“maksud
kakak apa? Kakak ngancem Nabilah? Kenapa kakak kayak gak senang kalau
kak Ve bisa sembuh?” Nabilah dengan keberaniannya bicara pada Stella
“bukankah... kak Ve itu sahabatnya kakak semua?” Nabilah balik
mengajukan pertanyaan
“Hah (senyum sinis) Sahabat? Gue? (sambil nunjuk dirinya sendiri) Sama si Ve? Haha...” Stella tertawa sebelum
melanjutkan kata-katanya; Ve memperhatikan tingkah Stella; Nabilah
heran dengan kakak kelas yang lagi ada di depannya ini. “lu denger Key?
anak ini bilang Gue, lu, Kita sahabat nya si Ve! HAHA~” dengan nada
mencibir Stella melanjutkan kata-katanya, Dhike ikut tertawa menemani
Stella. “heh! Kata siapa gue sama si Veranda itu sahabatan hah?...
Jangan sok tahu kalau jadi anak!” Stella berhenti tertawa dan kembali
bicara dengan nada serius penuh amarah.
Ve mengerung saat mendengar
ucapan Stella ‘apa maksud ucapan Stella?’ ‘kenapa dia bicara seperti
itu?’ bisik Ve yang terdengar jelas oleh Nabilah, Nabilah melirik
sekilas pada Ve.
“di sekolah ini... siapa yang gak tahu sama
persahabatan kakak, kak Dhike, kak Yona sama kak Ve, yang... suka banget
ngerjain murid lain!?” ujar Nabilah (dia kini sudah kembali mempunyai
energi dan bisa melawan Stella karena gerah dengan kata-katanya Stella
yang bikin greget)
“Haha.. pengaruh Ve, eh-- bukan! Tapi pengaruh
bokap dan nyokapnya, di sekolah ini. memang bisa bikin gue, Dhike dan
juga Yona tenar! Dan si Ve yang polos, bisa dengan mudah gue
manfaatin!!” kata Stella yang belum Nabilah pahami. “lu mau tahu? kisah
gue, Dhike, Yona sama Ve? Hmm~ lu pasti mau tahu kan?!” Nabilah hanya
bisa merapatkan alis matanya melihat Stella. “gue... sama si Veranda itu
gak pernah nganggep dia SAHABAT, gue, Dhike sama Yona, itulah sahabat!
Sementara Ve, dia cuma alat buat gue!” Nabilah semakin dalam merapatkan
alis matanya dan Ve begitu terkejut saat mendengar hal itu. “dia cuma
alat buat gue balas dendam sama bokapnya dia yang udah bikin keluarga
gue jatuh! Dan bikin bokap gue di rawat karena kena serangan jantung!!”
Stella terdengar marah bercampur sedih. Dia terus menjelaskan pada
Nabilah tentang kenapa dia menjadikan Ve alat untuk balas dendam.
Ayah Stella dan Ve, dulu mereka pernah menjalin kerjasama dalam
membangun sebuah usaha. Keduanya begitu kental dalam jalinan
persahabatan dan membangun suatu usaha sampai akhirnya usaha mereka
berkembang pesat, Ve dan Stella berteman juga karena seringnya pertemuan
di antara keluarga mereka. keduanya terlihat tidak hanya seperti
sahabat tapi juga sudah seperti saudara. Tapi kemudian ketika Ve dan
juga Stella masuk ke Sekolah Dasar kelas 4, kedua ayah mereka mulai
terlihat renggang sampai terjadi perpecahan karena Ayahnya Ve menendang
Ayahnya Stella dalam bisnis mereka dan hanya memberikan 5persen bagian
dari dulu saat membangun usaha. Ayah Stella pun membangun usahanya
sendiri hingga, ketika Ve dan Stella mulai memasuki bangku Menengah
Atas. mereka bertemu dalam sebuah perebutan project, namun ayahnya
Stella kalah sampai membuat perusahaannya collapse dan ia sendiri masuk
rumah sakit karena terkena serangan jantung. Kini keluarga Stella hidup
dalam kesederhanaan yang begitu sederhana, setelah serangan jantung,
ayahnya terkena stroke dan ibunya pergi meninggalkan Stella dan juga
ayahnya.
Dari sanalah Stella mulai merasakan kebencian pada
ayahnya Ve yang tak lain adalah pemilik dari yayasan yang menaungi
sekolah yang kini dia tempati untuk menuntut ilmu, sekaligus dalam
rencana balas dendamnya. Stella tahu pemiliknya, Stella tahu kisah
ayahnya, dan kemudian Stella merencanakan idenya untuk menghancurkan
ayahnya Ve dengan melalui Ve sebagai alatnya.
Ia ingin melihat
bagaimana hancurnya perasaan ayah Ve ketika anaknya yang akan membuat
dia malu, Perlahan tapi pasti Stella merangsak dan mulai masuk di
kehidupannya Ve dengan sebelumnya menyingkirkan Kinal, sahabatnya Ve.
Dia membuat Ve tahu dunia malam, mabuk-mabukan, pulang pagi, dan Ve yang
penurut bisa melawan ayahnya, meski Stella tahu cerita Ve yang tidak
pernah mendapat perhatian dari orangtuanya yang super sibuk. sampai Ve
di kenal sebagai pembuat onar hingga kepala sekolah sering melaporkan
tingkah Ve yang berubah begitu drastis. Tidak jarang Ve terlihat sedang
di marahi oleh ayahnya, dan setelah memarahi Ve ayahnya pasti memegangi
dadanya. Itu membuat Stella cukup senang, dengan seperti itu Stella
pikir ayahnya Ve bisa merasakan rasa sakit yang di alami oleh ayahnya
sendiri.
Nabilah begitu dalam masuk di kehidupan Ve sampai
dia jadi tahu bagaimana ke fiktipan persahabatan yang di buat oleh
Stella meski dulunya mereka adalah teman; Ve begitu terkejut kaget saat
mendengar cerita Stella, dia tidak pernah tahu akan kejadian itu, dan
lebih ternyata, Stella itu adalah teman main, teman baik, dan…. Orang
terdekat yang pernah Ve miliki waktu kecil untuk berbagi apapun. Meski
Ve dulu sempat bertanya pada Ayahnya tentang keluarga Stella yang tidak
pernah ada datang lagi ke rumah mereka, ayah hanya menjawab mereka punya
kesibukan sendiri setelah usaha mereka maju. Ve tidak bisa bertanya
apapun lagi hanya bisa menerima pernyataan ayahnya dengan berat hati
karena tidak bisa lagi bertemu dengan Stella, papa dan mamanya yang
sudah Ve anggap seperti orangtuanya sendiri.
Hingga tiba dia
menginjak remaja dan masuk di sekolah yang didirikan ayahnya sendiri SMA
Putri Jakarta, lalu Stella masuk dalam kehidupannya menggantikan Kinal
dengan cara 'halusnya', Ve sama sekali tidak menyadari kalau itu adalah
Stella teman mainnya waktu kecil.
“ja....di ini semua tentang
balas dendam? Dan kak Stella, temenan sama kak Ve cuma buat ngerusak
kebahagiaan dalam hidupnya kak Ve?! Karena ulah papanya kak Ve yang...,-
apa kak Stella tahu? Kenapa dulu papanya kak Ve sama kak Stella jadi
renggang dan akhirnya papa kak Stella di keluarkan dari kerjasama itu?”
Nabilah bicara dan bertanya begitu jelas, “dan... kakak semua yang
bikin persahabatan antara kak Ve sama kak Kinal jadi berantakan dan
berakhir dengan permusuhan yang di deklarasikan oleh kak Ve untuk kak
Kinal?”
Stella masih mendiamkan Nabilah menanyainya, sampai
akhirnya Nabilah menggelengkan kepala tidak habis pikir dengan situasi
yang sedang dia hadapi. Stella yang merasa hidupnya berantakan karena
ulah papanya Ve yang Stella sendiri sebenarnya tidak begitu tahu alasan
kenapa sampai papanya di tendang oleh papa Ve dalam kerjasamanya itu, Ve
yang hanya korban.. dia mendapatkan banyak hal yang tidak menyenangkan
dalam masalah yang dibuat Stella, papa mamanya yang semakin hari semakin
jarang memperhatikan dia, teman-teman satu kelas bahkan satu sekolah
dan satu yayasan (SMP SMA) membenci dia karena ulahnya yang jadi tidak
menyenangkan, kehilangan sahabat baiknya yang sangat dia percaya, dan
sekarang dia mungkin akan kehilangan dirinya sendiri dengan kebencian
yang mengantarnya, apa yang Stella lakukan untuk balas dendam pada
papanya Ve justru malah lebih banyak nyakitin Ve ketimbang papanya Ve
sendiri (pikir Nabilah).
“kak Stella kok jahat sihh!” kata Nabilah tanpa ada rasa takut, Stella menatap Nabilah
“gue jahat? kalo gue jahat, gimana dengan papa nya Ve? Dengan Ve
sendiri yang suka jahatin murid-murid disini!? Ck~ gak usah sok nilai
deh kalau gak tahu!!” jelas Stella dengan tatapan dinginnya, Nabilah
mengerung, Ve terlihat tidak percaya dengan apa yang baru saja dia
dengar.
“kak Ve emang jahat, tapi dia jadi kayak gitu kan karena kak Stella sama yang lainnya juga! Bukan karena kemauan sendiri!!”
Stella terlihat geram dengan pernyataan Nabilah yang membela Ve
“lagian, kak Stella kan dendam sama papanya, kenapa harus lampiasin nya
sama kak Ve!? Dan... kak Ve itu kan teman main kakak waktu kecil, kok
kakak tega sih berbuat hal seperti itu?” Stella semakin geram.
“eh
denger ya? Lu bisa ngomong kayak gitu, karena lu gak ada di posisi gue!
Lu gak tau kan gimana rasanya saat kehidupan lu lagi tenang, tiba-tiba
bokap lu jatuh sakit terus nyokap lu ninggalin lu gitu aja!!” Nabilah
melihat Stella yang terlihat sedih, Dhike memegang pundak Stella
memberikan semangatnya (Dhike itu sahabat Stella dari SMP, dia sangat
tahu tentang Stella), Ve bisa merasakan apa yang Stella rasa, dia tidak
menyalahkan Stella untuk hal yang membuat dirinya berubah, dia justru
merasa bersalah karena tidak tahu akan kejadian antara orang tua mereka.
“lu ataupun Ve bahkan bokapnya Ve, gak akan pernah bisa
ngerasain rasa sakit yang ada dalam hati gue! Gue cuma seorang anak,
yang akan merasa sakit ketika ayah atau ibunya di sakiti, dan gue cuma
mau orang itu (ayahnya Ve) merasakan apa yang gue rasa!” Stella berhenti
sejenak "gue.. sakit ngeliat bokap gue sekarang gak berdaya dan gue
merasakan sakit saat gue ditinggal sama nyokap gue gitu aja!!, dia pergi
ninggalin bokap gue yang stroke dan ninggalin gue yang masih butuh
perhatian dia! Apa lu pikir? Tindakan gue itu jahat?” Stella bertanya
pada Nabilah yang masih menatapnya
“gue mau dia (papanya Ve)
ngerasain gimana sakitnya kehilangan orang yang dia sayangi! Kalau Ve...
mati, pasti nyokapnya akan marah terus-- dia pasti akan di tinggalin
sama nyokapnya Ve, so.. kita impas, dia kehilangan Ve anak perempuannya
yang dia sayangi dan juga istrinya! Sama kan kayak gue?!”
Ve kaget saat mendengar ucapan terakhir Stella, dia merasa sangat bodoh tidak tahu masalahnya lebih awal.
Nabilah merasa bingung, karena dia ada dalam 2keadaan yang ke2 nya
sama-sama dalam lingkaran tersakiti. Nabilah tidak mau lagi bicara
karena dia merasa ini bukan jalurnya, dia memang sedang menolong Ve tapi
saat menghadapi Stella dan mendengar kisahnya... Nabilah tidak tahu
harus berkata seperti apa.
“hmm~ hidup itu... keras! Kalau lu
lembek dalam ngejalaninnya dan lambat dalam melakukan pergerakan, maka,
lu... hidup Tidak untuk mendapat APAPUN, karena lu... cuma pecundang
yang bersembunyi dibalik punggung orangtua lu!" Nabilah hanya diam
mendengarkan curahan rasa sakit Stella, begitupun dengan Ve. "ketika
seseorang mengambil kehidupan lu, lu harus ambil kembali apa yang
seharusnya menjadi milik lu! Ketika seseorang membuat lu merasakan
sakitnya menjalani kehidupan, maka lu harus bisa membuat dia yang bikin
hidup lu sakit merasakan apa yang lu rasakan!!" Stella bicara begitu
jelas tanpa ada keraguan, entah dia bicara apa tapi kata-katanya lebih
menyiratkan luka yang dia derita sudah terlalu pedih sampai membuatnya
tidak perlu berpikir 2,3,atau 4kali untuk melakukan tindakan 'dia nyuri
dari kamu, kamu curi lagi.' balas dendam untuk membuat rasa sakitnya
terobati.
"Haaah (Stella mendesah) lu gak seharusnya ada di
garis ini Nabilah! Lu gak ada kaitannya dengan semua ini, tapi... saat
lu masuk dan membuat pernyataan untuk meminta maaf pada murid-murid
disini atas nama kakak SEPUPU lu (Ve), gue gak punya pilihan lain! Gue
bakal bikin lu... angkat kaki dari sekolah ini, dan BERHENTI meminta
maaf untuk si Ve dengan alasan agar dia bangun dari koma nya! Dia gak
perlu lagi bangun dari tidurnya yang sekarang bukan?" Stella berhenti
dengan melontarkan pertanyaan, Nabilah melirik sekilas ke arah Ve yang
sedang menatap Stella dengan raut sedih, yang sebelumnya terpancar
expresi bercampur di wajah kalem nya. Marah, sakit, benci, lalu sedih,
setelah mendengar setiap ucapan-ucapan yang terlontar dari Stella.
Kediaman Nabilah membuat Stella kembali bicara dan menanyakan pertanyaan awalnya yang belum sempat di jawab Nabilah.
“kenapa diam? Lu gak mau ngomong lagi? Buat belain si Ve?” Nabilah
mengalihkan matanya kearah Stella, masih dalam posisi bibirnya yang dia
kunci rapat.; Dhike masih tetap diam.
“emm~ gak ada lagi yang perlu Nabilah omongin kak!”
dengan nada kalem Nabilah menjawab, dia ingin bisa segera pergi dari taman karena merasa kasihan pada Ve yang terlihat sakit.
“lu, masih harus ngomong, bukan untuk belain Ve. Tapi untuk menjawab
pertanyaan gue tentang, kenapa lu minta maaf sama murid disini? Atas
nama Ve!”
Nabilah bingung dengan pertanyaan Stella, apa harus dia
katakan yang sebenarnya? Atau dia kembali tutupi dengan berbohong?. Tapi
yang bertanya ini Stella, orang yang cukup tahu tentang Ve meski tidak
semuanya. Ditambah lagi tadi Stella menanyakan kenapa dirinya mengaku
sebagai Ve saat di aula. Nabilah berpikir (tentang kejadian di aula)
begitu dalam untuk menjawab.
“diam lagi! Kenapa? Kenapa gak bisa
selancar saat lu berbohong sama murid-murid disini, sebagai sepupunya Ve
dan... sebagai Ve saat di aula?! Jawab?!” Stella kembali meneror.
*di aula, Ayana dan Gaby dengan bantuan senior yang tadi di mintai
maaf. Melakukan perlawanan pada Yona dan Novinta yang menghalangi
jalannya Ayana dan Gaby untuk mengikuti Stella dan Dhike yang menyeret
Nabilah. Karena Yona dan Novinta dengan tegas dan beraninya melawan
setiap ucapan yang di lontarkan senior lainnya, Ayana dan Gaby masih
belum bisa melewati mereka. Sampai akhirnya ada seorang guru yang datang
ke aula karena bell masuk istirahat sudah bunyi dari 1jam yang lalu,
dan beberapa guru yang mengajar di beberapa kelas (SMP dan SMA)
mengeluhkan tentang murid-murid yang di dalam buku absen tadi pagi
hadir, tapi setelah istirahat mereka tidak ada masuk kelas. Melihat
kedatangan guru itu, mereka yang terlibat adu mulut dan mereka yang
dengan diamnya menyaksikan segera mengunci mulut mereka rapat, tidak ada
yang berani menjawab pertanyaan guru ataupun mengadukan Yona dan
Novinta yang sedang melindungi Stella dan Dhike yang membawa Nabilah. Si
guru terus bertanya ada apa? Kenapa kalian berkumpul di aula? Apa yang
sedang kalian lakukan dan ahirnya dengan mengeluarkan ucapan maut nya,
si guu berhasil membuka mulut murid-murid yang ada di aula.
“Ok!
kalau kalian tidak ada yang mau bicara, dan menjelaskan apa yang sedang
kalian lakukan! Maka..” guru itu berhenti sejenak dan melihat
murid-muridnya satu-persatu “kalian semua, akan mendapat surat panggilan
untuk orang tua kalian! Ibu akan suruh mereka datang ke sekolah dan.,-“
belum si guru menyelesaikan kalimatnya, satu murid berseragam SMA
akhirnya buka mulut dan menceritakan semuanya... SEMUANYA dari saat di
aula ketika Ve meminta maaf sampai akhirnya cerita Nabilah yang di bawa
Stella dan Dhike.
Guru berperawakan tinggi kecil itu sempat
kaget ketika mendengar Ve masuk dalam tubuh Nabilah si murid SMP dan
meminta maaf, tapi dia bisa mengendalikan ke kagetannya dan tetap
memancarkan kharismanya sebagai seorang pengajar.
“baiklah, kalian
semua masuk kelas. Kecuali untuk.. Yona dan Novinta! Kalian ikut ibu,
tunjukan kemana Stella membawa adik kelas kalian!!” katanya lalu
memerintah.
Ayana dan Gaby segera melontarkan pernyataan agar bisa ikut dengan si guru untuk melihat Nabilah.
“bu, kita ikut! Kita juga mau lihat teman kita yang di bawa sama kak Stella!!” kata Ayana
“iya bu, kami mau ikut! Kami khawatir dengan Nabilah, karena tadi..,-“
Gaby terhenti karena tidak sengaja dia melihat tatapan Yona yang
mengintimidasi
“tadi apa?.... Gaby!” tanya guru dengan melihat
papan nama Gaby, Gaby menekan rasa takutnya dan memberanikan diri untuk
melanjutan kata-katanya karena di pikirannya masih jelas wajah Nabilah
yang pucat dan kesakitan saat di bawa Stella
“tadi.. kak Stella menyeret Nabilah dengan kasar bu!” katanya sambil menunduk, si guru melebarkan kedua bola matanya.
Tanpa berpikir panjang lagi, guru dan ke4 muridnya itu pergi dengan
Yona sebagai penunjuk jalan ke tempat Stella membawa Nabilah. Yona tahu
tempatnya karena sesuai rencana dari Stella, mereka bertiga akan membawa
Nabilah dari kelas ke taman labirin untuk mengintrogasi dia.
“Nabilah... Nabilah emang lagi bantuin kak Ve!~” Nabilah mulai bicara
untuk menjawab Stella “sebenarnya... Nabilah... bantuin kak Ve
karena....” Nabilah melihat dulu kearah Ve, saat dia akan melanjutkan
ucapannya dan berniat membuka semua cerita di balik aksi permintan
maafnya untuk Ve pada Stella, agar teman kecil Ve itu tahu bagaimana
tersiksanya Ve hingga dia harus mengalami hal mengerikan, yaitu ada
diambang hidup dan mati. Tiba-tiba kedua matanya melebar, Nabilah
merasakan sesuatu masuk dengan paksa kedalam tubuhnya, dia terlihat
kesakitan lalu detik berikutnya... dia menunduk sejenak, Stella dan
Dhike terkejut dengan adegan yang mereka lihat, lalu mereka menjadi
lebih terkejut ketika mendengar suara Nabilah berubah menjadi suara yang
tidak asing di telinga mereka.
“dia meminta maaf karena aku meminta bantuannya!” kata Ve melanjutkan ucapan Nabilah.
“V-Vveee..” suara Stella terdengar ketakutan, dan wajah Dhike tak kalah takutnya dengan suara Stella.
“awalnya... aku pikir, semua ini tentang permintaan maaf pada
teman-teman disini yang pernah aku sakiti. Tapi ternyata aku salah, aku
salah mengartikan apa yang dia bicarakan waktu itu!”
-Flashback On-
“bagaiman rasanya? Ada di dunia dengan keadaan, kamu bisa melihat
orang-orang tapi mereka tidak bisa melihat ataupun merasakan adanya
kamu?” suara seorang perempuan dengan wajah yang begitu menentramkan dan
suara yang lembut penuh kharisma. Ve hanya bisa mengerung, karena tidak
mengerti dengn apa yang di ucapkan perempuan yang ada di hadapannya
yang sedang melihat kerungan di keningnya.
“kamu tahu? Jessica
Veranda. Kamu itu, orang yang paling beruntung karena masih mendapat
kesempatan kedua untuk bisa tahu tentang apa yang terjadi di sekitar
kamu. Agar kamu bisa kembali menjadi kamu yang seharusnya! Dan kamu...
bisa dengan jelas melihat apa yang sebenarnya terjadi!! Ini semua
tentang kamu.” katanya tanpa mengalihkan pandangan dari Ve “kamu...
punya waktu 48jam untuk bisa pergi dari dunia ini, 48nama akan menjadi
jalan kamu! Gunakanlah baik-baik, kembali pakailah hati kamu saat
berhadapan dengan orang lain, Jessica!” ucapan terakhirnya, lalu pergi
meninggalkan Ve yang masih bingung..
-FlashBack Off-
“48nama itu... bukan jalan ku untuk pulang, tapi ternyata... jalanku
untuk akhirnya tahu sebuah kisah, sebuah cerita dari sahabat kecilku!
48jam itu... waktu ku untuk akhirnya menyadari siapa aku sebenarnya! Ini
semua... memang tentang diriku!!”
Nabilah yang kembali di pinjami
tubuhnya oleh Ve menatap Stella; Stella balik menatap dia bukan sebagai
Nabilah tapi sebagai Ve; Dhike hanya menyimak dengan ketegangan di
wajahnya.
“sebuah kepedihan yang aku tidak pernah tahu. Sementara
kamu berjuang melawan rasa sedih kamu, aku bisa dengan biasanya
menjalani kehidupanku, sebagai gadis remaja yang terus tumbuh dalam
semua fasilitas yang papa kasih meski papa dan mama jarang ada di rumah,
tapi kamu...” Nabila (Ve) menitikan air matanya “maafkan aku Stella..
maafkan papa ku?” Nabilah (Ve) menunduk “harusnya aku tahu, kenapa dulu
kamu, papa kamu dan juga mama kamu tidak pernah datang lagi ke rumah?
Harusnya dulu... aku terus mendesak papa untuk memberitahukan ku alasan
kalian pindah rumah, alasan Papa, mama kamu membawa kamu pergi tanpa
pamit atau apapun! Harusnya aku tahu, dan... saat kita kembali
dipertemukan dalam satu kelas, harusnya aku sadar dan tahu kamu itu
Stella, Stella yang waktu kecil selalu membelaku dari gangguan
teman-teman lainnya ketika kita bermain ditaman, Stella... yang selalu
menjagaku, memperhatikanku dan menyayangiku sebagai sahabat, sebagai
adik, Stella yang sudah aku anggap sebagai kakak ku!... maafin aku yang
gak bisa langsung sadar akan kesakitan yang kamu derita!! maaaf..----
maaaaf“
Stella diam termangu ketika mendengar ucapan dari Ve yang membuat pikirannya kembali bermain di masa lalu.
Nabilah (Ve) kembali mengangkat wajahnya, kini dia berjalan mendekati
Stella lalu... Dia memeluk Stella dengan kedua tangannya dia lingkarkan
di pinggang Stella
“Aku tidak tahu, apa aku bisa kembali dari
dunia ku yang sekarang (hidup lagi), tapi satu hal yang aku tahu..
Stella tidak pernah berubah untuk ku, kamu tetap Stella yang selalu
menyayangiku dan menjagaku, meski dengan cara seperti itu! Aku tidak
marah dengan apa yang sudah kamu lakukan dengan menjadikanku alat untuk
balas dendam, karena dengan itu aku jadi tahu apa yang sebenarnya
terjadi!! Aku minta Maaf------ maafkan aku… maafkan papa ku…" kembali
kata maaf menjadi kata terakhir Ve dan... dia pun akhirnya keluar dari
tubuh Nabilah karena waktunya sudah habis bahkan lebih sedikit dari yang
seharusnya.
Stella yang tidak membalas balik pelukan Nabilah (Ve)
karena pikirannya begitu sibuk memutar kenangan dulunya bahkan kenangan
saat mereka menghabisan waktu sebagai geng populer dan dikenal sebagai
geng bully paling di takuti. Stella memang selalu merasa tersiksa dengan
apa yang sedang dia lakukan pada Ve tapi saat mengingat kondisi ayahnya
dan ibunya yang entah kemana, dengan cepat Stella menepis rasa sedih
dan bersalahnya pada Ve yang juga sudah dia anggap seperti adiknya
sendiri, dan Stella terus melanjutkan rencana balas dendamnya. Stella
merasakan tubuh Nabilah akan ambruk dari posisi memeluknya karena tangan
Nabilah mengendur, segera Stella mencoba menopang tubuh Nabilah agar
tidak langsung jatuh ke tanah dengan kasar. “Ve.. kamu gak apa-apa?”
suara Stella keluar setelah tadi dia hanya bisa termangu. Nabilah
memegangi kepalanya yang terasa pusing, dan Ve melihat dari sampingnya
dengan dia ikut berjongkok untuk melihat kondisi Nabilah
“Nabilah... kamu gak apa-apa?” tanya Ve
“maafin aku Ve” ucap Stella terdengar menyesal
“maafin kak Ve ya Bil..” keduanya meminta maaf pada Nabilah yang masih
mencoba untuk membuka matanya. “Bil, Nabilah.. Jawab kak Ve? Kamu gak
apa-apa kan?” Ve terdengar sangat khawatir, karena dia kembali memakai
tubuh Nabilah dalam kurun waktu yang tidak begitu jauh dan kali ini dia
diam di tubuh Nabilah lebih dari waktu yang seharusnya. Nabilah masih
meraih tingkat kesadarannya (Nabilah menopang tubuhnya dengan kedua
lututnya posisi duduk ala orang japan sambil meremas kepalanya yang
pusing; Stella ada di depannya; Ve ada di sebelah Nabilah dan Stella;
Dhike masih diam terpaku mencerna apa yang baru saja terjadi dengan
wajah cengo).
Nabilah bisa membuka matanya dengan rasa pusing yang
mulai berkurang, saat dia melihat ke depan, Nabilah terkejut dan dengan
reflek dia jadi tersungkur kebelakang, kini posisinya Nabilah jadi
menopang badan dengan kedua tangan sebagai tumpuan kebelakang sebagai
penahan agar punggungnya tidak berakhir di tanah "kak-kak Ste..lla!"
ucap Nabilah. Stella baru setengah berdiri maksudnya akan membantu
Nabilah berdiri. Tapi, belum dia melakukan tindakannya...
“Nabilahhhh” terdengar suara Ayana diikuti Gaby dengan mereka berlari
kecil kearah sahabatnya yang terlihat mencemaskan, guru, Novinta dan
Yona ikut berlari kecil. Nabilah melihat kearah mereka dengan kerungan
di alis matanya untuk mengenali siapa saja yang sedang berlari
kearahnya.
Posisi yang sedang Nabilah, Stella dan Dhike perlihatkan
sontak memunculkan pemikiran bahwa Nabilah kemunginan di dorong oleh
Stella dan pikiran jelek lainnya kalau Stella dan Dhike sedang
memperlakukan Nabilah tidak pada tempatnya (dipikir Nabilah sampah!)
“apa-apaan ini... Stella? Dhike? Kalian sedang melakukan apa pada adik
kelas kalian ini?!” tanya guru setelah sampai di dekat Nabilah, Stella
dan Dhike
“ib-ibuuu.. bu Anggrek? Ke-kenaaapa?,-" Dhike terbata lalu melihat kearah Yona dan Novinta, Stella tidak bicara.
“kenapa? Kenapa ibu bisa tahu kalian disini?” guru yang tak lain
adalah wali kelas dari Dhike, Stella dan juga Yona itu menembak Dhike
dengan pernyataannya. “kalian itu.. mau sampai kapan seperti ini! Ibu
sudah capek dengan tingkah kalian yang seperti anak kecil!!” Stella,
Dhike, Yona, Novinta (dan Ve) mendengarkan ucapan guru mereka, dengan
Stella terus mencoba melihat kearah Nabilah yang masih dia pikir ada Ve
di tubuhnya Nabilah; Ayana dan Gaby sudah di dekat Nabilah dan
membantunya untuk berdiri “kamu gak apa-apa, Bil?” bisik Gaby, Nabilah
menggeleng menggantikan kerja mulutnya untuk bicara memberitahukan pada
sahabtnya kalau dia tidak apa-apa.
“sekarang! Kalian.. ikut ibu ke
ruang guru!! Dan kamu.. (menunjuk Novinta) ikut juga, nanti akan ibu
serahkan kamu pada wali kelas kamu!!!” bu Guru kemudian mengalihkan
pandangannya pada murid SMP lainnya
“kamu tidak apa-apa, nak?”
tanya bu Anggrek lembut, Nabilah kembali menggeleng untuk menjawab
pertanyaan ‘tidak apa-apa?’, karena Nabilah merasa bingung dengan
situasinya seperti saat tadi dari aula. “kalian (Ayana dan Gaby) bisa
bantu ibu? untuk bawa teman kalian langsung ke UKS! Nanti biar ibu
ijinkan kalian pada wali kelas kalian! Kalian dari kelas berapa?” ucap
bu Anggrek karena melihat wajah Nabilah yang pucat. Gaby dan Ayana
langsung mengangguk dan menyebutkan kelas serta nama wali kelasnya.
Ve yang masih mencemaskan kondisi tubuh Nabilah, kini juga mencemaskan
Stella yang digiring ke ruang guru, meski ini bukan untuk yang pertama
kalinya mereka di bawa keruang guru karena urusan bully-membully tapi
ini untuk pertama kalinya mereka keruang guru tanpa dirinya yang
biasanya menjadi tameng dan akhirnya Stella, Dhike dan Yona bebas dari
hukuman. Tapi Ve akhirnya lebih memilih untuk pergi dengan Ayana dan
Gaby yang mengantarkan Nabilah ke ruang UKS. Sampai di UKS, Nabilah
diperiksa oleh perawat yang ada di ruangan yang kental dengan nuansa
warna putih dan bau obat menyelimuti ruangan yang tidak terlalu kecil
tapi tidak terlalu besar juga. Ayana dan Gaby duduk melihat Nabilah yang
sedang diperiksa, beberapa menit lamanya perawat itu pun selesai dan
bicara pada Nabilah
“kamu mengalami kelelahan berlebihan, itu yang
membuat wajah kamu pucat, ibu akan kasih kamu vitamin setelah itu kamu
istirahtkan dulu tubuh kamu disini, masih cukup banyak waktu sebelum
bell pulang untuk kamu bisa tidur dan memulihkan kondisi kamu!” lalu
berjalan kedekat lemari yang berisi obat-obat dan mengambil satu tablet
vitamin, setelah Nabilah meminumnya perawat masih saja bicara “sebaiknya
kamu jangan begadang, karena sepertinya itu yang menjadi penyebab utama
kamu mengalami kelelahan. kamu itu masih kecil.. kasihan tubuh kamu,
kalau kelelahan seperti ini sering terjadi dan intens bisa-bisa kamu
kena,---“ ucapan selanjutnya dari perawat tidak lagi bisa Nabilah dengar
dengan jelas, karena dia sudah tertidur, bukan hanya karena efek dari
obat yang diberikan perawat saja tapi karena Nabilah memang merasakan
kelelahan yang amat sangat.
Ayana dan Gaby pun pamit pada perawat
untuk balik ke kelas dan menitipkan Nabilah agar dijaga, karena mereka
tidak enak takut mengganggu Nabilah, belum lagi mereka masih ada sisa
kelas yang harus diikuti.
“makasih, suster... pulang sekolah nanti
kita jemput Nabilah, minta tolong jagain teman kami ya suster?!” kata
Ayana dengan sopannya, perawat itu tersenyum dan mengangguk.
Ayana
dan Gaby pun pergi dari UKS, hanya ada perawat, Nabilah yang terbaring
dibangsal dan Ve yang duduk di sebelah bangsal tempat Nabilah istirahat.
Ve memperhatikan wajah Nabilah, dia tersenyum melihat Nabilah yang
terlihat kelelahan di hari terakhirnya dalam waktu 48jam. Setelah Ve
menyadari tentang pesan dari wanita yang waktu itu bicara padanya. Ia
sadar, mungkin... 48jam itu tidak akan ada untuknya, mungkin... 48jam
dan 48nama itu hanya dorongan untuknya bangkit dari rasa takut karena
stuck di satu dunia yang dia sendiri tidak tahu, 48jam 48nama bukan
jalan untuknya bisa kembali dari koma dan hidup lagi seperti biasanya
(mungkinkah?... pikir Ve).
“kalau akhirnya... kak Ve harus
meninggal, kak Ve tidak akan marah sama Tuhan, kak Ve tidak akan marah
sama kehidupan, dan kak Ve... tidak akan merasakan penyesalan, karena
kakak tahu apa tujuan sebenarnya semua ini terjadi pada kakak!” ucapnya
pada Nabilah yang sedang tidur “kak Ve gak akan lupain kamu, Bil. Kamu
itu... penolong kakak dan kak Ve (Ve menunduk) kak Ve bahagia dengan
semua ini! Makasih ya dek, makasih untuk bantuan kamu buat kakak!!” Ve
menyeka tetesan air yang keluar dari kelopak matanya. Kemudian,
samar-samar, Ve melihat tubuhnya transparan~ lalu biasa lagi, dan...
terlihat transparan lagi~ kemudian biasa lagi.
lagi, lagi Bersambung.. ^_^
Aku tunggu kicauannya ya.. Arigatou :)
Maaf Kalau membosankan + Maaf sudah membuat kalian menunggu lama!! ^_^a
0 comments:
Posting Komentar