Title : Experience Of Jewel
Genre : Tragedy, Friendship, Inspiratif, Melodrama.
Story by : Chikafusa Chikanatsu
Ini Merupakan kisah Fiktif.
Waktu berjalan begitu cepatnya. Kini, aku dan teman temanku sudah berseragam putih abu. Namaku Cindy, hingga sekarang, aku, Beby serta Delima bersekolah ditempat yang sama. Hampir keseharianku ku habiskan bersama dengan mereka. Aku masih tidak bisa melupakan kejadian maut yang menimpaku dahulu, hingga nyawaku hampir melayang sia sia, aku masih merasa bersalah atas kejadian tersebut. Saat ku membuka mata ini, tubuhku lemah tak berdaya, Namun, aku melihat mereka berdua tersenyum memandangiku. Mereka rela meninggalkan impiannya hanya demi aku, demi kebersamaan yang kami miliki.
Sikapku kini berubah terbalik dari yang dulu, mulai sekarang aku merasa kalau aku sudah harus berhati hati dalam mengucapkan kata, aku tidak pernah mau membuat temanku tersinggung, marah ataupun membenciku. Maka dari itu aku menjadi begitu pendiam dan menjaga semua perkataan yang akan ku ucapkan. Mereka bilang, dimana sifat humor mu itu? Dimana sifat comel mu? Mereka rindu dengan tingkah ku yang dulu. Tetapi aku tidak berani, aku tidak berani membuat teman temanku merasa risih jika aku melakukan itu semua. Karena, mereka telah melakukan sesuatu yang paling berharga terhadapku, yakni kesetiakawanan. Aku tidak pernah berfikir sedikitpun mereka akan rela meninggalkan impiannya demi aku, namun faktanya memang begitu.
"Sepertinya sudah 20 menit aku menunggu teman ku ditaman ini. kenapa mereka belum juga datang? Ah, biarlah, mungkin ada sesuatu yang membuat mereka terlambat menemuiku. Aku harap, makanan yang aku bawa di toples ini tidak segera dingin. Aku membuat semua makanan ini dengan tanganku sendiri, aku harap mereka akan suka. Huh, lagi lagi aku tersenyum geli jika mengingat tingkah mereka terhadapku. Aku tidak sabar menemuinya, cepatlah datang."
"Aku mendengarnya! Dari arah kananku, mereka berteriak memanggil manggil namaku. Aku sungguh senang, pancaran senyum ini tidak henti hentinya keluar."
Dengan nafas yang pengap, Delima serta Beby menghampiri Cindy ditaman. Masing masing dari mereka membawa tas gendong berisi makanan. Saat itu mereka memang akan makan siang bersama ditaman oleh ajakan Cindy.
Dibalik nafasnya yang pengap, Beby memandang Cindy heran. "Kenapa kamu terus tersenyum? Seharusnya kamu marah kalau kami datang terlambat. Hei beby! Apa kamu tau aku sudah menunggumu selama 20 menit disini, kakiku sudah sangat keram karenamu. Apa sih yang membuat kalian terlambat? Kulitku bisa jadi hitam karena menunggumu. Nah, seperti itu yang ingin aku dengar darimu." Kata Beby sambil memperagakannya.
Namun, tidak ada yang berubah. Cindy hanya bisa tersenyum mendengar ocehan Beby barusan. Dan Beby pun masih berusaha membuat Cindy marah akan kehadirannya dengan memberitahukan yang sebenarnya. "Aku sengaja lho mengulur waktu selama 20 menit untuk pertemuan kali ini, 20 menit itu waktu yang lama, aku bisa beristirahat dikasurku yang empuk."
Terbalik! Yang marah justru bukan Cindy, Melainkan Delima. "Apa kamu bilang? Bukannya kamu bilang kamu lagi ngerjain PR! Kamu membiarkan aku berada diluar rumahmu berdiri seperti orang bodoh menantikan kehadiranmu. Aku merasa kakiku ini sudah seperti terikat tali tebal, aku kesemutan karenamu. Dan perawatan kulitku akan sia sia karena terik matahari. Kenapa kamu tidak membiarkan ku masuk kerumahmu!"
Beby cengengesan. "Nah itu yang aku ingin dengar dari Cindy. Hei Cindy, Bisakah kamu meniru gaya Delima saat marah?"
Delima semakin jengkel. "Jangan mengalihkan pembicaraan!" Jitaknya pada Beby.
"Sudah, sudah. Aku gak apa apa. Oya, aku membuatkan makanan ini untuk kalian, semoga kalian suka." Kata Cindy sambil memperlihatkan toples isi makanan yang ia pegang. Melihat tingkah Cindy yang begitu berubah, membuat Beby mengada ngada dengan berbisik pada Delima. "Tingkahnya sungguh aneh, sejak kapan ia mau membuatkan makanan untuk kita? Sepertinya tubuhnya sudah dirasuki roh penunggu rumah sakit." Lantas Delima membalasnya lagi dengan Jitakan. "Jangan berpikiran yang tidak tidak!"
Beby menatap kuat wajah Delima dari dekat. "Hei Delima, jika kamu menjitakku lagi, maka nyawamu akan berada ditanganku." Lagi lagi Delima membalasnya dengan wajah yang berapi api. "Nyawamulah yang sudah aku genggam kuat, berhati hatilah.
Beby mulai mengamcam. "Awas ya kalau kamu menyontek PR ku." Delima tidak mau kalah. "Tak apa. Aku bisa menyonteknya lewat Cindy." Katanya sambil menjulurkan lidahnya. Lantas Beby mencoba mengambil hati Cindy dengan bersikap manja. "Kamu ada dipihak ku, kan? Ingat kata guru, menyontek itu tidak baik. Jadi, kamu jangan coba coba memperlihatkan hasil kerjamu pada Delima, ya? Ya? Ya?"
Cindy hanya bisa tersenyum. "Kalian memang tidak berubah sedikitpun." Katanya dengan wajah Polos.
Dengan cepat Delima serta Beby serentak membalasnya. "Kamu lah yang telah berubah!" Pekiknya.
Mereka bertiga sudah ngampar bersama ditaman dengan tikar. Dibawah pohon besar mereka berlindung dari terik matahari, sungguh sejuk udaranya. Delima serta Cindy terlihat sibuk mengeluarkan makanan dari dalam tasnya, sedangkan Beby hanya bisa terdiam memandangi makanan yang terus muncul dari masing masing tas milik Cindy dan juga Delima.
Delima mulai keheranan. "Mana makananmu, Beb?" Tanyanya.
Beby berpura pura bego. "Makanan apa? Saat ditelepon Cindy tidak mewajibkan ku untuk membawa makanan. Jadi aku tidak membawanya."
"Apa kamu bilang! Jadi untuk apa kamu bawa tas sebesar itu?" Pekik Delima.
"Tas ini? oh, ini untuk berjaga jaga."
"Untuk apa?" Tanyanya lagi.
"Untuk mengambil makanan yang tidak kalian habiskan." Balas Beby cengar cengir.
Delima menyerah meladeni tingkah Beby. "Sudahlah, kita mulai saja makannya."
Makanan sudah tertata rapih, piring yang terbuat dari plastik sudah mulai terisi dan siap untuk dimakan.
***
"Aku tidak percaya kamu melakukan itu semua. Kamu membunuh semua keluargaku hanya demi melindungi sebuah fakta. Kenapa? Apa kamu takut membusuk didalam kurungan penjara?" Teriak kesal Melody.
Lantas Stella membalasnya dengan wajah sinis. "Tutup mulutmu! Apa kamu punya bukti bahwa akulah orang dibalik pembantaian itu? Apa yang membuatmu merasa begitu percaya?"
"Dari semua bukti yang sudah ditemukan oleh pihak kepolisian, 80% menyatakan kecocokanmu dalam kasus tersebut. Jadi, jangan mencoba untuk menyangkalnya."
Stella masih membangkang, ia menampar wajah Melody dengan keras. "Begitu rendahnya dirimu menilaiku. Aku bukan orang yang akan melakukan tindakan keji itu. Cukup sampai disini, aku tidak akan mengganggapmu sebagai teman, bahkan aku akan mengubur semua kehidupan yang pernah kita lakukan bersama sebelumnya."
"Cut! Cut!" pekik seorang sutradara daribalik tumpuannya. Sutradara itu menghampiri Stella, mungkin ia akan memberi sebuah arahan agar akting Stella membaik. Pengambilan gambar dilakukan di pinggir pantai saat sore hari. Ini merupakan Film pendek pertama kali yang dilakukan oleh grup Idol yang bernama JKT48.
"Stella, apa kamu mengerti situasi dari naskah tersebut? Coba kamu baca ulang lagi. Saat Melody menuduhmu dengan tuduhan omong kosong, seharusnya matamu tampak berkaca kaca. Kamu merasa dikhianati oleh temanmu sendiri dengan tuduhan itu. Kamu mengerti maksudku?"
Stella menggangguk. "Baik. aku minta maaf, aku akan perbaiki lagi."
"Kita istirahat selama 15 menit, tolong perbaikilah." Ucapnya pada Stella.
Stella menghampiri Melody. "Apa kamu mau menemaniku jalan jalan dipinggiran pantai ini?" Ajaknya. Melody menggangguk dengan senyum. Mereka berdua berjalan dipinggiran pantai sambil mengamati pemandangan laut.
Stella menunduk masam. "Maaf... karena aktingku, mungkin kamu akan menerima tamparan dariku lagi di adegan itu." Lantas Melody membalasnya dengan Gurauan. "Tak apa, lagipula aku tidak akan tewas jika ditampar olehmu." Stella menoleh pada Melody dengan senyum, untung saja Melody mengerti situasinya, pikir Stella.
"Terasa sepi sekali bukan, tanpa kehadiran Ikey dan juga Ayu. Aku harap, Ayu segera siuman dan bisa membuat Ikey kembali ceria. Aku tidak tega melihatnya terus tersiksa akan kehadirannya." Tutur Melody.
Stella menghela nafas. "Waktu begitu cepat berlalu. Setelah kita lulus SMA, mengapa aku menjadi begitu kesepian. Aku rindu saat kita belajar bersama sama saat dikelas, bercanda atau mungkin makan bersama disebuah kantin. Yang masih aku tidak mengerti dengan sikapnya, mengapa ia rela mengorbankan kegembiraan hidupnya hanya demi temannya yang bernama Ayu itu?"
Melody menjelaskan. "Ikatan mereka begitu kuat. Mereka sudah bersama sama sejak kecil. Salah satu dari mereka mungkin sudah mengerti apa itu arti berbagi dari sebuah kebersamaan. Jika salah satunya sedang mengalami masa sulit, mungkin satunya akan merasa terbebani karenanya."
Stella mendapat Ide. "Oya, bagaimana setelah ini kita menjenguk Ayu? Sudah hampir 3 minggu kita tidak kesana. Aku juga rindu dengan mereka berdua." Melody mengangguk. "Ide yang bagus. Jangan lupa saat diperjalanan kamu ingatkan aku untuk membeli beberapa makanan kesukaan Ikey, ya?." Stella membalasnya. "Pasti!"
"Mel! Stella!" Sorak Ve yang menyambutnya dari belakang.
"Kamu kenapa kesini?" Tanya Melody setengah keheranan.
"Aku lagi gak ada kegiatan. Aku bosan dan akhirnya nyamperin kalian kesini." Balasnya. Kemudian Bibir Ve mendekatkan telinga Stella. "Aku juga ingin melihat kamu menampar pipi Melo." Guraunya diselipin tawa.
Stella jadi merasa tidak enak. "Kamu ini."
Sore hari, Dua orang wanita belia sedang dalam perjalanan pulang dari tempat kerjanya. Melewati Sebuah danau, serta pemandangan bunga bunga yang menghiasi pinggiran jalan raya. Tatanan komplek perumahannya sungguh rapih, bersih juga terjaga. Perumahan elit tersebut baru baru ini diresmikan, tentu keadaannya pun sungguh terawat. Namaku Shiva, serta teman yang ada disebelahku bernama Haruka. Baru 1 bulan ini kami berteman, dia begitu baik, lucu dan juga cantik. Aku berkenalan dengannya saat kami berada direstoran kue, dan aku merupakan rekan kerjanya.
Aku sungguh menikmati pekerjaan tersebut. Banyak wajah wajah ceria yang mengelilingiku. Aku merasa nyaman melakukannya, mengaduk adonan, memasukkannya kedalam oven, serta melayani para pelanggan dengan ramah. Akhir akhir ini aku sungguh sibuk, entahlah, mengapa aku bisa berfikir bahwa aku ini wanita yang sibuk. Tapi yang pasti, hampir setiap harinya aku menghabiskan waktu yang tidak sia sia.
Aku tinggal dikediaman yang sama dengan Haruka di apartemen dekat komplek ini. Ia memaksaku untuk tinggal bersama, mungkin ia merasa prihatin dengan tempat tinggalku dulu. Serta, ia juga pernah bilang kalau dia merasa kesepian tinggal sendiri, maka dari itu dia mengajakku untuk tinggal bersama. Haruka adalah orang yang penuh Wibawa, dewasa dan juga bijaksana, Tak heran jika dia dikagumi dan dihormati banyak rekan kerjanya direstoran.
Seketika langkahku terhenti melihat gerobak bajigur yang saat itu sedang mangkal didekat danau. Aku berpikir untuk mengajak Haruka untuk mencobanya. Lantas dengan sigap aku menarik lengan Haruka dan membawanya untuk membeli beberapa makanan.
"Bang! Aku pesan 2 Bajigur di plastik." Perintahku.
Lantas wajah Haruka menunjukkan Keheranannya. "Bajigur itu apa?" Lalu aku menjawabnya. "Bajigur merupakan minuman khas Sunda yang terbuat dari gula aren dan santan."
Sesegera Haruka mencobanya. "Ini Enak! Apa kita bisa menjualnya direstoran? hahaha." Guraunya. Lantas Haruka kembali menengok ke arah gerobak, terdapat banyak makanan juga disana. Haruka penasaran dan langsung mengambil salah satunya. "Lalu ini apa?" Tanyanya kembali pada Shiva. "Itu namanya Pepais Pisang. Kamu coba makan." Haruka mencobanya, dan ia kembali kagum akan rasanya. "Ini juga enak! Pak, aku pesan sepuluh, ya." Shiva mendadak terkejut. "Kamu yakin bisa menghabiskannya?"
"Sisanya akan kusimpan dirumah nanti."
Setelah membayar makanan yang mereka pesan, mereka kembali melanjutkan perjalannya menuju apartemen.
Shiva menengok kagum kearah Haruka. "Apa boleh aku tahu apa yang kamu impi impikan didunia ini?"
"Menjadi pengusaha sukses." Jawabnya singkat.
"Kalau aku... Entahlah, aku masih belum bisa memikirkan masa depanku. Banyak hal sulit yang sudah kulalui belakangan ini. Aku tak sempat memikirkannya. Yang kupikirkan hanyalah bertahan hidup dan menjauhkanku dari kesengsaraan." Kata Shiva lemah.
Mendengar kata sengsara, Haruka sudah menyimpulkan bahwa kehidupan Shiva mungkin mengalami kepahitan. Ia juga melirik wajah Shiva yang seketika berubah masam. "Hal yang paling ditakuti oleh manusia adalah kepasrahan. Tidak banyak cara yang bisa dilakukan jika kita mengalaminya, Hidupmu akan buntu seketika. Dan jalan akhir yang ditempuh ada pada kematian. Aku takut sekali akan hal itu, maka dari itu aku bersikap setegar mungkin untuk menghindarinya. Apa kamu mengerti maksudku?" Tanyanya pada Shiva. Shiva menggangguk dengan senyum. Benar apa yang sudah ia nilai dari kepribadian Haruka, ia begitu pantas untuk dihormati. Haruka selalu menggunakan akal budinya saat berbicara, membuat perasaan menjadi tenang mendengarnya.
Pusat perbelanjaan elit dikota Jakarta, malam hari. Orang orang berlalu lalang sibuk menghabiskan uangnya demi keperluan hidupnya. Sonya, Jeje serta Shanju, Bagi mereka bertiga, keluyuran ditempat umum sungguhlah menyenangkan. Punya uang maupun tidak, mereka pasti akan berpetualang dimalam hari untuk melepas kelelahan mereka sebagai Idol didunia hiburan. Mereka bertiga memakai sweater serta topi untuk menutupi sebagian wajahnya dari publik.
Dalam langkahnya Sonya tersadar bahwa ada yang ganjil, lantas ia melirik kanan kiri. "Tidak ada! Kemana perginya mereka?" Pekiknya dalam hati. Lantas ia menengok kebelakang. "Syukurlah, mereka hanya sedang melihat lihat toko pakaian dari luar." Sonya menghampiri Shanju serta Jeje dengan wajah jengkel. "Kalian ini, jika ingin melihat lihat beritahu aku dulu, bagaimana jika aku tersesat lalu ada yang menculik diriku."
"Menculik! benar. Aku akan menculik gaun itu lalu aku akan memakainya." Kata Jeje berceloteh. Shanju membalasnya. "Enak saja! Aku yang melihatnya lebih dulu. Kecantikanku pasti akan naik 40% jika aku memakai gaun tersebut." Kata Shanju sambil membayangkannya. "Benar kan, Son? Sonya?" Tambahnya. Namun Sonya tidak menanggapinya. Lantas Shanju serta Jeje melihat kanan kiri mencari keberadaan Sonya. "Dimana dia?" Kata Jeje.
Shanju terkejut. "Li.. Lihat itu!" Katanya sambil menunjuk tangan kearah dalam toko. Lalu Jeje menengoknya, Jeje pun sama terkejutnya. Mereka berdua melihat Sonya yang sudah membungkus gaun yang Jeje serta Shanju incar.
"Apa apaan dia! Seenaknya saja!" Jengkel Jeje. "Bukan main kelakuannya saat ini." Shanju pun kesal.
Setelah menyelesaikan pembayaran, Sonya berjalan keluar dengan wajah polosnya. Sedangkan Shanju serta Jeje hanya bisa memanyunkan mulut melihat tingkah Sonya.
"Penghianat!" Bisik Jeje pada Shanju yang sedang menyinggung Sonya.
Lantas Sonya melirik keduanya dengan wajah kosong. "Ada apa dengan kalian? Maaf, aku sudah duluan membeli gaun ini. Orang yang banyak bicara tidak akan pernah menang, kalian tahu maksudku, kan? Tindakkanlah yang paling berkuasa. hahaha?" Gelaknya.
Shanju punya Ide, ia berbisik pada Jeje dengan wajah dongkol. "Ayo kita tinggalkan dia diam diam. Lebih baik kita cari makan malam bersama." Jeje Setuju. "Benar! Penghianat itu harus kita balas."
Saat ketiganya kembali berjalan, Jeje serta Shanju memperlambat langkahnya. Kemudian... Mereka berdua berbalik arah sambil berlari meninggalkan Sonya diam diam. Saat perjalanan, Sonya tersadar kembali bahwa ada yang ganjil, ia menengok kanan kiri. Seketika wajahnya jengkel. "Lagi! Kemana lagi mereka pergi?" Pekiknya. Dan Sonya pun menengok kebelakang, ia melihat Shanju serta Jeje yang berlari meninggalkannya.
"Hei, kalian! mau kemana? Jangan tinggalkan aku sendiri." Teriaknya.
Lantas mereka berdua mengolok ngolok Sonya. "kejar kami kalau bisa. hahaha." Kata jeje dengan lidah yang menjulur keluar. Sonya jengkel dan mengejar keduanya. "Apa apaan kalian ini, awas kalau sampai ketemu. Akan aku jambak kalian berdua!" Ancamnya daribalik nafas pengapnya.
Bersambung ...
Follow kami di Twitter @JKT48fanfiction
Jika kalian mempunyai Pertanyaan bisa kirimkan ke alamat Email Parahesitisme@gmail.com
Copyright © JKT48 NOVEL
Genre : Tragedy, Friendship, Inspiratif, Melodrama.
Story by : Chikafusa Chikanatsu
Ini Merupakan kisah Fiktif.
Waktu berjalan begitu cepatnya. Kini, aku dan teman temanku sudah berseragam putih abu. Namaku Cindy, hingga sekarang, aku, Beby serta Delima bersekolah ditempat yang sama. Hampir keseharianku ku habiskan bersama dengan mereka. Aku masih tidak bisa melupakan kejadian maut yang menimpaku dahulu, hingga nyawaku hampir melayang sia sia, aku masih merasa bersalah atas kejadian tersebut. Saat ku membuka mata ini, tubuhku lemah tak berdaya, Namun, aku melihat mereka berdua tersenyum memandangiku. Mereka rela meninggalkan impiannya hanya demi aku, demi kebersamaan yang kami miliki.
Sikapku kini berubah terbalik dari yang dulu, mulai sekarang aku merasa kalau aku sudah harus berhati hati dalam mengucapkan kata, aku tidak pernah mau membuat temanku tersinggung, marah ataupun membenciku. Maka dari itu aku menjadi begitu pendiam dan menjaga semua perkataan yang akan ku ucapkan. Mereka bilang, dimana sifat humor mu itu? Dimana sifat comel mu? Mereka rindu dengan tingkah ku yang dulu. Tetapi aku tidak berani, aku tidak berani membuat teman temanku merasa risih jika aku melakukan itu semua. Karena, mereka telah melakukan sesuatu yang paling berharga terhadapku, yakni kesetiakawanan. Aku tidak pernah berfikir sedikitpun mereka akan rela meninggalkan impiannya demi aku, namun faktanya memang begitu.
"Sepertinya sudah 20 menit aku menunggu teman ku ditaman ini. kenapa mereka belum juga datang? Ah, biarlah, mungkin ada sesuatu yang membuat mereka terlambat menemuiku. Aku harap, makanan yang aku bawa di toples ini tidak segera dingin. Aku membuat semua makanan ini dengan tanganku sendiri, aku harap mereka akan suka. Huh, lagi lagi aku tersenyum geli jika mengingat tingkah mereka terhadapku. Aku tidak sabar menemuinya, cepatlah datang."
"Aku mendengarnya! Dari arah kananku, mereka berteriak memanggil manggil namaku. Aku sungguh senang, pancaran senyum ini tidak henti hentinya keluar."
Dengan nafas yang pengap, Delima serta Beby menghampiri Cindy ditaman. Masing masing dari mereka membawa tas gendong berisi makanan. Saat itu mereka memang akan makan siang bersama ditaman oleh ajakan Cindy.
Dibalik nafasnya yang pengap, Beby memandang Cindy heran. "Kenapa kamu terus tersenyum? Seharusnya kamu marah kalau kami datang terlambat. Hei beby! Apa kamu tau aku sudah menunggumu selama 20 menit disini, kakiku sudah sangat keram karenamu. Apa sih yang membuat kalian terlambat? Kulitku bisa jadi hitam karena menunggumu. Nah, seperti itu yang ingin aku dengar darimu." Kata Beby sambil memperagakannya.
Namun, tidak ada yang berubah. Cindy hanya bisa tersenyum mendengar ocehan Beby barusan. Dan Beby pun masih berusaha membuat Cindy marah akan kehadirannya dengan memberitahukan yang sebenarnya. "Aku sengaja lho mengulur waktu selama 20 menit untuk pertemuan kali ini, 20 menit itu waktu yang lama, aku bisa beristirahat dikasurku yang empuk."
Terbalik! Yang marah justru bukan Cindy, Melainkan Delima. "Apa kamu bilang? Bukannya kamu bilang kamu lagi ngerjain PR! Kamu membiarkan aku berada diluar rumahmu berdiri seperti orang bodoh menantikan kehadiranmu. Aku merasa kakiku ini sudah seperti terikat tali tebal, aku kesemutan karenamu. Dan perawatan kulitku akan sia sia karena terik matahari. Kenapa kamu tidak membiarkan ku masuk kerumahmu!"
Beby cengengesan. "Nah itu yang aku ingin dengar dari Cindy. Hei Cindy, Bisakah kamu meniru gaya Delima saat marah?"
Delima semakin jengkel. "Jangan mengalihkan pembicaraan!" Jitaknya pada Beby.
"Sudah, sudah. Aku gak apa apa. Oya, aku membuatkan makanan ini untuk kalian, semoga kalian suka." Kata Cindy sambil memperlihatkan toples isi makanan yang ia pegang. Melihat tingkah Cindy yang begitu berubah, membuat Beby mengada ngada dengan berbisik pada Delima. "Tingkahnya sungguh aneh, sejak kapan ia mau membuatkan makanan untuk kita? Sepertinya tubuhnya sudah dirasuki roh penunggu rumah sakit." Lantas Delima membalasnya lagi dengan Jitakan. "Jangan berpikiran yang tidak tidak!"
Beby menatap kuat wajah Delima dari dekat. "Hei Delima, jika kamu menjitakku lagi, maka nyawamu akan berada ditanganku." Lagi lagi Delima membalasnya dengan wajah yang berapi api. "Nyawamulah yang sudah aku genggam kuat, berhati hatilah.
Beby mulai mengamcam. "Awas ya kalau kamu menyontek PR ku." Delima tidak mau kalah. "Tak apa. Aku bisa menyonteknya lewat Cindy." Katanya sambil menjulurkan lidahnya. Lantas Beby mencoba mengambil hati Cindy dengan bersikap manja. "Kamu ada dipihak ku, kan? Ingat kata guru, menyontek itu tidak baik. Jadi, kamu jangan coba coba memperlihatkan hasil kerjamu pada Delima, ya? Ya? Ya?"
Cindy hanya bisa tersenyum. "Kalian memang tidak berubah sedikitpun." Katanya dengan wajah Polos.
Dengan cepat Delima serta Beby serentak membalasnya. "Kamu lah yang telah berubah!" Pekiknya.
Mereka bertiga sudah ngampar bersama ditaman dengan tikar. Dibawah pohon besar mereka berlindung dari terik matahari, sungguh sejuk udaranya. Delima serta Cindy terlihat sibuk mengeluarkan makanan dari dalam tasnya, sedangkan Beby hanya bisa terdiam memandangi makanan yang terus muncul dari masing masing tas milik Cindy dan juga Delima.
Delima mulai keheranan. "Mana makananmu, Beb?" Tanyanya.
Beby berpura pura bego. "Makanan apa? Saat ditelepon Cindy tidak mewajibkan ku untuk membawa makanan. Jadi aku tidak membawanya."
"Apa kamu bilang! Jadi untuk apa kamu bawa tas sebesar itu?" Pekik Delima.
"Tas ini? oh, ini untuk berjaga jaga."
"Untuk apa?" Tanyanya lagi.
"Untuk mengambil makanan yang tidak kalian habiskan." Balas Beby cengar cengir.
Delima menyerah meladeni tingkah Beby. "Sudahlah, kita mulai saja makannya."
Makanan sudah tertata rapih, piring yang terbuat dari plastik sudah mulai terisi dan siap untuk dimakan.
***
"Aku tidak percaya kamu melakukan itu semua. Kamu membunuh semua keluargaku hanya demi melindungi sebuah fakta. Kenapa? Apa kamu takut membusuk didalam kurungan penjara?" Teriak kesal Melody.
Lantas Stella membalasnya dengan wajah sinis. "Tutup mulutmu! Apa kamu punya bukti bahwa akulah orang dibalik pembantaian itu? Apa yang membuatmu merasa begitu percaya?"
"Dari semua bukti yang sudah ditemukan oleh pihak kepolisian, 80% menyatakan kecocokanmu dalam kasus tersebut. Jadi, jangan mencoba untuk menyangkalnya."
Stella masih membangkang, ia menampar wajah Melody dengan keras. "Begitu rendahnya dirimu menilaiku. Aku bukan orang yang akan melakukan tindakan keji itu. Cukup sampai disini, aku tidak akan mengganggapmu sebagai teman, bahkan aku akan mengubur semua kehidupan yang pernah kita lakukan bersama sebelumnya."
"Cut! Cut!" pekik seorang sutradara daribalik tumpuannya. Sutradara itu menghampiri Stella, mungkin ia akan memberi sebuah arahan agar akting Stella membaik. Pengambilan gambar dilakukan di pinggir pantai saat sore hari. Ini merupakan Film pendek pertama kali yang dilakukan oleh grup Idol yang bernama JKT48.
"Stella, apa kamu mengerti situasi dari naskah tersebut? Coba kamu baca ulang lagi. Saat Melody menuduhmu dengan tuduhan omong kosong, seharusnya matamu tampak berkaca kaca. Kamu merasa dikhianati oleh temanmu sendiri dengan tuduhan itu. Kamu mengerti maksudku?"
Stella menggangguk. "Baik. aku minta maaf, aku akan perbaiki lagi."
"Kita istirahat selama 15 menit, tolong perbaikilah." Ucapnya pada Stella.
Stella menghampiri Melody. "Apa kamu mau menemaniku jalan jalan dipinggiran pantai ini?" Ajaknya. Melody menggangguk dengan senyum. Mereka berdua berjalan dipinggiran pantai sambil mengamati pemandangan laut.
Stella menunduk masam. "Maaf... karena aktingku, mungkin kamu akan menerima tamparan dariku lagi di adegan itu." Lantas Melody membalasnya dengan Gurauan. "Tak apa, lagipula aku tidak akan tewas jika ditampar olehmu." Stella menoleh pada Melody dengan senyum, untung saja Melody mengerti situasinya, pikir Stella.
"Terasa sepi sekali bukan, tanpa kehadiran Ikey dan juga Ayu. Aku harap, Ayu segera siuman dan bisa membuat Ikey kembali ceria. Aku tidak tega melihatnya terus tersiksa akan kehadirannya." Tutur Melody.
Stella menghela nafas. "Waktu begitu cepat berlalu. Setelah kita lulus SMA, mengapa aku menjadi begitu kesepian. Aku rindu saat kita belajar bersama sama saat dikelas, bercanda atau mungkin makan bersama disebuah kantin. Yang masih aku tidak mengerti dengan sikapnya, mengapa ia rela mengorbankan kegembiraan hidupnya hanya demi temannya yang bernama Ayu itu?"
Melody menjelaskan. "Ikatan mereka begitu kuat. Mereka sudah bersama sama sejak kecil. Salah satu dari mereka mungkin sudah mengerti apa itu arti berbagi dari sebuah kebersamaan. Jika salah satunya sedang mengalami masa sulit, mungkin satunya akan merasa terbebani karenanya."
Stella mendapat Ide. "Oya, bagaimana setelah ini kita menjenguk Ayu? Sudah hampir 3 minggu kita tidak kesana. Aku juga rindu dengan mereka berdua." Melody mengangguk. "Ide yang bagus. Jangan lupa saat diperjalanan kamu ingatkan aku untuk membeli beberapa makanan kesukaan Ikey, ya?." Stella membalasnya. "Pasti!"
"Mel! Stella!" Sorak Ve yang menyambutnya dari belakang.
"Kamu kenapa kesini?" Tanya Melody setengah keheranan.
"Aku lagi gak ada kegiatan. Aku bosan dan akhirnya nyamperin kalian kesini." Balasnya. Kemudian Bibir Ve mendekatkan telinga Stella. "Aku juga ingin melihat kamu menampar pipi Melo." Guraunya diselipin tawa.
Stella jadi merasa tidak enak. "Kamu ini."
Sore hari, Dua orang wanita belia sedang dalam perjalanan pulang dari tempat kerjanya. Melewati Sebuah danau, serta pemandangan bunga bunga yang menghiasi pinggiran jalan raya. Tatanan komplek perumahannya sungguh rapih, bersih juga terjaga. Perumahan elit tersebut baru baru ini diresmikan, tentu keadaannya pun sungguh terawat. Namaku Shiva, serta teman yang ada disebelahku bernama Haruka. Baru 1 bulan ini kami berteman, dia begitu baik, lucu dan juga cantik. Aku berkenalan dengannya saat kami berada direstoran kue, dan aku merupakan rekan kerjanya.
Aku sungguh menikmati pekerjaan tersebut. Banyak wajah wajah ceria yang mengelilingiku. Aku merasa nyaman melakukannya, mengaduk adonan, memasukkannya kedalam oven, serta melayani para pelanggan dengan ramah. Akhir akhir ini aku sungguh sibuk, entahlah, mengapa aku bisa berfikir bahwa aku ini wanita yang sibuk. Tapi yang pasti, hampir setiap harinya aku menghabiskan waktu yang tidak sia sia.
Aku tinggal dikediaman yang sama dengan Haruka di apartemen dekat komplek ini. Ia memaksaku untuk tinggal bersama, mungkin ia merasa prihatin dengan tempat tinggalku dulu. Serta, ia juga pernah bilang kalau dia merasa kesepian tinggal sendiri, maka dari itu dia mengajakku untuk tinggal bersama. Haruka adalah orang yang penuh Wibawa, dewasa dan juga bijaksana, Tak heran jika dia dikagumi dan dihormati banyak rekan kerjanya direstoran.
Seketika langkahku terhenti melihat gerobak bajigur yang saat itu sedang mangkal didekat danau. Aku berpikir untuk mengajak Haruka untuk mencobanya. Lantas dengan sigap aku menarik lengan Haruka dan membawanya untuk membeli beberapa makanan.
"Bang! Aku pesan 2 Bajigur di plastik." Perintahku.
Lantas wajah Haruka menunjukkan Keheranannya. "Bajigur itu apa?" Lalu aku menjawabnya. "Bajigur merupakan minuman khas Sunda yang terbuat dari gula aren dan santan."
Sesegera Haruka mencobanya. "Ini Enak! Apa kita bisa menjualnya direstoran? hahaha." Guraunya. Lantas Haruka kembali menengok ke arah gerobak, terdapat banyak makanan juga disana. Haruka penasaran dan langsung mengambil salah satunya. "Lalu ini apa?" Tanyanya kembali pada Shiva. "Itu namanya Pepais Pisang. Kamu coba makan." Haruka mencobanya, dan ia kembali kagum akan rasanya. "Ini juga enak! Pak, aku pesan sepuluh, ya." Shiva mendadak terkejut. "Kamu yakin bisa menghabiskannya?"
"Sisanya akan kusimpan dirumah nanti."
Setelah membayar makanan yang mereka pesan, mereka kembali melanjutkan perjalannya menuju apartemen.
Shiva menengok kagum kearah Haruka. "Apa boleh aku tahu apa yang kamu impi impikan didunia ini?"
"Menjadi pengusaha sukses." Jawabnya singkat.
"Kalau aku... Entahlah, aku masih belum bisa memikirkan masa depanku. Banyak hal sulit yang sudah kulalui belakangan ini. Aku tak sempat memikirkannya. Yang kupikirkan hanyalah bertahan hidup dan menjauhkanku dari kesengsaraan." Kata Shiva lemah.
Mendengar kata sengsara, Haruka sudah menyimpulkan bahwa kehidupan Shiva mungkin mengalami kepahitan. Ia juga melirik wajah Shiva yang seketika berubah masam. "Hal yang paling ditakuti oleh manusia adalah kepasrahan. Tidak banyak cara yang bisa dilakukan jika kita mengalaminya, Hidupmu akan buntu seketika. Dan jalan akhir yang ditempuh ada pada kematian. Aku takut sekali akan hal itu, maka dari itu aku bersikap setegar mungkin untuk menghindarinya. Apa kamu mengerti maksudku?" Tanyanya pada Shiva. Shiva menggangguk dengan senyum. Benar apa yang sudah ia nilai dari kepribadian Haruka, ia begitu pantas untuk dihormati. Haruka selalu menggunakan akal budinya saat berbicara, membuat perasaan menjadi tenang mendengarnya.
Pusat perbelanjaan elit dikota Jakarta, malam hari. Orang orang berlalu lalang sibuk menghabiskan uangnya demi keperluan hidupnya. Sonya, Jeje serta Shanju, Bagi mereka bertiga, keluyuran ditempat umum sungguhlah menyenangkan. Punya uang maupun tidak, mereka pasti akan berpetualang dimalam hari untuk melepas kelelahan mereka sebagai Idol didunia hiburan. Mereka bertiga memakai sweater serta topi untuk menutupi sebagian wajahnya dari publik.
Dalam langkahnya Sonya tersadar bahwa ada yang ganjil, lantas ia melirik kanan kiri. "Tidak ada! Kemana perginya mereka?" Pekiknya dalam hati. Lantas ia menengok kebelakang. "Syukurlah, mereka hanya sedang melihat lihat toko pakaian dari luar." Sonya menghampiri Shanju serta Jeje dengan wajah jengkel. "Kalian ini, jika ingin melihat lihat beritahu aku dulu, bagaimana jika aku tersesat lalu ada yang menculik diriku."
"Menculik! benar. Aku akan menculik gaun itu lalu aku akan memakainya." Kata Jeje berceloteh. Shanju membalasnya. "Enak saja! Aku yang melihatnya lebih dulu. Kecantikanku pasti akan naik 40% jika aku memakai gaun tersebut." Kata Shanju sambil membayangkannya. "Benar kan, Son? Sonya?" Tambahnya. Namun Sonya tidak menanggapinya. Lantas Shanju serta Jeje melihat kanan kiri mencari keberadaan Sonya. "Dimana dia?" Kata Jeje.
Shanju terkejut. "Li.. Lihat itu!" Katanya sambil menunjuk tangan kearah dalam toko. Lalu Jeje menengoknya, Jeje pun sama terkejutnya. Mereka berdua melihat Sonya yang sudah membungkus gaun yang Jeje serta Shanju incar.
"Apa apaan dia! Seenaknya saja!" Jengkel Jeje. "Bukan main kelakuannya saat ini." Shanju pun kesal.
Setelah menyelesaikan pembayaran, Sonya berjalan keluar dengan wajah polosnya. Sedangkan Shanju serta Jeje hanya bisa memanyunkan mulut melihat tingkah Sonya.
"Penghianat!" Bisik Jeje pada Shanju yang sedang menyinggung Sonya.
Lantas Sonya melirik keduanya dengan wajah kosong. "Ada apa dengan kalian? Maaf, aku sudah duluan membeli gaun ini. Orang yang banyak bicara tidak akan pernah menang, kalian tahu maksudku, kan? Tindakkanlah yang paling berkuasa. hahaha?" Gelaknya.
Shanju punya Ide, ia berbisik pada Jeje dengan wajah dongkol. "Ayo kita tinggalkan dia diam diam. Lebih baik kita cari makan malam bersama." Jeje Setuju. "Benar! Penghianat itu harus kita balas."
Saat ketiganya kembali berjalan, Jeje serta Shanju memperlambat langkahnya. Kemudian... Mereka berdua berbalik arah sambil berlari meninggalkan Sonya diam diam. Saat perjalanan, Sonya tersadar kembali bahwa ada yang ganjil, ia menengok kanan kiri. Seketika wajahnya jengkel. "Lagi! Kemana lagi mereka pergi?" Pekiknya. Dan Sonya pun menengok kebelakang, ia melihat Shanju serta Jeje yang berlari meninggalkannya.
"Hei, kalian! mau kemana? Jangan tinggalkan aku sendiri." Teriaknya.
Lantas mereka berdua mengolok ngolok Sonya. "kejar kami kalau bisa. hahaha." Kata jeje dengan lidah yang menjulur keluar. Sonya jengkel dan mengejar keduanya. "Apa apaan kalian ini, awas kalau sampai ketemu. Akan aku jambak kalian berdua!" Ancamnya daribalik nafas pengapnya.
Bersambung ...
Follow kami di Twitter @JKT48fanfiction
Jika kalian mempunyai Pertanyaan bisa kirimkan ke alamat Email Parahesitisme@gmail.com
Copyright © JKT48 NOVEL
0 comments:
Posting Komentar