''Namaku... Stella Cornelia. Senang berteman dengan
kalian.'' seru Stella seraya memandang siswa siswa di kelas itu, namun
tidak ada yang peduli dengan sambutannya. Seperti diacuhkan dengan
sangat pahit. Melihat itu, hati rasanya seperti di cabik cabik, dalam
hati sungguh kesal. Stella mengharapkan sangat perhatian dari siswa
tersebut. Mungkin ini akan menjadi awal yang suram bagi Stella. Di awal
pengenalan saja sudah tidak ada yang memperdulikannya, apalagi setelah
tiga atau tujuh hari kedepan, bisa bisa Stella tidak akan punya teman
dan merasa kesepian. Stella menunduk lesu.
''Apa hanya itu saja pengenalan dirimu?'' tanya Guru.
''Ya?''
Stella bingung, mengucapkan namanya saja sudah cukup bagi Stella.
Ternyata
Guru itu sepertinya mengetahui sangat isi hati Stella yang di acuhkan
seperti itu, mungkin Guru sengaja bertanya seperti itu agar suasana
tidak menjadi sangat kaku. Dengan adanya percakapan atau membuka suatu
topik akan membuat suasana menjadi hidup. Guru berharap Stella mengerti
maksudnya itu agar Stella segera membuka suatu topik pembicaraan.
Pikiran Stella menjadi sangat kacau, gugup. Tidak tau harus berbicara
apa.
''Aku...Aku...a...aku bisa menari!'' Teriak Stella tiba tiba.
''Ya...aku bisa menari. Itulah keahlian ku. Apakah kalian ingin melihatnya?'' Stella memperjelas.
Semua mata tertuju pada Stellla. Semua antusias menantikan Stella menari.
Rasa
gugup Stella hilang, menjadi sangat percaya diri setelah melihat siswa
yang antusias menantikannya. Keahliannya dalam menari memang bisa
dibilang sangat baik, terutama pada shuffle dance nya. Wanita kelahiran
semarang ini memang gemar sekali yang namanya shuffle dance sejak kecil.
Keahlian nya memang sudah tidak diragukan lagi. Itulah yang membuat
dirinya merasa sangat percaya diri.
''Ayo tunjukan pada kami. Katanya kamu bisa menari.'' seru seorang wanita seolah olah tidak percaya.
''Iya benar, coba tunjukan. Apa cuma omong kosong saja?'' tambah seseorang.
''Aku jadi gak sabar pengen lihat dia'' bisik Ve pada Melo.
Stella
menggangguk. Wajahnya menjadi serius. Perlahan Stella melepaskan kaca
matanya dan menaruhnya dimeja guru. Setelah itu, Stella mengambil ponsel
didalam sakunya, memutarkan sebuah lagu berirama elektronik. Tidak lama
lagu diputar, Stella pun segera memulai gerakan dance nya. Gerakan
shuffle yang sangat mahir yang dimainkan Stella membuat murid murid
terkesan, tidak percaya apa yang sudah dilihatnya. Bagaimana bisa wanita
yang terlihat polos mempunyai bakat yang mustahil bila seseorang
melihatnya. Gerakan tumit kaki yang menghentak hentak terus, kedepan,
belakang, kanan, kiri. Semua dilakukan dengan sangat mudah.
''Wah! Dia hebat sekali. Bagaimana kalau dia aku jadikan pacar. Dia
pasti gak akan menolak aku, kan? Dia punya keahlian yang aku sukai.
Lagipula aku ini cukup tampan.'' ucap Yuda si pria penggoda.
''Dasar bodoh, mana ada wanita yang ingin denganmu. Selama ini memang
kamu bercermin dimana? Jangan menggoda wanita polos kayak dia.'' jawab
murid wanita yang berada diseberang tempat duduknya.
''Benar! Kalau kamu sampai menggodanya akan aku patahkan tulang kakimu itu.'' tambah Ve jengkel.
''Oh, Ve ku. Apa kamu cemburu? Tenang saja, aku gak akan berpaling darimu.''
Kalimat
Yuda membuat Ve geli. Sikap Yuda yang sok dan juga perayu membuat para
wanita tidak nyaman berada didekatnya. Apalagi rumor dikelas itu Yuda
sedang mengincar Ve.
''Seharusnya kamu tadi gak usah ikut campur.'' Bisik Melo.
Ve kesal. ''Ih, rasanya aku ingin mematahkan sebagian tulangnya agar dia kapok.''
''Wuu. Kamu kejam sekali, aku jadi takut dekat dekat denganmu.'' ledek Melo.
''Ish kamu. Malah ikut ikutan becanda.''
Melo sedikit tertawa.
Pukul dua belas lewat tiga puluh menit. Dimana semua murid sudah
dipulangkan di jam segitu. Melo bersama Ve berjalan menuju kantin
sekolah. Niat mereka adalah untuk makan siang karena setelah itu mereka
akan menjenguk Dhike. Pilihan yang tepat untuknya berfikir untuk makan
siang. Tidak enak rasanya jika mereka numpang makan di kediaman Dhike,
apalagi Dhike sedang sakit.
Mereka berdua duduk didekat tidak jauh dari penjual makanan di kantin.
''Kamu ingin makan apa, Ve?''
''sudah lama aku gak mencicipi nasi uduk buatan kantin ini. Aku pesan
itu saja. Oya, minumnya kayak biasa aja ya, teh dingin. Jangan lupa es
batunya sebaskom.''
''iya. Aku tau. Siapa sih yang gak tau kebiasaan kamu itu yang suka mengunyah es batu.''
Setelah
memesan makanan, Melo kembali ke tempat duduk, menanti pesanannya
datang. Saat menunggu, Melo jadi teringat saat dirinya melihat
kedatangan Takamina di televisi. Dalam hati sungguh bertanya tanya
maksud dari kedatangan Takamina. Melo menatap Ve, sapa tau Ve tahu.
''ada apa? Kenapa Kamu sering sekali memandangku tanpa sebab? Jangan
jangan kamu sedang berfikir tentang sisi keburukan dalam diriku, ya?''
tebak Ve.
''Mana mungkin, kamu ini, malah berfikir yang aneh
aneh. Atau jangan jangan malah sebaliknya? Kamu kan yang berfikir kaya
gitu padaku?'' Balas Melo.
''Kok kamu tau?''
Melo terkejut. ''Jadi benar, ya? Tuh kan.''
Ve
sedikit tertawa. ''aku bercanda. Ish, kamu polos sekali. Nah, sekarang
ceritakan apa yang membuat kamu memandangiku tadi. Pasti ada sesuatu,
kan?''
''Oh, itu. Aku jadi teringat sama kedatangan Takamina. Apa kamu tau untuk apa dia berkunjung kemari?''
''aku juga kurang tau, Mel. Mungkin sedang menghadiri sebuah event.''
''huh, Aku jadi penasaran.''
***
Pukul satu siang. Sepulang sekolah Ve dan Melody segera mengunjungi
Dhike. Mereka telah tiba di depan apartemen Dhike. Melody masih
terpesona pada betapa besarnya gedung apartemen tersebut. Terletak
dilantai dua puluh tiga. Langkah Melo terhenti. Memandang sebuah taman
yang indah. Penuh dengan bunga bunga, ada kolam renang, lampu taman yang
indah, suasana yang bersih dan tenang. Seperti tidak berada di tengah
ibu kota yang sibuk melainkan seperti di daerah pegunungan. Melo
teringat kenangan bersama Dhike di kolam renang itu. Dimana saat itu
mereka sedang berenang bersama, Dhike melatih melo berenang. Melody jadi
teringat saat Dhike kedinginan karena terlalu lama melatih Melody di
kolam renang. Melody melilitkan handuk ke tubuh Dhike, mereka bercanda,
tertawa bersama. Persahabatan mereka bagaikan berlian yang tidak dapat
di beli. Melody tersenyum mengingat semua itu. Ve yang berada disebelah
Melo keheranan melihat Melo yang tiba tiba tersenyum sambil melamun.
''Mel? Mel!'' Teriak Ve sambil memukul mukul bahu Melody.
''Ya? Ada apa, sakit tau.''
''Habisnya, aku kira kamu kerasukan hantu taman.''
''Aku jadi ingat saat aku bersama Dhike bermain di kolam itu.'' kata melo sambil menunjuk kolam.
''Melihat kamu tersenyum, sepertinya saat itu sangat menyenangkan, ya? Kapan kapan ajak aku ya.''
Melody
menggangguk. Melody dan Ve melanjutkan langkahnya masuk ke dalam
apartemen. Mereka telah tiba di depan kamar apartemen Dhike. Saat itu
Ayu juga berada disana. Wajah Ayu tampak panik, menggedor gedor pintu
kamar apartemen Dhike. Melo dan Ve wajahnya tampak bertanya tanya. Siapa
orang itu dan apa yang sedang dilakukannya? Mereka segera menghampiri
Ayu.
''Ada apa? Kenapa menggedor gedor pintu sampai sekeras itu?'' Tanya Melo.
Ayu
menoleh ke arah Melo. Melihat seragam mereka. Mengira ngira Melo dan Ve
adalah teman sekelas Dhike. Ayu segera mengambil ponsel dari sakunya.
Membuka pesan singkat dari Dhike dan memperlihatkannya pada Melody.
''Tadi kak Dhike mengirim ini padaku.'' Cemas Ayu.
Melody
segera membaca pesan singkat tersebut. Isinya adalah permintaan Dhike
pada Ayu agar segera datang ke kamar apartemennya. Melo shok, wajahnya
tampak sangat cemas.
''Apa isi pesannya?'' Ve penasaran dan langsung membacanya.
Melody
segera mencoba membuka pintu kamar apartemen Dhike. Tidak bisa dibuka.
Ve juga mencobanya, namun usaha mereka sia sia. Keamanan pintu yang
memakai password membuatnya pasrah. Bahkan, jika ingin membuka pintu pun
harus memakai kartu elektrik dari si pemilik. Keamanan yang seperti itu
memang sering kita lihat pada apartemen yang elit.
''Dhike! Dhike!'' Teriak Melo sambil gedor gedor.
''Aku mau panggil security dulu.'' Ucap Ayu.
''Oh, baiklah.'' Jawab Ve.
Melody
mengambil ponsel di sakunya. Menelepon Dhike. Percuma, tidak ada yang
menjawab panggilannya. Sepuluh menit kemudian. Ayu beserta security
telah tiba.
''Sebenarnya ada apa?'' Tanya Security.
''Temanku ada di dalam kamar ini. Dia lagi sakit. Aku takut terjadi apa apa padanya.'' Jawab Melody cemas.
''Kalau begitu tunggu sebentar.''
Security
itu menyalakan layar LCD yang tertempel di sebelah pintu kamar
apartemen. Layar LCD biasa dipakai untuk video call antara tamu dengan
pemilik apartemen. Bagaimanapun juga security tidak boleh asal
menggunakan kartu elektrik darurat. Security harus mempunyai alasan
untuk bisa membuka kamar apartemen. Sudah berkali kali security itu
memanggil lewat video call namun tidak ada balasan. Mau tidak mau
security membuka kamar dengan kartu elektrik darurat. Pintu pun terbuka.
Melo, Ve, Ayu serta security segera masuk ke dalam.
Kamarnya
tampak berantakan. Bungkusan mie instan berserakan di meja. Botol botol
minuman kosong berada dilantai. Air keran menyala terus. Tubuh Melody
menjadi lemah. Tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Setau Melo,
Dhike adalah orang yang ceria, rajin dan sangat menyukai kebersihan.
Langkah Melo terhenti, tidak sanggup meneruskannya. Entah apa yang akan
terjadi didepannya. Ayu membuka pintu kamar Dhike. Wajahnya tampak
sangat panik setelah melihat Dhike tergeletak dilantai. Ayu serta
security berlari menghampiri Dhike.
''Kakak!'' Teriak Ayu.
Dhike
tidak sadarkan diri. Tubuhnya sangat panas, penuh keringat. Wajahnya
juga pucat. Security segera mengangkatnya ke atas tempat tidur. Ve
segera mencari handuk di lemari kamar Dhike untuk mengompresnya. Ve
berjalan keluar kamar, tidak sengaja melihat Melody yang terdiam kaku.
Mata melo tampak berkaca kaca.
''Kamu kenapa?'' Tanya Ve.
''Sebenarnya apa yang sudah terjadi dengan Dhike. Enggak mungkin.'' Protes Melody.
Tiba tiba Ayu muncul dari kamar. ''Kak Dhike sudah sadar.'' seru nya.
Melody
langsung berlari menemui Dhike yang terbaring di tempat tidur. Tatapan
Melo yang cemas dan bertanya tanya tertuju pada Dhike.
''Melo...'' Senyum Dhike. Dhike memang pintar sekali membuat orang agar
tidak khawatir dengannya. Walau tubuhnya sakit dia masih bisa tetap
tersenyum.
''Baiklah, aku permisi dulu. Jika ada apa apa panggil saja saya.'' kata Security.
''Iya, makasih, pak.'' Jawab Ayu.
Melody memegang tangan Dhike dengan lembut.
''Dasar, untuk apa tersenyum kayak gitu. Kamu berbakat sekali membuat
orang jantungan.'' gurau Melo dengan wajah cemasnya itu.
''Maaf kalau aku sudah membuat kalian khawatir.''
''Kamu pasti belum makan.'' Melody mengambil rantang kecil berisi bubur kacang dari dalam tasnya.
''Aku mau menghangatkan ini dulu.'' Kata Melody.
''Biar aku saja.'' Potong Ayu.
''Oh, baiklah.'' Melody pun segera memberi rantang tersebut pada Ayu.
''Oya, kita belum kenal. Aku Melody. Namamu siapa?'' Tanya Melo pada Ayu.
''Aku Nabilah Ratna Ayu. Panggil saja Ayu.'' Ayu tersenyum.
''Namamu secantik dirimu.'' puji Melo. Ayu tersenyum grogi mendapat pujian seperti itu.
Ve datang sambil membawa kompresan. ''Apa kabar Ikey ku... Kamu tambah cantik saja.'' Gurau Ve.
''Kamu ingin mengejekku? Apa wajah pucat membuat tampak lebih cantik?'' Balas Dhike.
Melody yang mendengar celoteh mereka menjadi tertawa. ''sudah sudah...kalian ini. Suasana begini masih bisa bercanda.''
Ve
segera mengompres Dhike dengan handuk dingin. Tiba tiba saja Melody
mengingat apa yang dilihat sebelumnya. Bungkusan mie instan dimana mana.
Ia jadi merasa kasihan, gimana mau berenergi jika terus memakan mie
instan. Ditambah lagi Dhike hidup sendirian. Sungguh, dalam hati rasanya
ingin menangis karenanya.
Melody beranjak dari kasur Dhike.
''Kamu mau kemana?'' Tanya Ve.
''Sebentar saja...''
Melody
berjalan ke ruang tamu. Melihat betapa berantakannya suasana
kelilingnya. Melody menghela nafas. Diambilnya satu persatu bungkusan
bungkusan yang berserakan itu, lalu membuang sampah sampah yang sudah
tidak terpakai ke tempat semestinya.
Ayu muncul dari ruang dapur.
Sekilas melihat Melody yang sedang bersih bersih. ''Kak, buburnya sudah
hangat.'' Seru Ayu pada Melody.
''Oh, kasih saja pada Dhike.''
Ayu
menggangguk dan segera menuju kamar Dhike. Setelah itu, ayu kembali ke
tempat Melody yang sedang bersih bersih. Tanpa perintah apapun Ayu
langsung membantu Melody. Melihat sikap Ayu yang peduli, Melody merasa
gembira karena Dhike mempunyai teman seperti Ayu.
''Apa kakak teman sekelas kak Dhike?''
''Iya. Aku, ve dan Dhike sekelas. Kami sangat akrab. Oya, kamu tinggal dimana?''
''Aku tinggal di apartemen ini. Tepatnya di lantai delapan belas.''
''Begitu, tapi kok aku jarang sekali melihatmu.''
''Aku biasa bertemu kak Dhike pada malam hari.''
''Kelihatanya, kamu sangat peduli padanya.''
Ucapan
Melody yang terakhir itu membuat Ayu sempat terdiam. Terutama pada kata
'peduli'. Ayu menjadi mengingat masa lalunya yang penuh kesedihan.
''Sejak saat itu, aku sudah mengganggap dia seperti kakak ku sendiri, kak''
Melody
binggung, sejak saat itu apa yang dimaksud kalimatnya. Banyak
pertanyaan yang ingin dilontarkan Melody. Tetapi, mereka baru saja
berteman. Mengetahui kehidupan pribadinya masih terlalu dini. Terpaksa,
disimpannya saja pertanyaan pertanyaan yang membuatnya penasaran.
''Aku harap, kita bisa menjadi teman dekat.'' kata Melody.
Ayu menggangguk senang.
***
Pada suatu senin malam. Ronald sudah mangkal didepan rumah Melody.
Tidak lama kemudian, Melody datang dengan tubuh yang lesu. Terlihat
tidak bersemangat. Berjalan sambil menundukan kepalanya. Saat itu Melody
baru saja pulang dari apartemen Dhike setelah mengurus temannya itu.
Wajar jika Melody kelihatan sangat lelah.
''Apa kabar?''
Melody kaget. ''Ronald!''
Ronald tersenyum.
Ronald Melihat penampilan Melody dari atas sampai bawah. Melody masih terlihat mengenakan pakaian seragam sekolah.
''Kamu itu seorang pelajar. Gak baik pulang tengah malam begini. Kamu nanti bakalan kena gosip tetangga.'' Simpul Ronald.
Melody sedikit tertawa. ''Aku habis mengunjungi temanku. Lagipula, aku sudah minta ijin dari ayah dan ibu.''
Mereka
berdua terlihat akrab. Saat SMP, ronald adalah teman sekelasnya. Tapi,
dikarenakan biaya, Ronald tidak bisa melanjutkan pendidikannya itu.
Walaupun demikian, Ronald adalah pria yang pintar. Sampai sampai saat
SMP dulu Melody selalu bertanya padanya jika ada soal yang tidak
mengertinya. Tempat tinggalnya juga tidak jauh dari rumah Melody. Hanya
terhalangi dinding tebal antara rumah komplek dan kampung.
''Ngomong ngomong ada apa kamu kemari? Eh, lebih baik kita bicara di dalam saja.''
''Ah, gak usah. Sudah malam. Gak enak dengan keluargamu nanti.
Hmm...aku kemari hanya ingin melihatmu.'' ucap Ronald malu malu.
Melody bingung. ''Melihatku? Untuk apa?''
Ronald menjadi grogi. ''Aku hanya ingin tahu apakah kamu sehat, sakit...''
''Memangnya kalau sakit kenapa?'' potong Melody heran.
''Aku akan mengobatimu.''
Melody
semakin tidak mengerti maksud kata katanya. Apakah dia sedang bergurau
atau mungkin sungguhan. Suasana saat itu menjadi sangat kaku. Sikap
pemalu dan pendiam ronald lah penyebabnya. Saat didepan Melody,
pikiranya menjadi buyar, tidak tahu harus membuka topik pembicaraan yang
seperti apa. padahal yang Ronald inginkan saat itu hanya Ingin lebih
akrab saja dengannya.
''Kamu berlebihan sekali. Aku masuk dulu, ya.'' Kata Melo.
Bagaimanapun
saat itu sudah malam, Melody terpaksa meninggalkan Ronald walaupun
tidak enak. Takut takut jika ada tetangganya ada yang melihat nanti akan
salah paham.
Ronald hanya bisa menggangguk, mau bagaimana
lagi. Ronald lah yang sudah salah mengambil suasana untuk bertemu
dengan Melody. Melody membuka pagar rumahnya dan masuk.
''Aku pasti sudah gila, kenapa aku kayak gini. Pasti melo berfikir yang enggak enggak tentang diriku.'' Sesal Ronald.
Dulu
saat SMP Melo sering sekali membelikan buku pelajaran pada Ronald. Saat
itu Melo tidak tega melihat kehidupan Ronald yang serba kekurangan.
Sering sekali Ronald di tegur oleh guru karena sering nunggak uang
bayaran, buku LKS tidak punya, bahkan buku tulisnya saja masih
menggunakan buku buku bekas.
Didalam rumah Melo sudah disambut oleh adiknya, Frieska, yang sedang menonton tv saat itu.
''Kakak!'' teriak Frieska senang.
''Tengah malam begini masih bisa teriak. Kenapa belum tidur?''
Frieska
mendekati Melody dan menggeledah tasnya. Mungkin inilah yang membuat
Frieska senang, menantikan makanan cemilan yang dibawa Melody. Tapi
sayang, Melody saat itu tidak membawa apa apa untuk diberikan pada
adiknya. Frieska menjadi cemberut.
''Maaf, hari ini kakak gak bawa apa apa.''
''Sudah seharian gak pulang malah gak bawa apa apa.'' gerutu Frieska.
Melody
menjadi serba salah. Betapa senangnya saat Frieska menyambut tadi
dengan wajah sesenang dan ceria itu. Pasti harapannya pun sangat tinggi.
Tapi Melody hanya membuatnya merasa kecewa.
''Apa kamu lapar? Kakak mau buatkan nasi goreng untukmu.''
Kebetulan,
Saat itu Frieska memang sedang kelaparan. Pas sekali melo menawarkan
tawaran seperti itu. Tentu Frieska sangat senang. Tetapi tetap saja
rasanya tidak berperasaan jika diamati. Melo terlihat begitu lelah
setelah mengurusi temanya itu. Setelah itu disambut dengan Frieska yang
sedang meminta jatah. Mungkin yang ada dipikiran Frieska saat itu adalah
Melo menikmati hari hari remajanya bersama dengan teman temannya dan
tidak mengetahui apa yang sebenarnya Melo lakukan saat itu.
Melody menaruh tas sekolahnya di sofa.
''Apa ayah dan ibu sudah tidur?''
''Sudah.''
Tanpa
berganti baju Melody langsung berjalan ke dapur untuk membuat nasi
goreng. Tubuhnya sangat lemah, tidak ada tenaga. Dari pagi hingga malam
masih terus beraktivitas tanpa istirahat. Tidak sengaja wajahnya
tergambar di cermin dapur. Wajahnya sedikit pucat dan rambutnya
berantakan. Melihat itu, Melody segera merapihkan rambutnya.
Lima
belas menit kemudian, dua piring nasi goreng telah siap untuk di
santap. Melody menuju ruang santai, ternyata Frieska terlihat sedang
tidur di sofa dan televisi masih menyala. Entah ketiduran atau
disengaja. Melody menghela nafas, merasa sedikit kecewa. Seperti tidak
menghargai perbuatan kakaknya itu. Melody mematikan televisi. Setelah
itu meletakkan sepiring nasi goreng milik Frieska dimeja. Tidak peduli
mau dimakan atau tidak. Melody bersandar di sofa sambil menyantap
makanan miliknya secara perlahan. Benturan antara sendok dengan piring
menciptakan sebuah suara yang akhirnya membuat Frieska terbangun.
Frieska melihat sepiring nasi goreng yang sedang mengganggur di meja.
''Oh, sudah jadi, ya.''
Frieska
menatap kakaknya. Melody membuang wajahnya dan terus makan. Tidak
biasanya kakaknya itu bersikap jutek padanya. Frieska pun akhirnya
menyadari kesalahannya itu. Frieska memang tidak sengaja tertidur saat
itu. Dipandanginya tubuh kakaknya itu.
Dalam hati berkata.
''Penampilanya begitu berantakan, sudah terlihat jelas tubuhnya
kelelahan tapi aku masih bisa mengeluh padanya. Maaf...''
Frieska
menghampiri Melody yang sedang makan. Tiba tiba Frieska memeluknya
dengan erat. Mungkin dengan begitu ngambeknya akan berkurang padanya.
''Kakakku ini tenyata ambekan sekali, ya.'' ejek Frieska.
''Kamu ini kenapa? Siapa yang ngambek?'' ngeles Melo.
''Ah, ngaku saja. Iya, kan? Aku benar, kan? Sudah terlihat jelas gini masih gak mau ngaku.'' tawa Frieska.
''Dasar, sudah makan dulu sana dan langsung tidur. Jangan sampai kesiangan lagi besok.''
Frieska menggangguk. ''Iya kakakku.''
BERSAMBUNG...
Follow Us On Twitter @JKT48fanfiction
0 comments:
Posting Komentar