Tanpa basa basi, Rena mulai mendekatkan lidah pisau pada Tali yang menggantung. Dengan cepat Rena memotong dengan satu kali tebasan. Akibatnya, Haruka terjatuh melayang hingga kedasar.
Apa aku akan berakhir disini?
Beruntung, Haruka jatuh tepat ditumpukkan limbah kardus dan gabus. Walau Haruka jatuh ditumpukkan tersebut, Haruka tetap mengalami luka dibagian kaki dan bahunya. Hantaman yang cukup keras membuat tubuhnya memar. Dengan sedikit pincang Haruka berjalan meloloskan diri ketempat yang aman.
Rena semakin geram melihat Haruka masih bisa berhasil lolos dari maut. Dengan cepat Rena berlari mengejar Haruka. Tidak dengan Ayana, ia masih diam ditempatnya. Dari awal penyelidikan memang ada yang ganjil dari kedua pihak yang saling bertemu itu.
"Mengapa aku harus membasmi mereka semua? Sedangkan aku masih belum tahu maksud dan tujuan mereka. Setidaknya, aku harus mengetahui apa yang sudah terjadi dengan kedua pihak yang saling bertemu itu. Dengan begitu kebenaran akan terlihat."
Didalam kapal Ferry, Ghaida serta beberapa bawahannya sedang merencanakan sesuatu. Ghaida menoleh pada salah satu bawahannya yang sedang memegang sebuah detonator sebuah bom. Sebelumnya Ghaida sudah mengantisipasi pertemuan tersebut dengan menanamkan beberapa bom dengan daya besar dibeberapa titik rawan. Tujuannya hanya untuk mengalihkan pihak oposisi yang sudah mengacaukan pertemuan yang sudah dirancang oleh dirinya.
Ghaida memberi isyarat pada bawahannya untuk segera meledakkan Bom tersebut. RenExT Booster adalah golongan bom dengan daya tinggi yang mampu menghancurkan bangunan besar. Puing puing bangunan serta abu abu beton bertebangan, membuat pandangan terganggu. Para personil TNI serta agen milik NDO mulai tumbang satu persatu akibat bom yang telah diledakkan.
Semula Ghaida tidak menyangka pasukan NDO akan mengacaukan pertemuan yang Ia rencanakan sendiri. Ia kepalang pusing memikirkan bagaimana cara melumpuhkan pasukan elit yang bahkan mempunyai kekuasaan untuk menggerakkan fasilitas militer negara, lagipula Ghaida tidak membawa pasukan yang banyak saat itu. Didalam kapal Ferry, dua orang tawanan (Yona, Akicha) begitu marah melihat tindakan Ghaida barusan.
"Apa yang kau lakukan? Kita tidak perlu ikut campur dengan bagian Internal. Mengenai adanya penyerangan teroris dibukit unggasan, itulah yang seharusnya kau musnahkan." Kaya Yona berteriak.
Ghaida mendengus. "Kita? Apa kau berfikir bahwa aku masih didalam kelompok kalian? Tidak, bukan? Aku melakukan tindakan ini hanya berdasarkan situasi. Yang kita hadapi saat ini bukan hanya agen khusus milik NDO, tetapi personil elit TNI pun ikut dalam penyergapan ini. Apa lagi yang ingin kau ucapkan? Apa teman teman mu ingin melihat mereka didalam kurungan pihak NDO?"
Yona hanya terdiam kesal, omongan Ghadia barusan memang ada benarnya. Tetapi menghabisi pasukan dengan cara itu terlihat sungguh kejam.
"Nyalakan kapalnya, kita akan kembali ke markas secepatnya dan menunda pertemuan kali ini." Perintah Ghaida pada bawahannya.
Dalam perjalanan menuju markas, Ve serta Kinal bertemu dengan Haruka yang sudah kelelahan. Melihat keadaan Haruka yang sedikit pincang, membuat Kinal melepaskan tas berat dipunggungnya dan segera menuntun Haruka.
"Apa yang terjadi?" Tanya Kinal pada Haruka.
"Aku terjatuh dari atas bangunan, Inspektur itu masih mengejarku." Jawabnya.
Ketika Kinal mulai menuntun Haruka, Irjen Rena sudah menampakkan dirinya dari belakang. Rena mulai menembaki mereka.
"Kau tuntunlah Haruka sampai ketitik aman. Aku akan mengulur waktu." Perintah Ve.
"Aku tidak bisa." Jawabnya singkat.
"Aku bilang cepat lari dari sini!" Ulang Ve dengan berteriak.
Kinal masih cemas. "Bagaimana denganmu?"
"Aku akan baik baik saja. Aku janji akan kembali." Kata Ve.
Ve mulai menembaki Rena, sedangkan Kinal menuntun Haruka untuk meloloskan diri. Dengan senapan pelontar Granat SPG1 yang Ve gunakan, membuat area ledak cukup menyebar. Satu hingga empat peluru granat Ve lontarkan terus menerus, Rena tidak berkutik dan masih berdiam diri dibalik tembok. Ve menyempatkan diri untuk mundur perlahan. Ketika suara ledakan mulai berhenti, Rena muncul dan mulai mencari keberadaan Ve. Rena kesal sambil menembak nembaki apa yang ada disekitarnya, sebab Ve berhasil lolos.
Ayana datang menghampiri Rena. "Apa yang sudah terjadi?"
"Tutup semua pintu perbatasan menuju luar pulau. Perintahkan seluruh TNI angkatan laut untuk memblok jalur jalur yang dicurigai sebagai tempat mereka melarikan diri. Aku masih ingat matanya, aku tidak akan membiarkan mereka lolos." Perintah Rena.
Ayana ingin sekali mematuhi perintah Rena barusan, tetapi itu mustahil. "Maafkan aku. Mungkin kita sudah harus berhenti dan menyerahkan kasus ini pada Ditjen Strahan (Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan). Kita sudah tidak mempunyai kekuasaan untuk mengendalikan fasilitas militer Negara. Apa kau masih ingat apa yang diucapkan oleh menteri pertahanan? Jika kita tidak bisa menangkap Organisasi NPW kali ini, maka Ditjen Strahan akan mengambil alih."
Rena kesal. "Tutup mulutmu. Apa yang bisa dilakukan Ditjen Strahan? Mereka bahkan tidak tahu apa itu NPW. Bagaimana bisa aku menyerahkan kasus ini pada mereka."
Dengan berat Ayana membalas. "Kenyataannya, kita juga tidak tahu apa itu Organisasi NPW, Fungsi dan tujuan mereka pun masih tanda tanya."
Rena hanya terdiam dibalik wajah yang membaranya.
***
3 Jam kemudian, Markas persembunyian sementara NPW, Batam. Diruang pertemuan para agen berkumpul untuk membuat rencana kedepan dalam rangka pemulihan para agen elit milik NPW. Diruang rapat hanya ada Kinal, Ayen, Haruka serta dua orang petugas yang memonitor. Ve datang menghampiri mereka, Ia kurang senang melihat keadaan saat itu.
"Laporkan status." Kata Ve.
Kinal mulai melaporkan. "Stella, Akicha serta Yona masih menjadi tawanan pihak Ghaida. Dan Acha sampai saat ini masih tidak bisa dihubungi."
Ve menggangguk, Ia menoleh cemas pada Haruka. "Bagaimana keadaanmu?"
"Aku baik baik saja." Jawabnya.
"Aku sudah berulang kali menghubungkan sinyal pada alamat server Video yang pernah Ghaida pakai waktu itu, namun tidak ada balasan." Kata petugas yang memonitor.
"Saat aku memeriksa situasi di dermaga kapal, aku sempat melihat CCTV. Tolong kau masuk kedalam server dan putar video pada rekaman 4 jam yang lalu. Aku harap kita bisa menemukan sesuatu." Kata Haruka pada petugas.
"Mungkin saat ini kita tidak bisa kembali kemarkas besar. Aku yakin NDO sudah menyiapkan beberapa rencana, seperti memblok jalur udara dan laut. Mereka terlalu bekerja keras hingga mampu menggerakkan fasilitas militer negara dan mengikutsertakan personel TNI. Namun, aku yakin mereka masih belum bisa mendapatkan informasi yang kita miliki, itu akan membuat apa yang mereka lakukan akan sia sia." Kata Kinal menyimpulkan.
Ve mulai menerka apa yang sudah diucapkan Kinal barusan. "Jadi, apa maksudmu NDO sudah tidak bisa mempunyai kekuasaan untuk menggerakkan fasilitas militer negara?"
Kinal menggangguk. "Benar. Aku rasa menteri pertahanan akan mengambil alih kasus itu. Lagipula kerugian yang sudah ditimbulkan cukup besar. Menteri pertahanan tidak akan tinggal diam, kita sudah harus berhati hati."
Haruka menoleh pada Ve. "Lalu, apa rencanamu?"
"Untuk saat ini kita harus menemukan Acha dan mengembalikan Stella, Akicha dan Yona yang ditawan oleh Ghaida. Kita sudah sungguh kekurangan agen. Dan aku akan merekrut orang orang baru yang akan bekerja sama dengan kita. Setelah itu, Organisasi NPW akan kembali berjalan seperti dulu."
Ayen mulai membuka mulutnya. "Bagaimana dengan penyerangan teroris dibukit unggasan? Mereka akan meledakkan Bom disana."
"Kita biarkan dulu untuk sementara waktu. Itu akan membuat pihak NDO keliru dan kembali berfikir bahwa NPW tidak seburuk yang mereka pikirkan." Balas Ve.
"Besok adalah hari dimana penyerangan teroris dibukit unggasan, namun kita masih belum mendapatkan informasi apa apa. Jenis bom atau dari segi penyerangannya." Cemas Haruka.
"Tawanan yang waktu itu kita dapatkan saat dibandara, Aku yang akan menginterogasinya kembali... Aku akan buat dia untuk membuka mulutnya lebih banyak." Kata Ve.
Mendengar kata 'tawanan' yang diucapkan oleh Ve, Haruka menjadi mengingat apa yang pernah Ve berikan informasi padanya. "Raul ... Bukankah nama orang yang memerintahkan tawanan waktu itu? Kau pernah bilang bahwa tawanan itu memberikan sebuah alamat tempat Raul berada. Apa kau masih punya?"
Ve menghela nafas, walau Ve mengingat betul informasi tersebut dengan jelas, tetapi Ve masih tidak berani bertindak. Ia semakin memikirkan agen agen miliknya yang sudah berkurang. "Aku mengingatnya dengan jelas. Tetapi kita tidak memiliki banyak agen untuk penyergapannya. Tunggu sampai aku merekrut orang orang baru dari divisi militer Indonesia."
"Aku yang akan melakukannya." Potong Kinal.
Semua mata tertuju pada Kinal, mereka semua terlihat menolak permintaan Kinal barusan.
"Kita tidak tahu jenis bom apa yang akan dipakai teroris besok. Aku tidak ingin melihat korban yang tidak bersalah karena keganasan dari bom itu." Tambah Kinal.
"Tidak bisa." Tegas Ve.
"Aku harus melakukannya." Balik Kinal melawan. "Tolong ijinkan aku kali ini. Kita tidak tahu berapa banyak korban yang akan berjatuhan karena bom itu."
Ve terdiam sejenak, dan akhirnya ia mulai memberikan pendapatnya. "Baiklah, aku akan mengijinkanmu. Berhati hatilah." Katanya dengan berat Ve ucapkan.
Disebuah Bar pada malam hari. Suasana saat itu sungguh padat dan sumpek. Bunyi bunyi alunan musik bernada rendah sungguh memanjakan telinga, seperti ingin bersantai duduk duduk sambil minum. Tidak untuk Kinal, Ia datang ke Bar itu untuk melakukan tugas. Kinal menyamar sebagai pelayan yang menyuguhkan minuman untuk para tamu penting. Pakaiannya sungguh ketat dan terbuka, membuat nafsu seksual muncul bagi para pria. Namun, itu hanya strategi Kinal untuk menarik perhatian Raul yang ketika itu sedang minum minum dengan temannya di Bar.
Mula Mula Kinal harus mempelajari semua aktivitas yang akan Raul jalankan bersama dengan teman temannya. Disaat temannya itu sedang menuju toilet, Kinal mengikutinya dengan mengendap ngendap masuk. Kemudian, disaat suasana terbilang sepi, Dengan cepat Kinal mengetuk ngetuk pintu toilet dengan alasan bahwa keran toilet tersebut sedang rusak. Alasan tersebut berhasil membuat targetnya keluar. Dan dengan cepat Kinal menghantam tubuh serta mengunci pergerakan dari targetnya. Target mulai kewalahan.
"Siapa kau? Apa maumu?" Tanya pria itu dengan nada tergesa gesa.
"Beritahu aku semua jadwal Raul yang kau ketahui hingga besok malam."
"Bagaimana jika aku menolaknya?" Jawabnya dengan senyum yang menyebalkan.
Kinal kembali bergerak, pertama tama ia menendang tubuh target hingga terpental. Kemudian Kinal mengeluarkan sebuah pistol dengan peredam. Kinal tembakkan 1 peluru menuju kaki sang target. Peredam yang menempel membuat suara yang dihasilkan oleh tembakkan berkurang. Target mulai kesakitan, Kinal mendekat sambil mendelik dan mengancam.
"Ini masih awal, jika kau masih mengunci mulutmu, maka peluru ini akan menembus kepalamu." Ancam Kinal sambil menempelkan ujung pistolnya pada kepala si Target.
Target tentu ketakutan. "Ba.. Baik. Nanti malam sekitar pukul sebelas akan ada pertemuan penting yang dihadiri oleh anggota anggota penting."
"Apa yang akan dibahas?"
"Strategi mengenai peluncuran rudal yang akan ditembakkan menuju bukit unggasan."
Kinal rasa informasi tersebut sudah cukup jelas ia dapatkan. Kinal hanya perlu menguntit pada pertemuan tersebut. Saat itu juga Kinal mengakhiri percakapannya dengan memelintir leher target hingga hilang kesadaran. Tidak lupa Kinal menyeret tubuh target masuk kedalam ruang toilet lalu menguncinya. Itu akan mengurangi tingkat kecurigaan orang sekitar berkurang.
Kinal mulai beraksi, ia manaruhkan sebuah alat perekam seukuran kancing baju tepat dibawah tutup botol minuman yang akan diberikan pada Raul. Saat kinal bertatap mata langsung dengan target, Kinal melemparkan senyum menggoda padanya. "Aku harap hari hari anda akan menyenangkan. Silahkan nikmati munuman anda, Tuan." Kata Kinal.
Raul mulai terbawa suasana. Ia menjelajah tubuh Kinal dari atas hingga bawah, sungguh sempurna. Lekukan lekukan tubuh serta keangguannnya membuat Raul tidak bisa menahan rasa ingin menidurinya.
"Siapa namamu?" Tanya Raul.
"Mei ..." Jawab singkat Kinal.
"Mei? Kau pasti lahir dibulan Mei, bukan?" Balasnya sambil tertawa. "Mari ikut minum bersama kami. Duduklah."
Kinal menggeleng manja. Tingkahnya seperti anak kecil yang jika diberi permen oleh orang asing akan tersipu.
"Apa kau malu dengan teman temanku?" Terka Raul.
Kinal menggangguk perlahan. Lantas Raul terbahak. "Ya ... Ya, kau pasti malu. Aku akan menunggu mu sepuluh menit dari sekarang." Tambahnya.
Kinal tersenyum. Rencananya sepertinya berjalan dengan baik, tidak lama Raul pasti akan membawa Kinal menuju kamar penginapan di Bar.
Lima belas menit sudah berlalu. Seperti dugaan Kinal, kali ini Raul serta Kinal sudah berada didalam kamar penyewaan di Bar. Secara perlahan tubuh Kinal mulai dirabanya dengan manja.
"Kali ini, dunia ini milik kita berdua." Kata Raul berbisik ditelinga Kinal.
"Kenapa kau begitu terburu buru? Jika dunia ini milik kita, maka nikmatilah waktu ini dengan baik." Balas Kinal.
Raul nyengir dan mulai mendekap tubuh Kinal dengan lembut. Kinal mulai kegelian, Kinal langsung memegang lengan Raul dan memelintirkannya hingga Raul terjatuh. Kinal mulai menyerang serangan kedua, Ia mulai menendang tubuh Raul, namun Raul berhasil menepisnya dan bahkan Raul mampu mendorong Kinal hingga terbentur dinding. Tubuh kekar yang dimiliki Raul memang sulit sekali ditumbangkan, bahkan hanya dengan satu dorongan saja tubuh Kinal terpental.
"Kurang ajar! Siapa kau sebenarnya?" Kata Raul yang sudah mulai mencurigai keberadaan Kinal.
Kinal tidak menghiraukan pertanyaan Raul barusan, kemudian Kinal mencoba melawan kembali. Namun tetap sama, Kinal terhempas sana sini dan tidak dapat menandingi bela diri yang dimiliki oleh Raul. Raul berlari menuju meja tempat Ia menaruh kemejanya dan mengambil sebuah pistol. Dengan cepat Pistol tersebut ia bidik pada tubuh Kinal. Kinal berhasil menghindar letupan senjata dan berlari keluar dari Bar untuk meloloskan diri. Kinal sadar bahwa dirinya tidak mampu menandingi target.
Kinal berlari menuju parkiran untuk mengambil mobilnya. Dengan cepat Kinal menancapkan Gas untuk meninggalkan tempat tersebut. Kinal berusaha menghubungi Haruka di markas dengan alat komunikasi radio.
"Keberadaanku sudah diketahui. Namun aku sudah menaruh alat perekam pada bawah tutup minuman, akan aku kirimkan file berisi rekaman tersebut padamu."
"Aku mengerti." Balas Haruka.
Bersambung ...
Follow kami di Twitter @JKT48fanfiction
Jika kalian mempunyai Pertanyaan bisa kirimkan ke alamat Email Parahesitisme@gmail.com
Copyright © JKT48 NOVEL
gw copy hahahahaha :-)
BalasHapus