Title : Experience Of Jewel
Genre : Tragedy, Friendship, Inspiratif, Melodrama.
Story by : Chikafusa Chikanatsu
Ini Merupakan Kisah Fiktif.
Didalam sebuah cafe yang berdiri ditengah kota, Dhike menantikan seseorang untuk bertemu dengannya saat itu. Wajahnya biasa saja seperti orang pada umunya jika sedang menunggu. Sudah lima menit lamanya ia duduk, rasanya tidak asik jika tidak mencicipi sesuatu yang dijual di cafe tersebut, lantas Dhike memanggil seorang pelayan.
"Selamat Datang, Apa ada yang bisa saya bantu, Nona?" Tanya pelayan wanita ramah disela senyumnya. "Boleh aku melihat daftar menunya?" Pinta Dhike. Sesegera pelayan tersebut memberikan daftar menu. Dhike melihat lihat, pilihan terakhirnya ada pada minuman. "Aku pesan Espresso Float."
Sambil menunggu pesanan datang, Dhike membaca baca majalah yang tergeletak dimeja pelanggan. Sesekali lirikkan matanya menengok pada arlojinya, memang sedikit agak kesal, Dhike harus menerima kenyataan bahwa orang yang ditungguinya sudah telat sekitar sepuluh menit. Dhike mengambil ponsel daridalam tas kecil yang ia taruh diatas kedua pahanya. Ia merasa bimbang apakah ia akan kembali menghubungi orang yang telah membuatnya menunggu, namun ia kembalikan lagi posisi ponsel itu kedalam tas mininya, bagaimanapun, Dhike lah yang membutuhkan orang itu.
Diwaktu yang bersamaan antara pelayan serta orang yang telah membuat Dhike menunggu, kini datang. Tidak jauh orang itu adalah temannya sendiri, yakni Sendy. Sendy segera menghampiri Dhike sembari menggangkat lengan kanan menyapanya. "Dhike! Maaf aku terlambat. Jalanan di kota Jakarta semakin tahun semakin padat." Ucap Sendy merasa tidak enak hati. Dhike menggangguk memakluminya. "Apa kamu ingin pesan sesuatu?"
"Aku pesan sama sepertimu saja." Jawab Sendy. Dhike menoleh pada pelayan disampingnya. "Satu gelas Espresso Float lagi." Pintanya.
"Bagaimana keadaan Ayu dirumah sakit?" Tanya Sendy. "Dia sudah mulai bisa berbicara, Namun pergerakan otot syarafnya masih belum ada kemajuan. Masih butuh waktu untuk terapinya."
"Syukurlah, setidaknya sedikit demi sedikit sudah ada kemajuan. Aku sungguh rindu dengannya."
"Apa yang membuatmu sibuk? Sudah satu minggu ini kamu tidak menengok Ayu. Dia sering sekali menanyai keberadaanmu." Kata Dhike.
Sendy Girang mendengarnya. "Benarkah? Wahh, aku sungguh senang ternyata dia juga memikirkan aku. Sudah satu minggu ini aku sibuk kesana kemari mencari pekerjaan. Aku tidak bisa berdiam terus, bukan? Kini aku tinggal seorang diri, mau gak mau aku harus membiayai hidupku dengan tanganku sendiri."
"Bagaimana mungkin dengan mudahnya Ayu bisa melupakanmu setelah kebaikan yang kamu berikan padanya. Aku senang mendengar bahwa satu minggu ini ternyata kamu sedang mencari pekerjaan, semangat!" Kata Dhike. Sendy hanya tersenyum lebar membalasnya.
Seorang pelayan datang memberi pesanan baru untuk Sendy. "Terima kasih." Kata Sendy.
Dhike meneguk minuman pertamanya, dan kemudian ia menatap Sendy, sepertinya Dhike akan mengatakan sesuatu. Dengan perasaan tidak enak Dhike meminta pada Sendy. "Apa boleh aku meminjam keahlianmu sebagai detektif?"
Lantas Sendy tersentak mendengarnya. "Boleh diperjelas maksud dari ucapanmu barusan? Aku sama sekali tidak mengerti."
Dhike mengambil sebuah Foto dari dalam tas kecilnya, Foto tersebut ia lihatkan pada Sendy. Sendy terkejut. "I..I...Ini ..." Ucapnya terbata bata. "Benar, Itu adalah Foto Ayahnya Ayu." Kata Dhike. Daribalik wajahnya yang keheranan, Sendy bertanya. "Apa yang kamu mau aku lakukan? Apa jangan jangan ..." Terkanya.
"Jika tidak keberatan, aku mau kamu kembali menyelidiki Kasus Ayah Ayu yang sudah bertahun tahun hilang. Bahkan pihak kepolisianpun tidak bisa menuntaskannya. Aku begitu penasaran apa yang telah terjadi pada Ayahnya. Aku mohon padamu. Aku tidak bisa melihatnya terus memikirkan Ayahnya, tiap harinya, bahkan tiap jamnya anak itu selalu memikirkannya. Aku tidak tega. dan kalaupun Ayu akan menerima kenyataan pahit tentang keberadaan Ayahnya, tapi aku rasa itulah jalan yang terbaik untuknya."
Sendy terdiam sejenak, ia beralasan. "Tapi, dengan keadaanku yang sekarang, akan sulit sekali untuk menyelidikinya. Aku tidak mempunyai cukup barang yang akan membantu dalam proses penyelidikan, setelah semua barangku disita oleh pihak Badan Detektif Nasional." Kata Sendy Blak blakan. Dari hati yang terdalam, Sendy juga ingin sekali mengetahui keberadaan Ayah kandung Ayu.
"Kira kira, Berapa Biayanya?" Tanya Dhike tiba tiba, sepertinya Dhike mengetahui faktor kekurangannya. Sendy pun tidak enak hati mengatakannya. Ia berbasa basi. "Ti.. Tidak terlalu banyak. Aku juga akan melakukannya sebisa mungkin tanpa mengeluarkan banyak biaya."
"Aku mohon kerja samanya." Kata Dhike sambil melempar senyum.
Pelangi Entertainment, adalah sebuah perusahaan bakat utama besar yang berdiri di Jakarta, meliputi Rumah produksi, Gedung Talent, Penulis Naskah, produser serta penerbit musik. Pelangi Entertainment telah sukses menciptakan orang orang berbakat untuk terjun ke dunia hiburan, bahkan perusahaan mereka telah banyak bekerja sama dengan negara negara lain, salah satunya adalah Investor investor asing rela bekerja sama hanya untuk menciptakan artis berbakat dan juga pembuatan Film. Bahkan, produser terkenal yang berasal dari Jepang, yakni Yasushi Akimoto, sebelumnya memang sudah bekerja sama dengan Pelangi Entertainment untuk mengembangkan musik ditanah air, salah satunya adalah JKT48 yang mereka naungi.
Mereka tidak fokus dalam satu jenis hiburan saja, mereka yang berbakat bisa mempunyai banyak impian, seperti penyanyi, aktor/aktris, penulis naskah, seorang dancer/penari, dan lain lain yang berkaitan dengan Hiburan. Saat ini, perusahaan mereka telah sibuk sibuknya menyiapkan perencanaan pembuatan Film besar, Seorang Investor terkaya di China rela bekerja sama dengan Pelangi Entertainment untuk pembuatan Film bertemakan Aksi oleh sekumpulan para wanita yang memberantas para teroris. Pelangi Entertainment akan melakukan seleksi untuk pemeran yang akan terjun dalam film terkait.
Disebuah ruangan seminar yang luas, semua orang dibawah naungan atau didikan Pelangi Entertainment dikumpulkan jadi satu. Seorang direktur dari perusahaan tersebut akan memberikan sedikit arahan pada orang orang didikannya, termasuk JKT48 ada didalam keramaiannya.
Dengan mikrofon yang ia genggam kuat ditangan kanan, ia mulai berbicara. "Ada kalanya seseorang yang bukan siapa siapa lantas bisa menjadi seorang bintang emas didunia hiburan ini, kenapa? Mereka berbakat, mereka tidak takut dalam memajukan impiannya. Jika kalian ingin menghasilkan banyak uang, carilah seseorang yang bisa menguntungkan kalian, manfaatkanlah orang tersebut, dalam hal ini saya menyebutkannya kerja sama. Seperti yang kalian ketahui, seorang investor yang berasal dari China akan bekerja sama dengan kami untuk membuatkan film bertemakan aksi. Mungkin ini adalah sedikit jalan pintas untuk memajukan Film Indonesia dikalangan pihak asing. Film ini tidak hanya tayang di Indonesia serta China saja, Seorang investor Jepang pun mau ikut berperan dalam pembuatan film ini. Apa ada yang tahu mengapa mereka memilih kita?" Tanya direktur pada kerumunan.
Direktur menambahkan. "Karena mereka tahu apa arti dari sebuah seni. Seni adalah sesuatu yang dibuat untuk menghasilkan kepuasan, bukan keuntungan. Itulah prinsip yang saya pegang saat ini hingga saya bisa memimpin perusahaan ini sampai ketitik sekarang. Saya bukan orang yang tergila gila akan uang, Saya ingin menciptakan kepuasan dari nilai seni itu sendiri. Uang akan mengalir dengan sendirinya pada mereka yang mengenal seni. Mereka yang terkenal dengan prinsip mengambil keuntungan dibanding kualitas, Saya yakin karya mereka tidak akan pernah diakui dunia ini. Apa kalian sudah mengerti? Apa ada yang ingin bertanya?"
Kemudian Salah satu orang dari kerumunan itu bertanya pada direktur. "Bukankah anda sendiri seorang pebisnis? Pebisnis tentu juga harus memikirkan keuntungan agar apa yang dilakukan searah dan seimbang."
Direktur tersebut menoleh pada salah satu yang bertanya barusan. "Pertanyaan yang sangat bagus. Ini yang dinamakan perang melawan bisnis. Seorang pebisnis tentu harus memikirkan keuntungan, namun ada yang kalian lewatkan, yaitu umur dari bisnis yang kalian bangun. Seperti yang saya katakan sebelumnya, Mereka yang selalu mencari keuntungan tidak akan pernah seninya dikenang selamanya, ini sama saja seorang pebisnis yang selalu mengambil jalan pintas dengan mencari keuntungan lebih, namun tidak dipastikan bisnis nya akan bertahan lama. Seorang pebisnis tentu harus juga mengutamakan yang namanya kualitas. Mereka yang berkualitas akan selalu dicari, dipuji dan dikagumi banyak orang, mulai dari situ yang namanya keuntungan akan mengalir dengan sendirinya."
Lantas semuanya bertepuk tangan kagum mendengar pidato Direktur dari Pelangi Entertainment barusan.
"Hebat! Pantas saja dia sampai sukses hingga kini." Kata Ve kagum, ia kembali melihat formulir yang ada ditangannya. "Syaratnya sungguh mudah, siapa saja yang sudah berumur 16 tahun bisa mengikuti seleksi sebagai pemeran utama dari film tersebut." Lantas Ve menoleh pada Melody dan juga Stella. "Apa kalian juga ingin ikut seleksi?" Tanyannya.
"Kami tentu wajib mengikuti seleksi dalam pembuatan film itu, karena kami baru saja menyelesaikan film bertemakan Sahabat 2 hari yang lalu dan menduduki rating teratas. Kami mewajibkan ikut serta oleh manager kami." Jawab Stella. Ve menggangguk. "Benar juga, kalian sudah punya pengalaman dalam dunia akting. Aku ingin sekali ikut serta. Apakah mungkin bagiku untuk mengikutinya sedangkan aku sama sekali tidak mempunyai pengalaman?" Tanyanya daribalik wajah mendungnya. Melody menjelaskan. "Jangan nyerah gitu, dengar apa kata direktur barusan. Tunjukkanlah kualitas aktingmu sebisa mungkin. Tidak ada peraturan yang berpengalaman wajib ikut, kan? mungkin saja tim produksi mempersilahkan orang baru untuk melakukannya."
Lima kursi ke arah kanan dari tempat Melody duduk, dengan gugupnya Sonya menghampiri Melody. Setelah JKT48 terbentuk, Mereka kini satu kawanan, namun keakrabannya masih dibilang kaku, tidak seperti Ve atau Stella yang mungkin bisa saling mengejek. Dalam hal ini Sonya masih menghormati Melody sebagai kakak, Sonya pun masih memakai omongan yang formal.
"Maaf, kak. Apa boleh aku minta diajari akting? Aku juga ingin sekali terjun dalam pembuatan Film. Mungkin ini juga akan memulai debutku sebagai seorang aktris. Seperti yang kuketahui, film yang kakak mainkan menempati rating pertama. maka dari itu ..."
Sebelum Sonya menyelesaikan omongannya, Rica yang berada dikursi belakang memotong pembicaraan Sonya dengan wajah hinanya. Rica merupakan seorang pemeran utama dalam pembuatan film bertemakan Sahabat, aktingnya memang sudah tidak diragukan lagi. Namun kesombongan hatinya masih menguasainya.
"Apa tujuanmu mengikuti casting tersebut? Menjadi tenar? Dipuji oleh orang banyak? mendapat banyak penggemar? Apa omonganku barusan benar?" Ucap Rica berpikiran buruk pada Sonya. Lantas Sonya menentangnya. "Aku tidak serendah yang kamu ucapkan barusan. Apa ada yang salah dengan ucapanku?"
"Memang tidak ada yang salah, namun ucapanmu barusan terkesan bahwa kerakusan hatimu masih menguasai tubuhmu. Asal kalian tahu saja, menduduki rating pertama bukan berarti sepenuhnya ada pada akting dari peran yang kalian mainkan, Dalam hal ini, penulis naskahlah yang paling berperan, serta seorang kru atau seorang sutradara yang menilai semua sandiwara kalian apakah bagus atau buruk, sisanya ada pada pemeran. Apa gunanya jika akting bagus namun ceritanya sungguh membosankan."
Mendengar itu, Melody bangkit dari tumpuannya dan memandang tajam Rica. "Aku tahu bahwa aktingku masih kalah jauh denganmu, tapi bisakah kamu menghargai perasaan Sonya? Kamu tidak perlu menguras hatimu dengan mengatakan pikiran buruk itu padanya. Apa kamu tidak diajarkan sopan santun?"
Rica menyangkalnya. "Aku tidak berpikiran buruk padanya. Aku hanya berbicara apa kata isi hatiku. Sebuah kualitas dinilai bukan sekedar dari kemauan saja, namun bakat yang ada pada diri kita sendiri. Seberapa keras kemauanmu, tapi kalau bakat yang kamu miliki menentangnya, maka sama saja itu tidak ada artinya."
Sonya tampak berkaca kaca, ia sedih dan juga kesal pada tuduhan Rica barusan. Dibalik wajah murungnya ia berusaha melawan omongan Rica. "Apa aku pernah membuatmu merasa kesal? Kamu bilang barusan bahwa kemauan tidak ada artinya jika tak ada bakat, namun akan aku buat bahwa kemauan bisa mengalahkan sebuah bakat. Akan aku perlihatkan bahwa aku bisa mengikuti casting itu tanpa bantuan dari kalian semua. Aku meminta ini baik baik, namun kalian memperlakukanku dengan pikiran yang buruk."
Melody menjadi salah tingkah, ia berusaha menjelaskannya pada Sonya bahwa ia tidak berpikiran buruk tentangnya. "Bu.. Bukan begitu, Son. Aku sama sekali tidak berpikiran seperti itu. Justru dengan senang hati aku akan sedikit membantumu." Sonya menyalip omongan Melody. "Aku tidak menyalahkan kakak. Aku tahu bahwa kakak orang yang sangat menjagai perasaan orang lain. Aku hanya akan membalas orang yang sudah merendahkanku saat ini dengan omongan omongan kosong."
Rica sedikit tertawa sinis mendengar omongan Sonya. "Aku akan tunggu omongan mu barusan." Tantangnya.
Dengan wajah yang mendung serta kesal, Sonya kembali ketempat duduknya. Melody menoleh pada Rica dan menatapnya sungguh sungguh. "Kamu tega sekali memperlakukan dia. Apa pantas sebuah bakat di adu seperti itu? Itu hanya akan menyebabkan kesakitan hati akan timbul." Rica menjawabnya singkat. "Aku hanya bicara apa adanya. Aku paling benci memasang topeng sandiwara pada orang yang lemah."
Sore hari, Dikamar rumah sakit tempat Ayu dirawat, Cindy sudah mangkal lengkap dengan barang bawaan yang ia pegang ditangan kanan, ia membawa boneka kelinci berwarna putih. Saat itu Ayu sedang tertidur lelap dan tidak menyadari keberadaan Cindy, walaupun Ayu sadar saat itu juga, mungkin Ayu juga tidak akan mengenalnya. Boneka yang Cindy pegang ia taruh disebelah Ayu dalam tidurnya, ia menjajarkannya rapih, terlihat lucu, membuat Cindy menahan rasa tawanya. Belum lama rasa geli menghantui Cindy, Dhike datang dengan wajah yang penuh tanya, Ia menghampiri Cindy dengan senyum.
"Apa kamu teman sekolahnya?" Tanya Dhike. Cindy menjadi gelisah, namun ia akan menceritakan yang sebenarnya. "Aku bukan saudara maupun temannya, aku hanya mengkhawatirkan dirinya." Lantas Dhike kembali bertanya. "Kamu kenal dia darimana?"
"Aku mengenalnya saat aku juga berada dirumah sakit ini, aku dan dia ditempatkan diruang yang sama, yaitu ruangan UGD. Aku tersadar saat itu, aku melihat begitu banyak darah pada orang ini. Betapa menyedihkannya saat itu, ia tidak sadarkan diri dan darah tidak henti hentinya keluar dari tubuhnya. Aku begitu ketakutan melihatnya, dan aku sadar bahwa nyawa begitu berharga dari apapun. Aku pun merasakannya, betapa sakitnya saat itu, aku terus memohon pada tuhan agar aku terus diberi keselamatan dalam hidup. Dan kalaupun umurku berakhir saat itu, aku ingin sekali bertemu dengan orang tuaku dan juga teman teman yang sudah bersikap baik padaku."
Dhike kembali bertanya. "Siapa namamu?" Cindy menjawabnya dengan senyum tipisnya. "Namaku Cindy Gulla. Apa kamu kakaknya?"
"oh, bukan. Aku hanya teman satu apartemennya. Namaku Rezky Wiranti Dhike, panggil saja Dhike."
"Senang berteman dengan kakak. Dan aku harap aku juga bisa berteman baik dengan orang ini." Kata Cindy memandang Ayu. "Namanya Nabilah Ratna Ayu, aku biasa memanggilnya Ayu." Kata Dhike memberitahu Cindy.
Cindy menggangguk. "Semoga dia cepat sembuh, apa lukanya sangat parah?"
"Saat itu aku dan dia ingin mencari makan malam, sangat malam hingga kami berjalan jauh untuk menemukan rumah makan yang buka saat itu. Ia melihat seekor kucing dijalan, ia menghampirinya dan mengelus ngelus dengan senangnya. Kecelakaan maut pun terjadi, posisi Ayu sedang tidak baik sehingga sopir truk itu tidak melihat keberadaan Ayu. Aku tidak sanggup menceritakan suasana saat itu, begitu menyeramkan sampai tubuhku bergetar hebat menyaksikan teman yang aku sayangi kesakitan. Ia menatapku dan memegang erat tanganku kuat kuat, aku sadar betul kalau dia sedang menahan rasa sakitnya, namun ia tidak ingin memperlihatkannya padaku. Aku menangis keras melihat keadaannya. Seperti itulah." Kata Dhike diselingi air mata yang menetes, menimbulkan rasa belas kasihan.
Cindy terdiam iba mendengarnya. "Sungguh malang sekali ... Kakak pasti terpukul sekali melihat keadaannya."
"Saat ini dia sudah mulai bisa berbicara. Semua otot syarafnya kaku, butuh waktu untuk menjalankan terapi agar mengembalikan otot syarafnya yang kaku." Kata Dhike menjelaskan.
Cindy menoleh pada arlojinya, ia mengeluh. "Sudah mau malam. Aku takut dicari oleh orang tuaku, salamkan saja aku padanya. Lain kali aku akan bertemu dengannya lagi, dan aku harap aku bisa cepat akrab dengannya."
Dhike menggangguk tersenyum. "Akan aku sampaikan kehangatan hatimu padanya. Dan maaf, saat kamu ingin bertemu dengannya, dia malah sedang tertidur."
Cindy berbasa basi. "Oh, tidak apa apa. Masih banyak waktu untukku bertemu dengannya. Aku tidak ingin mengganggu istirahatnya."
Cindy berjalan menuju pintu keluar, namun langkahnya kembali menuju kasur milik Ayu. Dhike sedikit binggung dengan tingkahnya, ternyata Cindy kembali hanya ingin menempatkan boneka kelinci itu disela pinggul serta lengan kanan nya. "Tolong jaga Adik Ayu, ya." Katanya pada boneka.
Bersambung ...
Follow kami di Twitter @JKT48fanfiction
Jika kalian mempunyai Pertanyaan bisa kirimkan ke alamat Email Parahesitisme@gmail.com
Copyright © JKT48 NOVEL
0 comments:
Posting Komentar