Selasa, 30 April 2013

Friendship Candy 'Karena Dia'


Karena Dia

Prologue...


"Heh! Ngapain lu pada gangguin dia hah!??"
"Siapa lu? Berani ikut campur urusan kita!!"
"Gue? Lu semua mau tahu siapa gue?!"dengan senyum mencibirnya dia melontarkan pernyataan hingga membuat laki-laki yang sedang berhadapan dengannya naik darah "Tapi, gak penting juga sih ya gue ngasih tahu siapa gue sama orang-orang kayak lu pada!" masih dengan nada mencibir gadis berambut sebahu itu berbicara.
"lu bener-bener nyari penyakit ya!? Mending lu pergi deh, gak usah bantuin cewek ini!" kata salah satu laki-laki dengan kasar. Gadis pemberani itu hanya mengangkat alis mata kanannya dengan kedua tangannya masih dia simpan rapih di sebelahnya dan earphone yang sudah menggantung di lehernya.

"ni cewek ok juga! Anak mana lu?" tanya laki-laki yang berdiri disamping kanan.
"halah, banyak omong ya lu pada! Ayo cabut!" tanpa menggubris kedua laki-laki itu, si gadis pemberani menarik tangan gadis lainnya yang sedang dikelilingi 4laki-laki yang masih memakai seragam SMA.
"e, eh! Enak banget lu, mau main ambil punya kita!" kata si laki-laki dengan menghalangi jalan "kalo lu mau bawa dia, kalahin dulu nih Temen gue" lanjutnya sambil menunjuk laki-laki lainnya
"he?! Kok gue? Sialan lu!!" sanggah si laki-laki yang ditunjuk, sambil menghempaskan tangan temannya.
"aduh, lu jangan kayak banci deh! Dia cuman cewek, masa lu takut sama cewek!!"
"heh kampret, justru karena die cewek makanya gue gak mau lawan! Turun dong harga diri gue!!"
si gadis yang punya gingsul itu hanya bisa mendesah melihat kelakuan laki-laki yang sok mau gangguin gadis berambut panjang yang dari tadi masi terlihat menunduk.
"hmm, gue lagi malas berantem! Jadi sebaiknya kalian biarin gue sama dia pergi dari sini!! Atau..."
"atau apa manis?!" tantang salah satu dari mereka yang pembawaanya lebih kalem di banding yang lainnya
"atau gue, bikin kalian nyesel karena udah nahan gue dengan tingkah laku kalian yang bikin eneuk!!" dengan tatapan tajam dia melontarkan pernyataan.

Perkelahian pun tak dapat dihindarkan. ke 4 laki-laki itu tetap ngotot ingin mengganggu gadis yang terlihat sendu hingga membuat si gadis yang terlihat galak itupun tak bisa lagi menahan kesabarannya. Dengan gerak cepat dan pasti dia bisa dengan mudah menumbangkan ke4 nya hanya dalam waktu kurang dari 8menit.
"gue kan udah bilang tadi! Jangan paksa gue buat kasar sama cowok-cowok LEMBEK kayak kalian!!" dengan tekanan di kata Lembek gadis itu mencela "awas minggir!! tubuh lu ngehalangin!!!" tendangan terakhir sebelum akhirnya dia pergi dengan tangannya menggenggam pergelangan gadis yang ditolongnya.

Mereka sampai di dekat stasiun kereta api, tempat tadi saat dia berantem memang tidak jauh dari stasiun.
"m-makasih, kamu udah mau nolongin aku!!" ucap si gadis yang tadi akan di kerjai.
"lu kalau ngomong sama orang lain suka gitu ya?" tanya si gadis penyelamat, membuat yang dihadapannya mengerung tapi masih dalam posisi menundukan kepala. "lu ngucapin makasih sama gue? Apa sama tanah?! Dari tadi nundukkkk terus!!" perkataannya kini membuat gadis yang tingginya hampir sama dengan si gadis penolong mengerti apa maksud dari pertanyaan sebelumnya
"aku,, aku emang kayak gini orangnya!"
"terus?"
"ya... aku ngucapin makasih barusan sama kamu!" lanjutnya, membuat gadis berambut sebahu tersenyum sinis.
"tapi buat gue lu bukan ngucapin makasih sama gue, melainkan sama tanah atau mungkin... sama kerikil yang lagi lu injek!!" ...
Gadis itu menghela nafas, karena orang yang tadi dia tolong tidak lagi mengeluarkn kata-kata
"hemmmhaah,, daripada terus diam!! gue ngenalin diri aja deh!!! nama gue Kinal! Nama lu siapa?" dengan mengulurkan tangan kanannya gadis pemberani bernama Kinal itu membuat gadis yang pemalu dengan perlahan mengangkat kepalanya agar dia bisa melihat jelas sosok Kinal, dan Kinal bisa melihat dirinya dengan jelas juga.
"a-aku... nama aku Veranda!" ucapnya dengan menyambut tangan Kinal.

Waktu yang semakin sore membuat Kinal memutuskan untuk pamit pada Ve dengan sebelumnya menawarkan apa dia mau ditemenin pulang ke rumahnya. Tapi Ve dengan sopan menolak niat baik Kinal dan buat Kinal itu bukan masalah, jadi dia pulang sendiri begitupun dengan Ve.


*****
Dengan tergesa-gesa Kinal berlari, ini hari pertamanya di sekolah baru. Tadi pagi tidak tahu kenapa alarm yang sudah dia set tidak membangunkannya.
sampai di depan gerbang sekolah Kinal merengek pada security untuk di perbolehkan masuk. Dia membuat alasan karena dia disekolah merupakan murid baru ditambah ini juga kota barunya yang entah keberapa dari petualangannya bersama orang tua yang harus siap menerima kerja, mau itu di kota J, kota K, kota T dan atau kota lainnya. Dengan gimik muka yang begitu meyakinkan akhirnya Kinal di perbolehkan masuk oleh security. Kinal tidak menyia-nyiakan kesempatan yang sudah di berikan, dia segera berlari menuju ruang Kepala Sekolah yang ditunjukan arahnya oleh security tadi.
Kinal sudah bisa melihat ada tulisan Ruang Guru di lorong itu, dan itu artinya Kinal sudah hampir sampai ditempat yang akan dia tuju. Namun saat suah dekat pintu masuk ruang guru, Kinal terlalu ceroboh. Dia tidak bisa mengerem laju kakinya sendiri hingga .. *:@Brakkk:@* Kinal menabrak seoang murid yang ditangannya sedang membawa beberapa buku yang cukup tebal.
"aduh! Maaf, maaf.. aku gak sengaja, maaf ya! Maaf.." Kinal terus mengulang kata maaf dengan membantu murid itu membereskan buku-bukunya.
"ng-nggak apa-apa kok!"
Kinal merasa pernah mendengar suara itu sebelumnya. dan benar saja, saat dia melihat pada si empunya suara Kinal memang mengenalnya "Ve!?" dan Ve yang tidak sadarpun akhirnya menyadari kalau orang yang menabraknya adalah orang yang membantunya kemarin sore. "K-Kinal..?!" dengan terbata Ve menyebutkan nama Kinal.
"gak nyangka ya, kita bisa ketemu lagi! Ck, dunia aku emang terlalu rumit untuk dimengerti!!" ucap Kinal, mereka berdua sudah berdiri. Ve lagi-lagi hanya menunduk saat berhadapan dengan Kinal. Saat Kinal akan kembali berbicara seorang guru datang dari dalam ruangan,
"loh, Ve! Kenapa kamu masih disini?!"
"eem maaf pak! Tadi aku,-"
"tadi saya tidak sengaja menabraknya pak, jadi murid bapak masih diam disini deh! Hheeu"
Kinal memotong ucapan Ve, dan Ve tidak bisa berkata apa-apa lagi, karena Kinal sudah menjelaskan semuanya. Guru itu pun segera menyuruh Ve untuk kembali ke kelasnya dengan buku yang masih ada di kedua telapak tangannya, sementara Kinal dia langsung masuk ke ruangan Kepala Sekolah diantar oleh guru yang barusan.

Jam istirahat tiba, Kinal yang anak baru saat perkenalan di kelasnya tadi tidak terlalu banyak mendapat respon. Hanya beberapa dari murid laki-laki yang memberikan teguran balik, sementara murid yang perempuan terlihat acuh pada gadis bergigi gingsul yang terlihat ceria itu.
Dengan pasti Kinal melangkah sendirian keluar kelas mencari sesuatu yang lebih fresh setelah di kelas tadi kupingnya di jejali dengan bahasa inggris. Kinal sampai di satu halaman yang berdekatan dengan kantin, saat akan melangkahkan kakinya dia melihat Ve sedang duduk sendirian di sebuah bangku. Kinal memutuskan untuk menghampiri Ve
"Hai,," sapanya dengan senyum yang terlihat khas,
Ve hanya melihat sekilas lalu mengangguk membalas sapaan Kinal
"emm, kamu disini murid lama kan?" tanya Kinal mencoba mencairkan suasana yang terasa kaku. Kembali Ve hanya memberi anggukan pada Kinal "dan.. apa kamu anak kelas XI?" lagi Kinal bertanya dan lagi juga Ve hanya mengangguk menjawabnya. "wahh, bagus nih!" kata-kata Kinal yang ini mampu menarik perhatian Ve "aku boleh dong pinjem catatan kamu?! Kan aku anak baru disini, dan.. aku mau tahu metode pengajaran disini!" lanjutnya membuat Ve hanya bisa mengerung "tapi, kalo kamu gak mau minjemin juga.. gak apa-apa kok! Entar aku coba minjem sama temen-temen di kelas aja, ya.. meskipun keliatannya mereka masih belum ngasih aku keset WELCOME di kelas! Hehehee.."
"aku bukannya gak mau, tapi kita kan gak satu kelas! dan aku gak tahu di kelas yang kamu tempatin sudah sampai di bab mana pelajarannya!" kali ini Ve berbicara cukup panjang, Kinal berpikir lalu berbicara lagi
"ia juga sih! Tapi, kalo... aku minta di ajarin sama kamu? Gimana? kamu keberatan gak?!"
"aku, gak tahu! Bisa bantuin kamu atau enggak!!" ujar Ve, Kinal hanya bisa tertunduk lemas mendengar pernyataan Ve yang menggantung, antara meng iakan permintaan tolongnya atau justru menolaknya.
"ya udah deh, biar aku cari bantuan lain aja!" kata Kinal diikuti dengan senyum penuh semangat.
"eh ya, kamu udah makan!? Nih mau?" tanya Kinal sambil menyodorkan box makan siangnya yang diisi nasi goreng capcay buatan ibunya. Ve menggeleng dengan menunjukan box makan siangnya sendiri.
Kinal dan Ve duduk di bangku itu menghabiskan waktu istirahat dengan Kinal yang terus membangun obrolan, dan Ve yang hanya menjawab dengan anggukan atau pun gelengan tapi dia terlihat sesekali tersenyum dengan celotehan Kinal.

****
Waktu tak terasa berlalu dalam kedipan mata, langit silih berganti merubah warnanya.
Sudah hampir 3bulan Kinal tinggal di Jakarta dan bersekolah disana, dia juga jadi semakin akrab dengan Ve.
Ve yang sekarang tidak lagi menunduk kalau sedang bicara dengan Kinal, meski mereka berdua tidak diam di satu kelas yang sama, namun saat istirahat mereka pasti bertemu untuk menghabiskan makanan yang di jejalkan didalam tasnya oleh orang tua mereka dengan ditemani obrolan dan sesekali lelucon yang Kinal bikin. Sempat beberapa kali Kinal lupa memasukan box makanannya tapi dengan senang hati Ve berbagi bekalnya dengan teman barunya yang mungkin akan Ve jadikan sahabat. karena dari semenjak Ve memasuki bangku sekolah, Ve tidak pernah memiliki teman dekat (Sahabat).

"kenapa sih, kamu suka banget diem diatas jembatan penyebrangan rel kereta apai kayak gini!? Kan ini bisa dibilang bahaya kinal!" tanya Ve, dia dan Kinal sedang berdiri diatas jembatan penyebrangan yang di bawahnya terdapat bantalan rel kereta aktif yang setiap harinya mengantar ratusan bahkan mungkin ribuan orang-orang.
"aku suka tempat ini soalnya... pertamanya, saat aku sampai di kota yang menurut ku PANAS ini, aku jalan-jalan bentar untuk berkenalan dengan ibu kota sampai tidak tahu kenapa akhirnya berdiri di tempat ini" Kinal bercerita dengan tangannya dia pakai menopang dagu diatas besi sambil menerawang ke arah stasiun. "terus.. aku jadi suka deh sama tempat ini!" Kinal tersenyum. "Aku suka saat melihat kereta api yang melaju dengan kecepatan tingginya membawa banyak orang hanya dengan ongkos yang kalau aku bilang sih paling murah untuk ukuran sebuah transportasi" Ve menyimak setiap ucapan Kinal dengan posisi yang sudah sama dengan Kinal, menyandarkan dagunya diatas tangannya sendiri. "selain itu, aku juga suka saat memikirkan kereta api itu melaju kedepan dengan begitu pasti. Setiap pergerakan dari bantalan rel dia ikuti tanpa mencemaskan apapun, karena si kereta api sudah tahu kalau ada yang mengatur bantalan itu untuk mengarahkannya ketempat yang di tuju para penumpangya!" Kinal kembali tersenyum, dan Ve hanya bisa mengerung menerka maksud dari kata-kata Kinal. "aku tuh mau kayak kereta api, Ve!aku mau langkah kaki dalam kehidupan ku kayak kereta api, bergerak cepat bebas hambatan meskipun ada tapi si kereta api bisa dengan sabar menunggunya sampai hambatan itu berlalu dan penumpangnya tetap duduk dengan nyaman. Aku mau terus melangkah kedepan tanpa melupakan yang ada di belakang ku, karena suatu waktu aku pasti pergi ke masa itu meski cuma dalam lamunan, aku mau melangkah kedepan tanpa ada keraguan karna aku tahu Tuhan pasti sudah mengaturkan cerita indah untuk ku! Persis seperti bantalan rel itu!!" Kinal menutup ceritanya dengan tersenyum dan selintas melihat Ve. Setelah Ve berhasil mengikuti alur cerita Kinal dan memikirkannya untuk alur hidupnya, dia ikut tersenyum dan menatap Kinal. Sampai Kinal yang menyadari hal itu melontarkan pertanyaan.
"kenapa senyum-senyum sambil liatin aku kayak gitu?!"
Ve tidak menggubris dia masih dengan senyumnya melihat Kinal
"Oy, Peranda!! Gak usah liatin aku kayak gitu napa!? Entar aku bisa tiba-tiba jatuh dari sini, karena ada Badai yang menyambar di sebelahku!" kata Kinal dengan nada bercanda,
Ve tersenyum semakin lebar sampai berganti jadi tawa renyah "hahahaa.. kamu memang bisa bikin aku nyaman untuk bisa berbagi cerita, canda, tawa, ataupun sedih..." ujar Ve "setelah dia!" lanjutnya dengan perubahan ekspresi yang begitu kentara, dari senyum lebar lalu mengatup. Kinal yang melihat dan mendengar hal itu segera menyunggingkan senyumnya dan memberikan ve kata-kata penyemangatnya
"semua orang pasti punya masa lalu kan ve? Dan apapun masa lalu yang kamu punya, jangan sampai itu merubah mu! Karena kamu sendiri yang menentukan, akan kamu apakan masa lalu itu!!" senyum Kinal membuat Ve ikut tersenyum.

***
Ini hari minggu, semalam Kinal menginap di rumahnya Ve. Dan pagi ini seperti yang sudah mereka rencanakan mereka akan bersepeda ria dengan tujuan akhir jembatan penyebrangan diatas bantalan rel yang jaraknya sekitar 10 meter dari Stasiun. Ve dan Kinal sampai di jembatan itu dengan ice cream cone yang sudah ada di tangan mereka, seperti biasa mereka berdiri berbagi cerita dan canda. Sampai saat ada penjual balon gas berjalan melintas di atas jembatan tanpa penutup itu, Kinal menghentikannya dan membeli 2buah balon. Dia mengambil balon warna merah dan putih, saat Kinal mengambil dompet kecil yang dia simpan di saku celana sportnya lalu mengeluarkan uang untuk membayar balon. Ada selembar kertas nampak seperti photo jatuh dari dompetnya itu, tapi Kinal tidak menyadarinya.
"ini uang nya bang, kembaliannya ambil aja! Makasih ya.." ucap Kinal begitu santun, setelah beres membayar. Kinal mengalihkan pandangannya pada Ve "yoshh, ayoo.. Make a wish Ve, setelah itu kita terbangkan balonnya biar dia jadi penyampai pesan kita sama Tuhan.." Kinal berbicara sambil menyimpan dompetnya dan saat dia lihat kearah Ve, Kinal melebarkan kedua matanya. Dia begitu terkejut dengan apa yang sedang ada di tangan Ve dan sedang Ve lihat dengan air muka berubah menjadi campur aduk, seperti marah tapi ada sedih juga.
"V-Ve.. I-itu..,-"
"ini apa Kinal?!" suara Ve terdengar serak memotong suara Kinal yang terbata
"aku.. aku, aku bisa jelasin semuanya Ve!"
"apa maksud semua ini hah?!" suara Ve meninggi, seperti bukan Ve yang sedang berbicara "apa maksud kamu Kinal?!" Ve begitu terlihat marah, dan detik berikutnya saat Kinal belum sempat bicara Ve masih terus menanyai Kinal "kenapa ada photo kamu sama DIA! apa maksud semua ini!!? Siapa kamu?"
"kenapa diam? Jawab dong?! Kenapa kamu.. kamu bisa di photo bareng dia!? Siapa kamu sebenarnya?"
Ve menatap Kinal begitu tajam, Kinal meneguk ludahnya sendiri
"dia, aku.. itu,-"
"kenapa kamu jadi gagap gitu!? apa maksud kamu selama ini dekat sama aku?!"
"Ok! Denger Ve, aku akan jelasin semuanya!" Kinal menyimpan tangannya di bahu Ve, tapi dengan cepat Ve menghempaskan tangan Kinal. "dia.. dia itu... dia kakak aku! Ve.. Danish itu kakak aku!!"
betapa terkejutnya Ve saat dia mendengar dengan begitu jelas nama yang Kinal sebutkan. Nama yang sudah membuatnya menjadi sosok yang introvert. Nama yang jauh di saat dulu sempat membuatnya merasa menjadi orang yang paling bahagia.
Balon yang tadi sempat Ve pegang sudah terbang begitu jauh, Ve memutar badannya bersiap meninggalkan Kinal, tapi dengan cepat dan sigap Kinal meraih pergelangan tangan Ve.
"Ve aku mohon, dengerin dulu penjelasan ku semuanya!"
"gak ada lagi yang perlu aku denger dari kamu! Semuanya udah jelas, kamu ternyata adiknya dia!!" kata Ve dengan menatap Kinal
"aku tahu aku salah! aku udah gak jujur sama kamu! Tapi aku bisa jel,-"
ucapan Kinal terhenti, dia merasakan pipi kirinya panas. "Ve.. kamu!"
"CUKUP! aku udah gak mau lagi denger ocehan kamu!! Kamu tahu gimana cerita aku sama dia, kamu udah aku anggap sebagai sahabat aku tapi, tapi.. apa yang kamu lakuin, kamu nusuk aku Kinal! Kamu mau bunuh aku dengan semua rencana yang sudah kamu susun sebelumnya!!" ucap Ve dengan air mata yang tidak berhenti mengalir "aku muak sama kamu! kamu gak ada bedanya sama dia!! .... Ahhh, aku lupa! Jelas kamu gak akan berbeda sama dia, karena dia itu Kakak kamu! Ia kan?!" lanjut Ve dengan suara begitu tersakiti "kamu denger yah, mulai detik ini kamu bukan lagi sahabat aku! Dan aku gak mau lagi ketemu sama KAMU!!" Ve melepaskan genggaman lengan kinal di pergelangannya seraya pergi meninggalkan Kinal.
Kinal tidak bisa melakukan apapun, dia hanya bisa melihat tanpa bisa mengejar Ve. Karena Kinal tahu, percuma dia mengejar Ve. Dia sangat marah padanya dan usaha apapun untuk menenangkan Ve itu semua akan sia-sia. "Maafin aku Ve!" lirih Kinal "Maafin Kinal bang!!" Kinal mengambil photo yang sudah tergeletak di jembatan itu.

Keesokan harinya, Kinal berangkat ke sekolah. Kali ini dia pergi sendiri, biasanya dia barangkat bareng dengan Ve. Dia yang menghampiri Ve karena letak rumah Kinal lebih maju agak jauh dari rumah Ve. Kinal sempat diam di depan rumah Ve sejenak sampai dia akhirnya memberanikan diri mengetuk pintu rumah yang memiliki pekarangan luas itu, tapi sayang yang Kinal dapat hanya jawaban dari pembantunya kalau Ve sudah berangkat diantar papa nya.

sesampainya di sekolah, Kinal tidak masuk ke kelasnya melainkan ke kelas nya Ve. Dia bertanya pada teman sekelas Ve dan lagi-lagi dia hanya mendapat jawaban 'Ve tidak ada disini' teman-temannya bilang kalau Ve belum terlihat masuk kelas. Kinal mematung sejenak dengan jawaban teman sekelas Ve "dia sudah berangkat dari tadi, harusnya dia sudah sampai!" bisik hati Kinal, dia pergi dari kelas setelah mengucapkan terima kasih. Kinal berjalan seolah tanpa menapaki bumi, pikirannya begitu mencemaskan Ve yang sekarang entah masih dimana. Saat sudah setengah perjalanan menuju kelasnya, langkah Kinal terhenti. Mereka saling mengunci tatapan di antara kelas yang jaraknya sekitar 3meter lebih, Ve sadar akan siapa yang dilihatnya tapi dia tidak menghiraukannya. Ve melanjutkan langkahnya begitupun Kinal dan saat tubuh mereka akan saling bertemu dengan cepat Kinal menghalangkan badannya di depan Ve, Ve menatapnya tajam.
Kinal merasakan sakit saat melihat tatapan itu, tapi dengan semua tenaga yang di miliki. Kinal akhirnya berbicara "aku mau bicara ve?"
"aku gak mau bicara!"
"aku mohon! Aku akan menjelaskan semuanya!"
"aku udah gak butuh penjelasan!!"
mereka saling bicara dengan ditatap oleh teman-teman sekolahnya
"Ve.. semua ini...,- aku melakukannya bukan tanpa sebab Ve!"
"dengan ataupun tanpa sebab, semuanya sudah terjadi! Dan buat aku penjelasan seperti apapun yang akan kamu katakan, tidak akan merubah kebencian aku sama kamu dan juga dia!!"
Ve mengucapkan itu dengan begitu dingin dan dia berlalu meninggalkan Kinal tanpa mendengarkan lagi apa yang akan diucapkan Kinal. Kinal menutup matanya, dia merasakan sesuatu yang hangat mengalir membasahi pipinya.


Hari berganti dalam satu robekan, setiap angka yang tertera dalam kalender dia bulati dengan tinta biru. Kinal hanya bisa menghela nafas setiap melakukan kegiatan itu dalam beberapa hari ini. Hari demi hari, setiap lingkaran yang dia buat berlalu tanpa ada yang seru. Setiap mengingat hari-hari yang dilaluinya disekolah kini membuat dada Kinal terasa sesak, melihat sikap Ve yang dingin seperti itu membuat hatinya merasakan sakit. Memang awalnya dia bermaksud untuk menyampaikan pesan kakaknya yang sudah meninggal sejak setahun yang lalu, dengan skenario yang sudah dia buat sedemikian rupa agar tidak menyakiti hatinya Ve. tapi kenyataan
memang tidak pernah bisa ditebak. Sebagus apapun skenario yang sudah disiapkan, pada akhirnya itu hanyalah sebuah skenario yang mungkin alurnya tidak akan selalu sama dengan rencana awal.
yang akhirnya ternyata Kinal malah masuk begitu dalam di dalam kehidupannya Ve, dia tahu setiap detail cerita kehidupan Ve. Baik dengan keluarganya, teman-temannya di sekolah, dan bahkan saat dengan Kakaknya.
Kinal bisa merasakan bagaimana sakitnya ada di posisi Ve saat itu. Tapi Kinal juga tidak bisa memungkiri bahwa dia bisa merasakan bagaimana tersiksanya Kakak satu-satunya itu saat harus meninggalkan Ve dengan kata-kata kasarnya menjauhkan diri dari jangkauan Ve, perempuan yang sangat dia cintai. kakaknya berjuang untuk menahan sakit di hati dan juga kepalanya. Mungkin saat itu untuk kakaknya lebih terasa nyaman menahan sakit yang berdenyut hebat di kepalanya ketimbang rasa sakit yang menyesaki hatinya.

**
Pagi ini Kinal tidak berangkat ke sekolah karena sekolahnya libur. Dia berbaring di atas tempat tidurnya memandangi langit-langit
"Kinal.." teriak ibunya memanggil Kinal dari bawah
"ya mah!" jawab Kinal, dia menarik tubuhnya untuk bangun dan segera menghampiri ibunya. "ada apa mah?" tanya Kinal setelah sampai
"hari ini mama mungkin akan sampai larut ada di kantor, jadi mama minta tolong sama kamu ya!? Bolehkan?!" "ya boleh lah mah, masa ia Kinal menolak permintaan mama!" jawab Kinal.
Ibunya lalu memberikan instruksi padanya untuk Kinal pergi ke supermarket membeli kebutuhan kulkas yang sudah hampir ludes.
"karena belanjanya cukup banyak, sebaiknya kamu minta tolong sama Ve untuk nemenin kamu belanja sayang!" ucapan terakhir mama nya membuat Kinal melamun "kok, malah bengong sih anak mama!" dengan melihat ke wajah Kinal, ibu merasa kalau anak gadisnya ini sedang menyembunyikan sesuatu.
"ah, nggak mah! gak apa-apa kok, yaa.. mm nanti Kinal minta tolong sama Ve sekalian nemenin Kinal ngabisin libur sehari ini! Hehe" ucap Kinal dengan raut wajah tidak secerah biasanya. Ibu yang melihat itu dengan lembut membelai pipi anaknya
"maafin mama sama papa ya sayang! Karena kami, kamu jadi harus ikut pindah sana-sini. Sampai kamu tidak pernah punya sahabat atau teman dekat lainnya!" ucapnya dengan suara lembut
"mama bicara apa sih? Kinal senang kok, bisa ikut terus sama mama papa. Mama gak perlu khawatir soal Kinal! Ok?" dengan mengedipkan sebelah matanya pada sang ibu, Kinal berbicara mantap
"mama sangat bersyukur dikarunia putri seperti kamu sayang!" Kinal tersenyum mendengar ucapan ibunya "Mama tahu kamu pasti akan berat mengatakan pada Ve kalau kamu akan pindah kota lagi, ia kan? Selama kita pindah-pindah kota, baru kali ini mama lihat kamu jalan ke sekolah saat berangkat ataupun pulang tidak sendirian. Kamu punya sahabat di Kota ini! Yakinkan Ve meski nanti kamu ikut pindah lagi sama mama dan papa, kamu tidak akan melupakan dia sebagai sahabat terbaik kamu! Kamu harus tetap jaga komunikasi dengan sahabat kamu itu, ya sayang?!" Kinal mengangguk dengan tenggorokannya terasa sakit karena harus menahan air mata. Obrolan kecil itu terhenti karena ayah sudah memangil ibu untuk berangkat ke kantor.
"semuanya gak akan berat mah! Ve udah benci sama Kinal"
bisik lirih Kinal dengan matanya melihat punggung orang tuanya berlalu.

Setelah selesai mandi dan berbenah diri, Kinal pun bersiap pergi ke supermarket. Rencananya, Kinal akan menaiki bus menuju supermarket, dia tentu pergi sendiri karena meminta tolong pada Ve untuk menemaninya sudah sangat mustahil bisa terkabul seperti dulu-dulu. Tapi akhirnya dia urung melakukan rencananya dan beralih pada motor maticnya yang terparkir di garasinya, Kinal menstarter motor untuk memanaskan mesinnya terlebih dulu. Saat itu Kinal tidak berpikir panjang, kalau dia ke supermarket pakai motor dengan belanjaan yang lumayan banyak bagaimana dia menghandle nya.

Sesampainya di supermarket Kinal mengitari setiap sudut supermarket, dengan list ditangan kanannya dan tangan kiri dia pakai untuk mendorong kereta belanjaan. Kinal memasuki lorong tempat buah-buahan dan sayuran yang terpajang rapi. Kinal memilih buah-buahan, dan saat dia memilih entah karena apa sudut matanya melihat kearah tempat sayuran. Kinal melihat Ve, dia juga ternyata sedang belanja. Ada keinginan yang kuat mendorongnya untuk menyapa Ve, tapi Kinal hanya bisa menghela nafas. Karena Kinal tahu bagaimana reaksi yang akan di perlihatkan Ve padanya, Ve hanya akan menatapnya tajam lalu berjalan melewatinya. Hanya bahu dan bahu yang berpapasan, hanya aroma dari tubuhnya yang bisa tercium, Hanya itu tanpa ada sepatah katapun. Kinal terdiam sementara Ve sudah berlalu dari spot itu.

Kinal selesai membeli semua pesanan yang ditulis ibunya. Dia segera berjalan ke parkiran membenahi semua belanjaannya agar tidak mengganggunya saat menyetir matic.
Di perjalanan Kinal tidak begitu fokus, dia masih membayangkan saat dia tadi melihat Ve di supermarket, air matanya perlahan keluar dari sudut bola matanya. Kinal terus melamun sambil membawa matic dan belanjaannya dan.... *jegerrrr#*$q~@#-$@* motor yang Kinal kendarai menabrak pantat angkutan kota yang berhenti mendadak dan dia tidak sempat mengerem maticnya sampai akhirnya dia terjatuh.
Saat Kinal membuka matanya dia melihat kerumunan orang-orang mengelilinginya, Kinal meringis kesakitan merasakan tangannya sakit dan dia mulai merintih. Orang-orang itu pun segera membawa Kinal ke rumah sakit terdekat.

*
Di sekolah, Ve duduk termenung menikmati hangatnya sinar mentari yang masuk melalui celah jendela di kelasnya. "kenapa aku gak lihat Kinal beberapa hari ini?" katanya dalam hati "biasanya dia ada di bangku halaman saat istirahat!" tak lama Ve merubah ekspresi lamunannya. Dia mengerung "kenapa juga aku harus mikirin penghianat kayak dia!" ...
"ingat Ve, Kinal dan Kakaknya sudah bikin kamu merasakan sakitnya dihianati!!" lalu Ve memejamkan matanya, merasakan udara segar pagi ini masuk memenuhi rongga paru-parunya. Beberapa menit kemudian kelas mulai penuh, murid lainnya mulai berdatangan. Di pojok kelas tepat di jajaran tempat yang Ve duduki, beberapa murid perempuan sedang bergosip ria membicarakan yang mereka lihat di infotainment, membicarakan idol group yang lagi mainstream (dibaca JKT48), ketawa-tiwi dengan suguhan topik yang itu-itu lagi. Ve hanya menopang dagu, tanpa ada keinginan untuk gabung dengan mereka. Sampai waktu menunjukan tinggal 4menit lagi menuju bell masuk, Ve mendengar ocehan mereka yang membuat dia gemetar. Ve mendengar mereka membicarakan Kinal yang mengalami kecelakaan motor, Ve menggigit bibir bawahnya saat mendengar hal itu. Mereka dengan sangat jelas dan gamblang berbagi cerita tentang kronologi kecelakaan yang dialami Kinal. Kenapa dia harus merasakan gemetar saat mendengar sesuatu yang buruk menimpa bekas sahabatnya itu?

Selama jam pelajaran, tubuh Ve memang di kelas tapi tidak dengan pikirannya yang sedang mencari tahu dengan tebakannya kalau luka yang dialami Kinal tidak separah seperti yang digunjingkan teman-temannya tadi. "Kinal tidak selemah itu! Dia juga jago mengendarai motor!! Kenapa Kinal sampai seceroboh itu melukai dirinya sendiri!?" ... "kenapa kamu seteledor itu Kinal?!" Ve menghela nafas panjang sampai guru yang sedang memberikan materi pelajaran menegurnya. Ve meminta maaf, dan dia kembali melanjutkan lamunannya bukan memperhatikan gurunya.

Meskipun persahabatan yang mereka bangun baru berjalan selama 8bulan, tapi ikatan itu begitu kental diantara mereka berdua. Ve tahu bagaimana Kinal begitupun sebaliknya, Ve kenal dengan keluarganya Kinal begitupun Kinal, mereka saling tahu bagus dan jeleknya masing-masing diri mereka. Meski Ve merasakan sakit hati saat tahu kenyataan jika Kinal adalah adik dari pria yang pernah membuatnya jatuh cinta begitu dalam, dan dengan jelas kalau Kinal tahu semua tentang Ve dari kakaknya bahkan sebelum mereka menjadi sahabat sampai Ve merasa kalau Kinal sudah menghianatinya dengan tidak bicara jujur. Tapi hati kecil nya tetap selalu memikirkan Kinal, apalagi sekarang dia mendengar kabar tidak baik tentang Kinal.

Waktu yang ditunggu selalu lambat datangnya, beda dengan waktu yang tidak kita tunggu dia begitu cepat menghampiri kita. 3mata pelajaran berhasil Ve lalui dengan setengah pikirannya, hingga mencapai jam istirahat. Dengan cepat Ve menutup bukunya dan segera keluar kelas, Ve sampai di kelas Kinal tapi dia tidak melihat orang yang sedang dibencinya itu. Ve meneruskan pencarian dengan langsung berjalan kearah bangku dihalaman, dan lagi Ve tidak mendapati sosok Kinal "kamu dimana sih?!" gumam Ve, dia jelas mendengar kalau teman kelasnya tadi pagi melihat Kinal masuk sekolah dengan tangan kanannya di gips. Ve mulai menanyakan keberadaan Kinal pada teman sekelasnya, tapi dia hanya dapat jawaban "Kinal memang masuk sekolah, tapi setelah bell istirahat berbunyi dia pergi keluar seperti biasa!"

Ve keluar dari kelasnya Kinal, dia berjalan dan langkahnya terhenti karena dia melihat dengan sangat jelas sosok yang sedang berjalan kearahnya dengan menundukan kepala dan tangan kanan di gips persis seperti yang dibicarakan, di keningnya ada sebuah plaster menempel. Dan entah dimana lagi luka yang di sebabkan dari kecelakaannya bersama matic merahnya. Ve masih melihat Kinal yang berjalan menunduk, wajahnya tampak lusuh. Atau memang sudah lusuh setelah kemarahan besar Ve dan sikap dingin yang dipelihatkan Ve padanya.
Ve meneguk ludahnya sendiri, Dia merasa bersalah pada adik dari pria itu. Ada bisikan di kepalanya Ve untuk menghampiri Kinal dan menanyakan keadaannya. Namun tidak tahu kenapa Ve sepertinya terkunci dan dia hanya berdiri melihat Kinal yang semakin dekat padanya. Semakin dekat dan terus mendekat sampai akhirnya mereka berdua saling berhadapan, saling bertatapan dalam diam.
"permisi!" ucapan Kinal membuat Ve terkejut. bukan seperti itu harusnya, pikir Ve.
Kinal biasanya melihat kearahnya meski dia tidak pernah membalas tatapan Kinal.

Kembali Ve tidak bisa berkonsentrasi dengan kelasnya, dia seperti dengan sengaja men SKIP pelajaran demi pelajaran yang harusnya dia ikuti hari itu. Bell pulang berteriak, gemuruh murid-murid yang keluar seperti sebuah kehidupan singkat yang berdetak cepat setiap harinya.

"Kinal" panggil Ve, membuat langkah Kinal terhenti. Dia berbalik untuk menghadapi si pemanggil "aku mau bicara sama kamu!" kata Ve melanjutkan.
Kinal memainkn bibirnya "sekarang kamu udah mau bicara sama aku Ve?" tanya Kinal
"ikut aku!" tanpa menjawab pertanyaan Kinal, Ve menarik tangan kiri Kinal dan membawanya, Kinal tidak melakukan perlawanan dia mengikuti langkah cepat Ve.
Mereka sampai ditempat itu, Ve membawa Kinal ketempat favoritnya. Suasana aneh melingkupi mereka berdua, tidak satupun dari mereka mengeluarkan suara. Hanya terdengar deru suara kereta api beberapa kali lewat di bawah yang menyeruak diudara.

Kinal merasakan kepalanya sakit, harusnya hari ini dia tidak masuk sekolah karena masih harus istirahat. Tapi karena Kinal tidak punya banyak waktu yang tersisa akhirnya dia memutuskan untuk tetap datang ke sekolah dan berpamitan pada kepala sekolah dan guru-guru. Kinal memijat kepalanya pelan, Ve yang melihat hal itu merasa khawatir.
"ada yang mau aku bicarakan"
"ada yang mau aku bicarakan"
tanpa diduga, mereka berdua mengeluarkan kalimat itu secara bersamaan.
"kamu duluan!" ujar Ve, Kinal tidak mau berdebat dia pun memulai kalimatnya
"karena hari ini aku punya kesempatan untuk bicara sama kamu tanpa harus aku yang memaksa, aku mau bilang..." ucapan Kinal terhenti sejenak, dia melihatkan pandangannya kearah depan. "aku mau bilang... aku minta maaf karena sudah membohongi kamu tentang siapa aku, tentang bang Danis! Aku harusnya jujur dari awal saat aku berhasil menemukan tempat tinggal kamu!! Tapi aku tidak melakukan itu, karena saat aku akan bercerita lidahku sepertinya kelu sampai aku tidak bisa bicara apapun." Ve melihat Kinal sekilas. "terlebih saat kamu mulai terbuka menceritakan bagaimana saat bahagia kamu sama abang ku dan saat hancurnya perasaan kamu karena abangku juga, aku benar-benar minta maaf karena tidak juga bilang yang sebenarnya pada kamu. Aku takut Ve, aku takut kalau kamu akan membenci aku karena aku adiknya bang Danis, kalau aku adalah adik dari laki-laki yang sudah membuat kamu kehilangan semangat kamu untuk menjalani hari-hari kamu."
Ve memejamkan matanya merasakan sakit di dadanya saat mendengar ucapan Kinal
"meski aku tahu akhirnya pasti kamu akan tahu siapa aku, dan kamu akan membenci ku. Aku tetap tidak bilang yang sebenarnya, aku biarkan itu untuk bisa menikmati hari-hari ku bersama sahabatku yang mungkin tidak akan berlangsung lama." Kinal terdengar serak "tapi ternyata, Tuhan mempercepat semuanya! Dia membuka kebenaran tentang siapa aku begitu cepat dari dugaanku, dan kamu mulai membenci aku dan membenci bang Danis lebih dalam!" ... "aku benar-benar minta maaf Ve! Aku minta maaf karena aku sudah membohongi kamu! Aku minta maaf atas nama abangku yang sudah membuat kamu sakit!!" Suara Kinal terhenti, Ve masih terdiam tanpa tahu apa yang harus dia lakukan.

Kinal mengedepankan tasnya, dia mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Dan lalu dia memberikan sebuah amplop pada Ve dengan tangan kirinya, Ve hanya bisa melihat amplop itu lalu melihat Kinal.
"ambilah Ve, ini milik kamu! Ini yang seharusnya aku berikan sama kamu saat aku tahu dimana kamu tinggal! Ini harusnya menjadi sekat untuk kita tidak menjalin persahabatan!! Maaf karena aku terlambat memberikannya" dengan wajah masih terlihat bingung akhirnya Ve pun menerima amplop berwarna putih dengan sentuhan biru di beberapa sudutnya.
"apa ini dari.."
"ia, itu dari bang Danis! Dia minta aku untuk ngasih itu sama kamu!!"
"kenapa tidak dia langsung yang memberikannya?" tanya Ve dengan tangannya sudah menggenggam amplop. Kinal tersenyum tipis
"dia sudah tidak mungkin lagi bisa memberikan itu sama kamu lewat tangannya sendiri Ve!"
Ve mengerung dengan pernyataan Kinal

Ve masih memegang amplop itu, saat dia akan membukanya Kinal dengan segera memotong dengan pertanyaannya, agar Ve tidak membaca di tempat ini
"tadi, kamu bilang mau bicara? Apa yang mau kamu bicarakan Ve?"
Ve melihat Kinal yang sudah melihatnya, sebelum bicara, Ve memasukan amplop nya terlebih dahulu.
"emm, aku mau... ehh gimana sama luka kamu!?" Ve mengalihkan pandangannya pada tangan Kinal yang di gips. Kinal mengerung, sepertinya bukan itu yang mau Ve bicarakan.
"Oh, ini.." kata Kinal melihat tangannya "gak apa-apa kok! seperti yang kamu lihat, cuma di gips terus satu plester di kening!" Ve hanya mengangguk meng ia kan pernyataan Kinal.

Kinal dan Ve kembali saling diam, Kinal merasa atmosfer nya benar-benar aneh, dia sedang berdiri dengan sahabatnya tapi karena Ve sudah tidak mau lagi menganggapnya sebagai sahabat dan secara terang dia bilang kalau dia benci sama dirinya, suasana jadi terasa sangat aneh dan canggung bila mengingat apa saja yang sudah mereka lakukan di waktu dulu. Pun dengan Ve, dia yang menarik Kinal ke jembatan itu dan sekarang malah dia sendiri yang sepertinya kehilangan semua kata-katanya saat ada di dekat Kinal. Beda dengan dulu kalau dia sedang di dekat Kinal dia bisa merasakan bebas dan tidak pernah kehabisan kata untuk dia ucapkan di depan Kinal. Dan lagi, tanpa di sadari mereka melakukan gerakan yang sama. Jika tadi mereka mengeluarkan pernyataan yang sama maka sekarang mereka menghela nafas dalam, secara berbarengan. Kinal yang selalu menjadi pencair suasana akhirnya bicara untuk membunuh ke anehan diantara mereka
"emmm, ini udah mau malam! Sebaiknya kita pulang, dan... langit nya juga kayaknya mau nurunin hujan!!"
ucap Kinal sambil melihat keatas, Ve ikut mengarahkan matanya ke atas dan lalu merespon pernyataan Kinal dengan anggukan. 2sahabat itu pun pergi menuju rumahnya, selama perjalanan baik Ve dan Kinal tidak ada yang bicara. Mereka diam bungkam dengan pikirannya masing-masing.

Sesampainya di rumah, Ve merenung sejenak dengan pertemuannya tadi dengan Kinal. Pertemuan yang dia sendiri yang menciptakannya. Tadinya Ve ingin bilang kalau dia sudah salah karena marah sama Kinal untuk hal yang tidak pernah dia lakukan, bukan salah Kinal juga kalau ternyata dia adiknya Danis, bukan salah Kinal kalau dia tidak bisa dengan cepat memberitahukan Ve tentang siapa dia sebenarnya. Ve mendesah dengan menjatuhkan tubuhnya diatas tempat tidur, menyesali dirinya sendiri karena tidak bisa melakukan apa yang ingin dia lakukan. Saat Ve asik menatap langit-langit rumahnya, Ve teringat pada sebuah amplop yang tadi Kinal berikan dengan cepat Ve bangun dari rebahannya dan mengambil tasnya lalu mengeluarkan amplop itu. Dia membuka secara perlahan dan mengeluarkan isinya yang ternyata selembar kertas, Ve membuka kertas itu secara perlahan dan mulai membacanya

Ve menutup mulutnya sendiri saat membaca setiap baris yang tertulis di atas kertas itu, Ve merasakan dadanya sesak karena air mata terus saling mendorong untuk keluar dari muaranya. Apa yang ditulis di dalam surat itu benar-benar membuat Ve merasakan sakit lebih dari saat dia mengetahui kenyataan kalau orang yang dia cintai mengatakan dia meminta putus padanya dan berkata begitu kasar lalu esoknya mereka tidak pernah saling bertemu lagi. Air mata Ve begitu deras tidak bisa dia bendung, mengetahui kebenaran kalau Danis dulu meninggalkannya karena dia terpaksa melakukan itu. Dia tidak ingin melihat orang yang sangat dia cinta menderita karena harus melihat dirinya pergi dari dunia ini dengan siksaan sakitnya kanker otak yang menggerogoti tubuhnya. Danis tidak ingin melihat Ve menangisi dirinya. Ve menjatuhkan kertas itu, dia sangat merasa bersalah atas tingkahnya selama ini dan dia merasa kalau dirinya begitu bodoh tidak bisa mengetahui kalau kekasihnya ternyata sedang sekarat karena penyakitnya itu. Ve malah sibuk membenci Danis sementara Danis mencemaskan kehidupannya setelah sikap kasar yang dia ciptakan untuk Ve. Dan sekarang Ve malah menambah kebodohannya dengan sempat dan mungkin masih tersisa di hatinya membenci Kinal yang adalah adik dari Danis, rasa bersalah kini menghantui Ve.
Dia mengingat setiap tingkahnya yang setiap hari menebalkan rasa bencinya pada Danis dan satu bulan terakhir ini dia juga begitu dalam membenci Kinal, dan mengingat Kinal mengalami kecelakaan motor rasa bersalah yang menyelami hatinya kini begitu dalam dan semakin dalam karena dia tahu Kinal pasti melakukan kecerobohon itu karena memikirkan dirinya yang sudah menjauhi dan memusuhinya. Ve benar-benar menyesali sikap egoisnya itu dengan terus mengulang kata maaf untuk Danis dan juga Kinal dengan ditemani lelehan air mata yang begitu deras hingga tidak terasa Ve tertidur dalam penyesalannya dan sesekali terdengar sesenggukan.

Keesokan harinya saat Ve terbangun dia merasakan matanya berat, dia ingat semalam dia menangis sampai dia jatuh tertidur. Dan.. Saat pikirannya sudah bangun semua Ve segera mencari telpon genggamnya, dia ingin menghubungi Kinal dan menyatakan permintaan maafnya. Tapi saat handphone berwarna putih miliknya sudah dia genggam Ve malah urung melakukan niatnya dan dia segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan badannya dan bersiap-siap pergi ke sekolah, meski Ve tahu ini baru jam 5pagi. Dia tidak memperdulikan hal itu, karena dia ingin melakukan apa yang ingin dia lakukan. Sampai lebih dulu di sekolah untuk menunggu Kinal dan segera meminta maaf secara langsung padanya.
20menit Ve berada di kamar mandi itu membiarkan air dingin dari shower membasuh seluruh permukaan tubuhnya, dia segera mengenakan pakaian dan duduk di meja yang di depannya terpampang sebuah cermin berukuran cukup besar. terlihat nyata wajah Ve yang sembab bekas tangisan yang dia bawa tidur semalam, tapi Ve tidak mau ambil pusing, biarlah matanya terlihat bengkak.

Kinal duduk di tepi tempat tidurnya, lalu dia berdiri ke dekat jendela kamarnya. Udara dari nafasnya membuat jendela itu buram, dengan jari kirinya Kinal mengukir namanya dan juga Ve hingga keburaman itu hilang bersama tulisannya.
*Ashita ga kurunara ......* ringtone hp nya Kinal berdering, dia segera berjalan ke meja tempat hp nya tergeletak. Kinal melihat nama si pemanggil
"halo, kenapa mah?" ucap Kinal dengan nada tak ada semangat
"kamu baru bangun sayang?"
"enggak mah, Kinal udah dari jam setengah5 tadi bangun!"
"......"
"mah, halo..? Mama masih disana kan?" Kinal bertanya karena tidak mendengar suara ibunya
"ah, i-ia.. Mama masih disini sayang!" jawab ibu tergagap
"mama kenapa nelpon Kinal pagi-pagi gini? Mama pasti mau nanyain kalau Kinal udah siap berangkat atau belum? Ia kan mah?!"
Ibu tersenyum dengan pertanyaan anak bungsungnya itu
"kamu tahu aja apa yang mau mama katakan! Mama cuma hawatir sama kamu sayang!"
"mah, Kinal kan udah sering bilang sama mama. Jangan terlalu menghawatirkan Kinal! Kinal... Kinal kan anak mama yang kuat.."
tutup Kinal dengan memberikan tawa kecilnya, membuat mama ikut tertawa menyambut kata-kata Kinal
"apa kamu yakin sayang, kamu mau ikut pindah sama mama papa?"
"kok, mama nanyanya gitu sih?! Kinal kan bukan baru kali ini mah, ikut mama sama papa pindahan!"
"mama tahu sayang, mama cuma..,-" suara ibu terhenti sejenak
"cuma apa mah?" tanya Kinal penasaran
"cuma, ini kan kali pertama kamu punya sahabat. Setelah kamu selalu ikut mama papa pindah dari satu kota ke kota lainnya! Apa kamu yakin? Mau meninggalkan sahabat kamu, sayang?!"
Kinal terdiam mendengar ucapan ibunya
"udah gak ada lagi yang bisa Kinal lakukan disini mah! Biarlah Ve menjalani kehidupannya disini dan Kinal... seperti biasa ikut sama mama dan juga papa!" suara Kinal terdengar serak
"kalau memang itu keputusan yang mau kamu ambil, mama mendukung kamu! Tapi mama minta sama kamu, pamitlah dulu sama Ve, walau hanya lewat telpon!"
"ia mah, Kinal akan pamit sama Ve..."

20menit Kinal berbicara dengan ibunya, dia menutup telpon sambil menghela nafas.
Kinal sudah siap untuk berangkat ke stasiun kereta api, dia naik kereta bisnis jam 10 menuju Jogjakarta. Karena jarak dari rumah ke stasiun kereta hanya butuh waktu 1jam perjalanan, maka Kinal memutuskan untuk pamit pada Ve pagi ini juga sebelum Ve berangkat ke sekolah.

Kinal sudah berada di seberang rumah Ve, dia diam sambil mendengarkan musik. Matanya tak beralih dari rumah bergaya modern minimalis berbentuk persegi dengan halaman yang cukup luas, Kinal terus melihat ke rumahnya Ve dengan sesekali melihat jam di handphone nya. Sekolahnya masuk jam setengah 8 dan biasanya dia bareng Ve berangkat barengan jam setengah7 dan ini sudah setengah7 pas, tapi belum terlihat tanda-tanda ada pergerakan dai rumah Ve.
Kinal masih menggerak-gerakan kakinya mencoba mengikuti alunan musik, Kinal kembali melihat jam di hp nya dan ternyata sudah tertulis 06.48.. Kinal mengerungkan wajahnya, bibir atasnya menggigit bibir bawah. Kinal menghembuskan nafas dari mulutnya dengan pikiran tak karuan "kenapa Ve belum keluar juga?" ... "apa isi surat itu? Apa mungkin Ve menjadi semakin marah padaku?!" ... Kinal tidak bisa menenangkan dirinya sendiri "Ve... keluarlah, aku cuma mau pamit!!" gumam Kinal dengan suara kecil. Dan kembali Kinal melihat jam, *sigh* dia mengeluarkan keluhan lewat nafasnya saat melihat jam ternyata sudah 07.04, untuk menjawab rasa penasarannya Kinal berniat menghampiri rumahnya Ve, dia sudah berdiri di depan gerbang tangan kirinya sudah menempel di atas bel tapi Kinal tidak menekannya, dia malah melihat kearah jendela kamar Ve.
"sudahlah, Ve pasti sudah tidak mau lagi ketemu sama aku!! Karena aku terlalu lama menyimpan surat yang seharusnya kuberikan saat aku ketemu sama dia pertama kali." Kinal menarik tangannya dan mulai pergi menjauh dari rumah Ve. Dia berangkat ke stasiun.

"kenapa Kinal belum datang?"
Ve melihat jam tangannya 07.08, Ve sudah sampai di sekolah dari jam 06.24 pagi. Dia menunggu dengan gelisah, dan pikirannya yang masih bisa membaca isi surat. beberapa teman sekelas Kinal hanya melihat Ve sekilas tanpa ada yang bertanya, sampai ada seorang murid di kelas itu yang menyapa Ve
"Pagi Ve!" Ve melihat ke pemilik suara, dia tersenyum lalu membalas sapaan murid perempuan itu.
"Pagi juga Frieska!"
"kamu.. nungguin Kinal?"
tanya murid yang bernama Frieska dengan tangannya dia mainkan menunjuk kearah kelas,
Ve mengangguk menjawabnya "tapi, dari tadi aku belum lihat Kinal! Dia kan biasanya jam 7 lebih dikit juga udah dateng!!" Frieska mengerung ke arah Ve "sementara ini udah.." Ve melihat lagi jam tangannya "hampir setengah 8 kurang 4menit lagi!!"
"kamu serius? Mau nungguin Kinal? Ve!?" tanya Frieska membuat Ve bingung
"maksudnya?"
"ia.. Kinal kan gak mungkin dateng Ve!" Ve masih bingung dengan yang di ucapkan Frieska teman sekelasnya Kinal ini, 'Kenapa dia bilang Kinal gak mungkin dateng!?' kata hati Ve "kemarin kan hari terakhirnya dia..." Ve membuka mulutnya mematung saat mendengar 'hari terakhir' "di sekolah Ve, Kinal kan udah,-"
"m-ma..maksud kamu apa Frieska?! Kenapa kamu bilang kemarin hari terakhirnya Kinal!"
Ve memotong ucapan Frieska dan Frieska terlihat heran dengan ekspresi Ve.
"ia.. kemarin Kinal udah pamitan sama kita teman-teman sekelas, kalau kemarin itu hari terakhirnya Kinal di sekolah karena dia harus ikut lagi pindah sama orang tuanya!!" Ve masih mematung mendengar penjelasan Frieska. "sebelumnya juga dia sudah pamit pada kepala sekolah, wali kelas dan guru-guru! Emang kamu gak tahu Ve?" sekarang Ve hanya bisa menggeleng pelan "Kok bisa?" kata Frieska dengan suaranya yang pelan, Ve terlihat lemas dengan apa yang baru saja dia dengar dari Frieska.

Bell pun berbunyi, Ve pamit untuk ke kelas dengan tenaga seadanya dia mengucapkan kata pamitnya pada Frieska. Ve berjalan tapi di tidak masuk ke kelas melainkan pergi ke kamar mandi, Ve berdiri di depan kaca yang ada di kamar mandi sekolah. Dengan cepat Ve merogoh tasnya dan mengeluarkan handphone nya, dia segera menekan 4 'Fast Diall 4 di ponsel Ve adalah Kinal! Setelah keluarganya, dia menyimpan nama dan nomor Kinal di angka itu!!' dia mendengarkan bunyi yang keluar dari handphonenya itu, setelah bunyi
*tuut, tuuut, tuuuut.. Bukannya ada suara Kinal yang terdengar malah suara operator 'Nomer yang anda tuju sedang sibuk, silahkan hubungi bebera,-' Ve tidak menunggu suara si operator sampai habis, dengan cepat Ve kembali mencoba menekan angka 4. Kali ini memang ada suara perempuan dengan kata-kata lain tapi itu tetap bukan Kinal, itu masih suara Operator yang kali ini mengalihkn panggilan Ve ke Maill Box nya Kinal. Ve hanya bisa menggigit bibirnya untuk menahan tangis, beberapa detik lamanya dia langsung berinisiatif untuk mengubungi mama nya Kinal.

"Hallo manis?!" suara berat itu kini berdiri tepat di depan Kinal, Kinal mengitarkan pandangannya pada 4laki-laki yang sekarang sedang menghalangi jalannya.
"aduhh, kamu kenapa manis? Kok tangannya di sembunyikan sih! Hahahahaaa" ujar laki-laki kedua dengan diakhiri tawa meledek
"Ck, hmmm.. kalian lagi!! Gak ada kapok-kapok nya ya!!" ucap Kinal tanpa ada rasa takut, meskipun di dalam hatinya dia merasa ciutt karena dengan kondisinya sekarang Kinal sudah barang tentu akan kalah dari mereka ber4.
"aduh, aduh.. tangan udah di tenteng gitu masih aja belagu!! Lu gak takut apa?"
"takut? Sama kalian? HaH! Yang benar saja, masa gue harus takut sama cowok-cowok lembek kayak Kalian!! Apa kata dunia?! Hahahaa" dengan nada mencibir Kinal membalas pertanyaan si laki-laki satu
"hm, gue akuin lu emang cewek paling menarik yang pernah gue temui!lu cantik, manis, jago berantem. Dan.. gue suka sama cewek kayak lu!"
"terus? Gue harus nganga depan lu karena lu udah muji gue gitu?! Hah!!" bibir Kinal membuat senyum sinis.
Ini masih jam 9 dan suasana Stasiun sudah tidak seramai saat tadi jam 7pagi ketika semua orang di ibu kota
memulai aktifitas mereka.
Kinal akan turun dari jembatan tempat favoritnya ketika dia di halangi oleh 4 orang laki-laki yang dulu pernah berurusan dengannya, saat pertama kali bertemu dengan Ve. Dulu mereka dengan enaknya menggangu Ve yang hanya bisa tertunduk mengharapkan bantuan dari orang-orang yang lewat, tapi ini Jakarta.. sangat sedikit orang yang dihatinya masih punya rasa simpati. Jangankan untuk menolong, untuk menegur si begundal-begundal pun mereka enggan melakukannya karena mereka terlalu takut atau mungkin mereka memang sudah tidak punya perasaan untuk saling tolong-menolong.
"udahlah bos, bawa aja ni cewek! Lagian dia sekarang bisa apa sih? Tangannya aja di gantung! Gue yakin dia gak aka sanggup melawan kita ber4!!" kata si laki-laki 3 pada temannya yang dia panggil boss, yang tadi bilang kalau dia suka dengan Kinal.
"heh, BOTAK! jangan ngeremehin gue ya? Walaupun tangan gue yang satu di gips bukan berarti gue gak bisa bikin kepala lu yang BOTAK itu bertato!!" kata-kata Kinal memancing emosi laki-laki yang dipanggil Botak oleh Kinal. "dan lu! BOSSong!! Jangan cuma bisa senyam-senyum aja! Sini lu kalau berani!? Lu suka kan sama gue?!! Hah!!" kali ini ucapan Kinal mampu membangkitkan emosi ke4 pria berbadan ceking kerempeng itu untuk mendaratkan satu atau dua pukulan di wajah dan perut Kinal, seperti dulu dia melakukannya pada mereka.

Setelah berhasil keluar dari sekolah tanpa diketahui oleh pihak sekolah, dengan tergesa dan tidak tenang Ve menunggu taksi. Namun karena taksi tidak ada juga akhirnya Ve memanggil tukang ojeg yang sedang mangkal di pertigaan tidak jauh dari sekolahnya. Ve menyuruh tukang ojeg itu untuk menggeber motornya secepat mungkin ke stasiun kereta api. Dia sudah mendengar semua dari ibunya Kinal, termasuk perihal surat dari Danis yang harusnya Kinal berikan ketika mereka bertemu. Dan Ve juga tahu kalau kereta yang akan membawa Kinal akan berangkat dalam waktu kurang dari 30 menit lagi
"mas cepetan dong mas!! Aku udah telat nih!!!"
"aduh neng ini udah kenceng tuh liat udah lebih dari 80km/jam!"
Ve mendongakan kepalanya melihat ke speedo meter motor bebek tua itu
"lebihnya dikit jadi gak kerasa, tancap lagi dong mas gas nya! Ayoo pokoknya cepetan, awas aja ya kalo aku telat ke stasiun! Gak akan aku bayar nih ojeg!!"
"aduh neng, cantik-cantik kok galak sih! Entar cepet tua loh!"
"udah jangan banyak ngomong lagi, nyetir motornya pake tangan dan kaki jangan pake mulut!! Cepetan!!!"
"ia, ia!!" motor itu berlari menembus jalanan ibu kota bedampingan dengan Kopaja, Metromini dan angkutan kota yang saling berseliweran tak karuan. tak mengindahkan keselamatan dirinya dan juga orang lain.

'--Brakkk--'
Kinal tersungkur, laki-laki botak yang tadi Kinal ledek berhasil menciumkan kepalannya di pipi Kinal.
"gimana rasanya bikin tatto?! Enak kan?!! Hahahahaaaa" dengan puasnya si botak menertawakan Kinal, saat Kinal coba berdiri tiba-tiba si laki-laki yang di ledek Kinal dengan kata 'BOSSong' menendang perut Kinal sampai akhirnya Kinal tergelatak merasakan sakit di perutnya
"posisi lu kayak gitu bakal bikin lu ngerasin BOSSong kepanggang sinar matahari!! Dasar cewek Tolo* belagu!!" hardiknya dengan begitu kasar, Kinal bukan gadis lemah yang bisa tumbang hanya dengan kepalan di pipinya dan tendangan di perutnya.
"Hah! Lu semua emang Payah, Lembek!! Cuma segitu kekuatan lu?! Buat numbangin gue yang cuma seorang cewek, dan dengan tangan gue di gips. Kalian harus bergiliran memukul gue sampai gue benar-benar terjatuh!! Hahahaaa" ucap Kinal dengan entengnya, posisi Kinal masih terbaring di atas tanah.
"sialan ni cewek, belagu banget!! Gue beri lagi baru tahu lu!!" si Botak menghampiri Kinal dan bersiap menginjakan kaki kanannya, tapi tiba-tiba si botak malah terjatuh.
Saat teman-temannya yang lain melihat si botak yang tergeletak, mereka lalu mengalihkan pandangan pada sosok yang sudah membuat temannya itu tersungkur.
"Ve..." ucap Kinal dengan matanya dia sipitkan untuk melihat dengan jelas siapa yang sedang memberikan 
nya pertolongan.
Setelah melihat laki-laki yang tadi akan menginjak Kinal tersungkur mencium tanah karena tendangan yang dia luncurkan, Ve segera berjongkok untuk melihat kondisi Kinal.
"Ve, ini beneran kamu?"
"kalo mau naik kereta api, nunggunya itu di stasiun! Bukan diatas jembatan penyebrangan stasiun!!"
ujar Ve tak menghiraukan pertanyaan Kinal, dia membantu Kinal untuk berdiri.

"Waaa, lihat siapa yang datang jadi Hero?! Ckckck.. Dunia udah kebalik! Si lemah sekarang udah berubah! Hahaha..." ucapnya melihat kearah Ve.
"ia, dunia lu emang udah kebalik! Jadi cowok kok bangga bisa ngerjain cewek! Mana keroyokan lagi!! Dasar Banci" Kinal menatap Ve, lalu tersenyum mendengar apa yang baru saja di ucapkannya. Beda banget dengan Ve yang setahun lalu saat dia di ganggu hanya bisa menunduk.
"gila! Sekarang mulut lu udah berani kurang ajar ya?!"
"karena gue belajar! Makanya gue bisa!! Gak kayak lu pada, gak pernah belajar, dari dulu bisanya masih gini-gini aja!! Malak, gangguin orang, godain cewek!! Dasar cowok gak guna!!!"
ucapan Ve membuat ke4 nya geram dan tanpa ada lagi kata-kata lain yang terucap mereka menyerang ke arah Ve dan juga Kinal.


"Hahhh, ternyata berantem itu capek juga ya?!" ucap Ve sambil menuntun Kinal, Kinal terbatuk merasakan sakit di perutnya tapi tidak begitu dia hiraukan.
"bukan cuma capek! Tapi nguras keringat juga! Hehe" balas Kinal sambil tersenyum
"Kita cari Pocari yuk.. buat gantiin ion tubuh!" Ve mencoba mengeluarkan lelucon
"hahaha,, itumah IKLAN Ve!!" keduanya tertawa sambil terus berjalan, mereka sampai di stasiun dan duduk di bangku yang berjejer horizontal di pinggir bantalan rel kereta api. Kinal melihat jam di handphonenya, sementara Ve membeli minum dan tissue serta beberapa plaster untuk mengobati luka nya Kinal.
"Kenapa? Kereta kamu udah berangkat ya?" suara Ve membuat Kinal mengangkat wajahnya,
Ve menyodorkan sebotol minuman lalu duduk di dekat Kinal. "lihat sini!" perintah Ve pada Kinal, Kinal menoleh "lukanya gak lucu, sini aku tutupin sama plaster biar jadi lucu!" ujar Ve,
Kinal diam menerima pengobatan dari Ve.

"kamu... kamu gak marah sama aku Ve?"
Kinal memecah kediaman, dan Ve masih membersihkan sisa luka di dekat bibir Kinal.
"aku marah sama kamu! Marah banget!! Dan harusnya tadi aku gak perlu nolongin kamu!!! Ia kan?!"
Kinal hanya bisa menunduk "aku marah sama kamu karena kamu mau pergi gitu aja dari kehidupan aku!! Kenapa kamu gak pamit sama aku!? Kamu mau ngulangin apa yang sudah abang kamu lakuin? Ia?!"
Kinal semakin menunduk mendengar suara Ve yang dengan perlahan meninggi "kenapa diam? Ngomong dong Kinal! Mana Kinal yang suka banyak omong?!"
"aku minta maaf Ve!" hanya 3 kata yang keluar dari mulutnya 'aku minta maaf!'
"cuma itu? Cuma 'aku minta maaf!' Kinal, Kinal.. Mau sampai kapan kamu ngucapin terus kata maaf kalau ketemu sama aku!?" Kinal mengerutkan dahinya tidak mengerti dengan apa yang di ucapkan sahabatnya itu "dasar bodoh! Aku marah sama kamu karena aku sayang sama kamu!!" Kinal terbelalak saat mendengar ucapan itu "aku sayang sama sahabat aku, aku sayang sama adik dari orang yang sudah mengajari aku gimana indahnya menikmati hidup dengan rasa bersyukur! Aku sayang sama kamu Kinal, aku gak mau kita diam-diaman lagi! Aku gak mau lagi marah sama kamu! Aku minta maaf karena kebodohanku!! Aku minta maaf!"
Ve melejit memeluk Kinal, dan Kinal hanya bisa diam dalam pelukan Ve dengan perasaan lega dan bahagia saat mendengar Ve mengucapkan kalimatnya itu.
"apa itu artinya, kamu udah gak marah lagi sama aku? Sama almarhum abang aku!?" Ve menggeleng masih memeluk Kinal, kali ini Kinal membalas pelukan Ve. Dengan tangis mengucur dari bola matanya.
Beberapa menit lamanya Ve dan Kinal dalam posisi seperti itu sampai Kinal menarik tubuhnya terlebih dahulu karena merasakan tangan kanannya sakit
"auw, auww.. Aduhh!!"
"eh? Maaf, maaf.. Sakit ya?!" kata Ve.
Kinal mengangguk kecil dengan senyum menghiasi sudut bibirnya dan tangan kirinya menyeka air mata bahagia yang tadi meleleh. Ve yang melihat hal itu tersenyum, dia pun menyeka air matanya.

"dari mana kamu belajar berantem Ve?" tanya Kinal, mereka masih duduk di bangku Stasiun.
"dari... sahabat terbaik aku! Namanya Devi Kinal Putri!!" Ve tersenyum lebar, Kinal mengerung
"he? Kapan aku ngajarin kamu berantem?! Emang cewek kalem kayak Jessica Veranda bisa berantem ya?! Hahaha" sahut Kinal dengan candaannya membuat Ve menatapnya. "hehe, pisss! Aku takut sekarang becandain kamu, soalnya kamu jago berantem sekarang!! Hheheeu"

"So.. Depi! Kamu mau nunggu kereta kamu yang berikutnya?" "ia la, aku mau nungguin kereta yang berikutnya!" jawaban Kinal membuat Ve memasang tampang cemberut "tapi nunggunya gak disini, aku mau nunggunya di rumah sahabat aku... namanya peranda!! Hhahaaa :P" lanjut Kinal sampai membuat perubahan ekspresi yang drastis di wajah Ve.

Mereka berdua beranjak dari bangku Stasiun dengan di temani obrolan. Kinal membatalkan keikut sertaan pindahan dengan ibu dan ayahnya, dia memutuskan untuk tinggal di Jakarta dan meneruskan sekolah serta kuliahnya disini dengan sahabat baiknya.



Kemarahan hanya akan membuat hati keruh, Ketenangan dalam menyikapi kemarahan akan membuat hati tetap jernih. Berpikirlah dalam kedinginan, bendunglah buncahan rasa panas yang akhirnya hanya menyisakan sebuah penyesalan. Cinta memang bisa membuat hidup kita Indah, tapi Persahabatan bisa membuat hidup kita lebih hidup. Bukan cuma ke indahan sesaat yang di suguhkan dalam persahabatan, bukan juga kebenciaan yang berlarut. Tapi dalam persahabatan senyum dan air mata akan semakin menguatkan ikatan diantara masing-masing hati.
Tidak penting berapa banyak sahabat yang kita miliki berapa sering masalah yang muncul, karena yang penting itu berapa banyak masalah yang bisa kita selesaikan bersama sahabat kita meskipun hanya 1sahabat!

untuk kalian yang masih menganggap persahabatan itu ada!
-End of Story- ^^


0 comments:

Posting Komentar