...PELANGI DALAM SAKURA...
*6th Chapter*
"Beby... sayang bangun!"
"Bentar lagi Mah... ini kan hari minggu!"
"Ini udah siang sayang,-"
"Masih pagi Mah.. Beby masih ngantuk, kasih Beby beberapa menit
lagiiii aja.. nanti Beby bangun, langsung beresin tempat tidu..r abis
itu... nyucu baji,....."
"Hmm.. Sayang, Apa kamu gak mau nganter sahabat kamu pergi!"
"Beby gak ada janji sama Shania hari ini..! Kan semalem udah ngobrol
panjang lebar, ampe pagi sama Shania!!" Sahutnya masih dengan mata
terpejam, dan ingatan yang masih dia ingat saat semalam tepatnya jam
10.48, Shania menghubungi walky-talky Beby dan mengajaknya untuk
begadang
"Shania sama keluarganya pindah ke Jakarta pagi ini!"
Dengan tanpa aba-aba dan alibi elakan, Beby langsung membuka matanya
lebar saat mendengar ucapan Mama nya "Mama bilang apa barusan?" Dan ia
juga langsung menarik tubuhnya sampai akhirnya posisinya kini duduk
diatas tempat tidurnya.
"Shania, Ve, Papa sama Mamanya akan pindah ke Jakarta pagi ini.. tuh, mobilnya aja udah siap!"
"Hah? gak mungkin Mah?! Mama pasti lagi becandain Beby nih! Shania pindahannya kan nanti, kalau dia udah lulus!!"
Beby menuruni tempat tidurnya dan berjalan cepat kejendela kamar, dia
langsung menujukan matanya ke kediaman Shania, dan... benar saja, apa
yang dikatakan Mamanya memang benar.
Sebuah SUV hitam
terparkir di depan pagar rumah Shania, Beby bisa melihat Mama nya Shania
sedang memasukan koper dibantu Ve, Papanya Shania sedang berbincang
pada tetangga, tapi dia tidak melihat Shania....
Beby
mengenakan jaket untuk menutupi piyamanya, ia menyambar HandPhone nya..
mengetikan chat singkat yang dia kirim ke Subhan lalu berlari untuk
menghampiri Shania...
Saat sampai di depan pintu rumahnya dan dia
membuka pintu, hampir saja dia menabrakan dirinya, pada sosok yang entah
dari berapa menit yang lalu, seseorang sudah berdiri di depan pintu
rumahnya.
"Shaa...nia!" Shania mengulaskan senyum manisnya.
"Ngapain senyum-senyum? ada yang lucu!?" kata Beby begitu ketus, Shania
masih tetap memasang senyum getirnya. . . "Kamu pikir.. karena tempo
hari pas kamu ngasih tahu soal pindahan kamu aku gak marah, lantas
sekarang untuk kedua kalinya.. kamu gak ngasih tahu lagi aku, soal
dipercepatnya pindahan kalian! Aku gak akan marah!?" Pelahan Shania
merubah ekspresinya. . . "Semalam.. kamu ngajak aku ngomong sana-sini,
tapi gak nyinggung soal ini! Aku bisa marah Shanju.. aku tahu gimana
caranya marah!"
Sebenarnya.. Shania bukan tidak memberitahu,
tapi.. saat dia bicara soal pindahannya yang ternyata dipercepat.. Beby
tidak meresponnya karena ternyata dia ketiduran.
"Aku akan terima
itu Beb, (Shania mencoba memasang senyumnya lagi) tempo hari.. aku udah
puas liat senyum kamu, dan sekarang... aku akan simpan wajah marah kamu!
Kedua wajah itu yang akan membuat aku ingat sama kamu!!"
"Ya udah, pergi sana! Ngapain masih disini!? Keluarga kamu udah siap tuh!" dengan dinginnya Beby bicara.
"Maafin aku ya Beb.." ucap Shania lesu "aku harap.. marah kamu gak
sungguhan, karena kalau kamu beneran marah... entar pas aku main kesini,
aku mau nemuin siapa? Cuma kamu sahabat baik yang aku miliki di Jogja!"
Lirihnya penuh harap.
Shania berjalan lesu menjauhi pintu
rumah Beby, dan Beby sendiri... diam sejenak lalu berlari masuk ke dalam
rumahnya dengan diikuti menutupnya pintu rumah begitu keras, sampai
Shania menolehkan wajahnya kebelakang *sighhh* kemudian dia menghela
nafas mendengar sura pintu yang ditutup cukup kencang. Ve sempat melihat
ekspresi Shania yang terlihat begitu sedih, dia melihat kearah rumahnya
Beby
"Maafin Beby ya sayang" pinta Mama Beby yang keluar dari rumah
"Gak Tante, Beby gak salah kok :'-) Shania yang salah.."
Mama nya Beby memegang pundak Shania untuk menenangkannya, beliau
mengulaskan senyum hangat khas seorang ibu. Shania memeluk Mama Beby
lalu mengucapkan terima kasih dan kata perpisahan lainnya, Mama membalas
dengan mengusap lembut kepala Shania dan mengucapkan sepatah-duapatah
kata untuk memberikan Shania semangat.
"Kalau kamu kangen sama Tante, sama Beby, .. telponlah, atau... mainlah kesini, disini kamu punya rumah dan keluarga!"
Shania mengangguk "makasih Tante, Shania bakal kangen banget sama
Tante.. sama Beby juga... maafin Shania ya tante, Shania sayang sama
Tante, Shania sayang sama kalian!" Ucapnya sudah terisak.
Pelukan terlepas, Mama Beby mengantar Shania kedepan rumahnya dimana
keluarganya sudah siap untuk berangkat. Ucapan perpisahan, pelukan
selamat tinggal, Papa Shania masuk lebih dulu, disusul Mama dan kemudian
Ve.. lalu Shania, yang sebelumnya, dan untuk kesekian kalinya sebelum
akhirnya dia benar-benar masuk mobil, dia kembali memeluk Mama Beby,
sudahnya.. Shania melihat kearah kamar Beby..
"Masuklah sayang, mereka sudah menunggu! Beby akan baik-baik saja!! Percaya sama tante "
"Jangan percaya sama Mama, itu musyrik namanya..." tiba-tiba suara Beby terdengar dari seberang rumah Shania.
"Beby..."
Beby berlari kecil sampai dia berhadapan dengan Shania; Papa melihat
dari spion tengah kebelakang; Mama melihat sekilas lalu kembali ke
laptop; Ve mendongakan wajahnya dan menonton scene yang ada di depan
matanya.
"Ngapain ngeliatinnya kayak gitu? Biasa aja!" Ucap kesal
Beby, bukannya Shania marah dengan tingkah yang sedang diperlihatkan
Beby, dia malah memeluk Beby.
"Aku tahu kamu gak mungkin marah sama aku!"
"Emang siapa yang marah sama kamu?" Sahut Beby dalam pelukan sepihak Shania
"Aku akan sangat merindukan kamu.. si pemalu yang pintar
menyembunyikan apa yang dirasa" Kata Shania, tidak menghiraukan ucapan
Beby "meski nanti akan banyak orang yang berjabat dan kujabat tangannya
untuk dijadikan teman, kamu tetap teman terbaik dan terindah, yang
pertama meraih jabatan tanganku... dan aku gak akan pernah lupa sama
semua itu. Aku sayang kamu Beby!"
Beby tersenyum sedih
mendengar ucapan Shania, inginnya membiarkan air mata yang sudah sedari
tadi mendorong keluar, dibiarkan tumpah saja. Tapi Beby menahannya
karena dia tidak mau kepergian Shania dia iringi dengan lelehan air
matanya. Terlalu egois untuknya, membuat Shania yang cukup lama
mempertahankan senyum ceria di wajah dirinya kala Shania menyembunyikan
kepindahannya, dia balas dengan air mata saat waktu pindahan itu kini
ada didepan mata menghadap badannya.
"Kenapa kamu jadi
cengeng sih?!" Beby melepaskan pelukan Shania "kamu pergi ke Jakarta,
bukan ke tempat Tuhan!" Candanya sambil menyeringai, Shania ikut
tersenyum tipis.
"Entah itu kamu, atau aku.. kita akan saling
menemukan lagi! Di Jakarta, di Jogja, atau... mungkin di Jepang nanti,
hehehe.. kita akan tetap menjadi kita, persahabatan kita terlalu kuat
untuk dirapuhkan oleh sebuah jarak!" .... "aku akan selalu ada disini,
ditempat ini, jika nanti kamu pulang untuk sekedar mengenang Jo..gja!"
Senyum Beby begitu sangat manis, pertahanannya untuk mencegah air
matanya jatuh bisa dia lakukan begitu hebat. Meski matanya terlihat
berair, tapi tidak dia biarkan air itu jatuh dari muaranya.
"Em.. aku punya sesuatu buat kamu!" Beby mengedepankan tangan kanannya
yang dari tadi dia simpan di belakang, Shania tersenyum haru melihat
benda yang ada di hadapannya kini. Sebuah bola kristal dengan didalamnya
ada sebuah pohon sakura, yang di depannya duduk 2buah boneka menghadap
pohon itu..
"Yang ini kamu... dan yang ini aku... suatu saat nanti
apa yang terlihat di bola kristal ini akan menjadi kenyataan! Kita akan
duduk dan memandangi pohon sakura, untuk melepas setiap impian kita, dan
biarkan Sakura menyimpannya hingga saat musim semi berikutnya datang...
impian itu akan terwujud bersama bermekarannya Sakura"
Shania yang
sudah menggenggam hadiah dari Beby, kembali memeluk erat sahabatnya itu
setelah mendengar ucapan doa darinya. "Jangan lupain aku Beb,.. apa
yang kamu bilang, pasti akan bisa terkabul, kita akan bisa melakukan hal
itu! Tetaplah menjadi Sahabat aku, aku sangat sayang sama kamu.."
"Aku juga... aku sayang sama kamu, jangan lupain aku juga ya?"
Kali ini pertahanan Beby roboh, dia akhirnya menangis. Hatinya terasa
terlalu rapuh, seolah tidak ingin melepas sahabatnya pergi, dia
mengencangkan pelukannya pada Shania yang sudah sedari tadi memeluk
dirinya begitu erat.
Beberapa menit lamanya gambaran 2hati
yang terikat dalam persahabatan itu saling melepas kesedihan akan
perpisahan, dalam sebuah pelukan tulus dibawah sinar mentari yang tidak
begitu benderang pancaran sinarnya. Hingga... Papa Shania memanggilnya
untuk dia segera masuk ke mobil, karena kalau terlalu siang jalanan akan
sangat tidak bersahabat dalam kemacetan.
Shania masuk
kedalam mobil, Beby dan Mamanya berdiri di samping mobil, Papa
menstarter mobil.. lalu SUV itupun mulai melaju dan Beby, dia berlari
mengikuti laju perlahan mobil, dengan tangannya dia lambaikan pada
Shania, senyum sedih Beby lukiskan pada Shania dan Shania membalasnya,
saling melambaikan tangan hingga laju kecepatan mobil mulai tidak
bersahabat dengan lari kakinya Beby... Beby berhenti berlari, dengan
nafas terengah dan mata masih terpaku di bagian belakang SUV yang
perlahan tapi pasti mulai menjauh dari jarak pandang.
---
Ini seperti mimpi.. pagi ini aku berjalan sendirian, kemarin aku baru
saja melepaskan genggaman dari seorang sahabat yang begitu aku sayangi.
Harusnya dia masih bersama ku pagi ini dan untuk pagi-pagi berikutnya,
sampai selembar kertas pemberitahuan kelulusan ada di kotak surat depan
rumah kita masing-masing. Tapi, itulah Tuhan... selalu bekerja diluar
pemikiran, apa yang dia kehendaki untuk umatnya pasti akan langsung
terjadi.
Selama ini, waktu yang selalu kita habiskan bersama
terasa begitu sebentar ketika perpisahan jarak datang menyapa. Aku tahu
dan yakin kalau disana dia tidak akan menghapus aku dari ingatannya,
menyimpanku dalam box Jogja, yang tidak akan dia buka. Dia di Jakarta,
aku di Jogja, berapa ratus kilomoter jarak kita sekarang? Entahlah,
karena yang pasti bukan jarak yang akan mengendalikan alur persahabatan
kita, tapi kita yang akan mengendalikan alur dan tetap memegang tangan
masing-masing, hingga sampai dititik tertinggi impian kita.
"Masih ngelamunin Shania?" Subhan datang dari arah belakang.
Beby sengaja jalan kaki pergi kesekolahnya, berjalan enggan dengan
hanya ditemani hembusan angin dan lamunan kejadian kemarin pagi.
"Hmm-- ya gitu deh Chub! Kamu sendiri? Gimana?"
"Yaa.. gitu juga deh! :'-)"
"Gitu gimana?"
"Gitu.. kayak lu!"
Beby diam tidak lagi menanggapi Subhan, dan Subhan pun ikut diam.
Saat Beby mengirimkan chat padanya kemarin pagi, dia langsung menelpon
Aji untuk ikut dengannya menemui Shania sekaligus melihatnya sebelum
dia pergi, namun mereka terlambat.. saat mobil Shania sudah meluncur dan
hanya menyisakan bagian belakangnya, dia dan Aji baru datang.
"Tumben, lewat Sini?" Tanya Beby memecah hembusan angin
"Pengen aja!" Singkatnya "eh ya... jadinya masuk SMA mana?" Giliran Subhan bertanya
"48! As what I.. and her plan! Hemmh..!!"
Subhan mengangguk-angguk tak lagi bersuara.
Beby dan Subhan terus menyusuri jalanan beraspal yang basah karena
embun di pagi hari tadi, saling diam dalam kenangan masing-masing
tentang Shania.
---
Hari pertama.. haahh. . . Aku tidak
begitu tahu apa yang harus aku lakukan di hari pertamaku berada di dalam
rumah sebesar dan semewah ini!?
Kemarin, kita semua sampai di
kota metropolitan ini setelah matahari tenggelam dan langit berubah
begitu gelap. Kota baru ini. . . Rumah baru ini. . . Suasana baru ini. .
. Begitu memperlihatkan ke 'Wah' han nya di banding yang dulu waktu di
Jogja, tapi.. tetap saja apa yang kini bisa kunikmati dengan mata
telanjang, tak bisa menggetarkan hatiku untuk bilang 'Wah' seperti yang
di suguhkan.
Aku masih disana, di Jogja. Bermain dengan
mereka menanti kelulusan, melalui upacara kelulusan atas hasil kerja
keras aku selama 3th ini, meski akhirnya aku memang harus berpisah jalur
dengannya, dengan mereka, dalam memijakan kakiku untuk menggapai mimpi.
Tapi setidaknya kalau aku masih disana, sampai batas waktu yang sudah
di sepakati, aku masih bisa menggoreskan seulas kenangan indah
bersamanya. Bukan seperti ini, bukan ini yang ada dalam bayanganku , mereka terlalu, dan bahkan sangat berpengaruh atas diriku yang hanya titipan.
Masih bermalas-malasan diatas tempat tidur empuk yang berada di
ruangan yang besarnya 2.. bukan, tapi 4 kali lebih besar dari ruangan
privasiku dulu yang ada di Jogja. Aku coba mengetikan sebuah pesan
singkat untuk Beby, tapi tidak jadi-jadi ,
seolah aku lupa bagaimana cara menulis merangkai kata salam, sapaan,
pemberitahuan, pertanyaan, pernyataan.. mm-- ntahlah, rasanya sulit
untuk ku memberitahukan padanya kalau aku sudah sampai di Jakarta.
"Gimana kabar kamu pagi ini?"
"Kamu ke sekolah sama siapa, Beby?"
"Kayuhan kamu saat naik sepeda ke sekolah pasti lebih ringan kan? Soalnya udah gak ada aku yang kamu gonceng!"
"Aku udah sampai loh di Jakarta.. :')"
Haruskah aku mengetikan rangkaian pertanyaan itu untuk Beby?
Siapkah aku untuk jawaban yang diketik balik oleh Beby!?
*tok..tok..tok*
"Yaa.." sahut Shania terdengar malas
Ve masuk, dia memberikan Shania senyum khas Kakak.
"Ada apa Kak?" Tanyanya sambil menarik diri dari rebahan, dia
menyingkirkan bola kristal yang disimpan diatas perutnya saat dia
melamun tadi.
"Sarapan dulu yuk!" Ajak Ve, dengan posisi berdiri di depan Shania.
Tanpa perlawanan, meski enggan dirasa.. Shania berdiri untuk ikut
Kakaknya. Sampai di meja makan, Shania mengerung kecil karena tidak
mendapati kedua orang tuanya.
"Papa sama Mama mana Kak?"
"Kamu bangunnya terlalu siang, Papa sama Mama udah berangkat kerja!"
Shania mencoba mencari jam.. ia melihat jam dinding putih classic, yang
berdiri di sudut ruang makan. Dia bisa melihat jelas jarum jam yang
menunjukan waktu sekarang 8.14
"Kirain Papa Mama mau ambil dulu jatah libur dari kantor..! kita kan baru pindahan!!" Suaranya begitu mengeluh
Ve tidak bisa menjawab ucapan Shania, ia hanya menyunggingkan senyumnya.
Inikah? Awal dari perubahan yang di janjikan Papa sama Mama? Hmm--
semoga ketakutanku, hanya sebuah kekalutan sesaat yang timbul karena
belum bisanya hatiku menerima percepatan dari gerakan Papa sama Mama.
(Batin Shania)
***
Hari demi hari terus mereka
jalani, sudah hampir satu bulan tidak terasa, Shania dan Beby tinggal di
kota berbeda. komunikasi Shania dan Beby tidak pernah putus, karena
memang jarak tak pernah jadi penghalang untuk persahabatan mereka.
Seperti saat tiba waktu pengumuman kelulusan, Beby menelpon Shania yang juga sudah tahu akan kelulusannya.
Kalau tidak Shania yang menelpon, ya Beby yang ambil inisiatif.
Shania belum memiliki satupun teman di kompleknya kini, dan Beby.. dia
masih tetap dengan Subhan dan Aji, belum ada teman lain yang bisa dia
jadikan tempat berbagi tawa atau sedih yang dirasa. Dalam komunikasinya
kini, Beby menceritakan rencana dia, Subhan dan Aji yang akan mengikuti
test di SMA 48 Jogja, Sekolah yang dulu mereka jadikan incaran jika
sudah lulus SMP.
"Shanju... tahu gak?"
"Apa?" Tanyanya di ujung telpon
"Aku, Aji sama Subhan bakal ikut test di 48 loh.. " jelasnya,
Shania mengerung kecil, ada cekatan di hati yang membuat dia merasa
tidak nyaman mendengar berita kali ini. Bukan karena Subhan yang akan
satu sekolah dengan Beby, tapi karena apa yang dulu dia hayalkan
ternyata tidak terkabul.
"Hmm.. sudah aku duga! Bagus dong, biar nanti aku titipin kamu sama mereka " jawabnya dengan diakhiri candaan
"Eh? Kamu pikir aku tas apa? Pake dititip segala sama mereka!"
"Cieee.. sekarang udah bisa nyahut pake candaan, hehehee" sambut Shania
"Harus dong, kalau enggak.. nanti aku yang dibecandain terus (korban maksudnya)"
"Giliran kamu nih, yang cerita.."
"Cerita apa? Perasaan dari tadi, aku udah paling banyak deh ngeluarin kata!"
"Oh ya? Masa sih! Kok aku gak denger apa-apa sih?" Goda Beby diikuti senyum yang tidak terlihat oleh Shania
"Tsahh.. makin mahir aja nih si pemalu becandanya!" Giliran Shania yang tersenyum
"Aku kangen sama kamu.." ucap Beby
"Aku juga.."
"Kapan dong main ke Jogja!?"
"mmm...ntahlah Beb, Kak Ve lagi sibuk ngurusin dulu administrasi pindahan kuliahnya!"
"… … …"
"Aku udah minta sama Kak Ve buat nemenin ke sana, tapi ya itu
alasannya.. minta ijin sama Papa Mama biar aku berangkat sendiri ke
sana, gak di Acc! Surem deh pokoknya!"
"Haha.. hmm-- mungkin nanti akan ada waktu yang pas buat kamu bisa main ke sini!"
"Atau... kamu aja yang main kesini! Nanti aku ajak kamu main ke mall,
ke monas, sama.. ah, ke dufan, disana asik loh Beb! Wahananya itu...
wihhh bikin lupa masalah deh " ceritanya berpanjang lebar
"Oh ya? Wahh asik tuh! Tapi kapan ya aku bisa kesana? Mama juga pasti gak akan ngasih ijin kalau aku kesana sendirian!"
"Kayaknya kita sama-sama surem ya? Hahahaa.."
"Hahahaa, iya bener! Tinggal di kota yang namanya sama-sama di awali huruf J, tapi untuk bisa ketemuan susah banget!"
"Hah? Apa hubungannya Beb?"
"mm-- nggak ada sih! Hahahaa"
Shania dan Beby tertawa bareng, jalinan komunikasi itu berakhir
setelah 4jam lebih, berbagi kisah dari 2 kota berbeda. Meski tidak ada
saling tatap muka keakraban tetap terasa kental diantara keduanya.
---
"gimana? kalian nyaman tinggal disini?" suara mama, membuyarkan
lamunan kedua anak gadisnya yang sedang menyuapkan makan malam.
"Asik Mah, di kampus, Ve udah punya teman-teman baru, terus ya mereka..
enaklah diajak ngobrol, dan mereka juga mau ngajak Ve untuk tahu
Jakarta!" Jelas Ve terdengar sangat antusias, Shania asik sendiri dengan
makanannya.
"Bagus dong " Senyum Mama dan Papa
"Kalau kamu, Sayang? nyaman tinggal disini?" giliran Papa yang bertanya dan langsung melihat Shania yang belum angkat bicara.
"mm-- ya gitu lah Pah"
Mama, Papa dan Ve menguncikan pandangan mereka pada Shania.
"gitu gimana? Kakak kamu saja sudah bisa berbaur dengan yang lainnya!
kamu mau sampai kapan cuma berdiam diri di rumah? coba sesekali muter di
komplek!" saran Papa
"males ah, entar juga pas sekolah Shania bisa ketemu sama orang lain!" jawabnya.
Selama hampir 2bulan mereka tinggal di Jakarta, memang Shania yang
terlihat tidak begitu menikmati laju kehidupan di Ibu Kota. Meski mereka
tinggal di komplek perumahan yang pemiliknya kaum ekonomi diatas
rata-rata, tapi itu tidak membuat Shania tertarik akan hal apapun.
Kalaupun dia keluar rumah, pasti diajak oleh Kakaknya. seperti waktu ke
Mall atau ke Dufan.
"Papa sama mama punya kejutan buat kalian!" kata Papa, untuk kembali menghidupkan obrolan.
"buat kamu kaka. . . papa kasih ini…" Papa merogoh kantong celananya, dan mengeluarkan sebuah kunci
"ini, kunci mobil dan yang ini.. surat-surat mobil sama SIM A sudah atas nama kamu…."
Ve hanya bisa menganga mendengar yang diucapkan papa nya dan menatap
sebuah kunci dan sebuah dompet kecil warna biru yang sudah ada di
hadapannya.
"Mo…bil….!" Ucap ve terbata.
Papa dan mama tersenyum melihat ekspresi anak sulungnya itu. Kemudian mengalihkan pandangan pada Shania.
"dan buat kamu… peri kecil Papa, selain kamu udah papa daftarin di
sekolah swasta yang ada di Jakarta pusat, Untuk berangkat sama
pulangnya, kamu diantar-jemput pak maman, dia akan jadi supir pribadi
kamu!! terserah kamu, mau kamu ajak Pak Maman keliling atau,-"
"Ke Jogja boleh Pah?" Shania memotong ucapan Papa saat mendengar dia memiliki supir pribadi.
Papa tersenyum melihat keantusiasan Shania yang sedari tadi biasa saja.
"hmm.. gimana ya?" Shania menekuk wajahnya "Haha.. ya tentu boleh dong sayang, Pak Maman kan supir pribadi kamu!"
Wajah Shania seketika cerah "Wahh.. serius Pah? Yessssss, Asik nih!"
girangnya, membuat Papa Mama dan Ve tersenyum melihat tingkahnya.
"eits, jangan senang dulu! tetap ada Rules, yang harus kamu patuhi!"
"Aaaapa?"
"Kamu... ke Jogja nya kalau ada libur panjang, atau.. long weekend!"
"yahhh,, itumah sama aja bohong! gak jadi ahh asiknya!! Papa mah gitu!!!"
"itu untuk kebaikan kamu juga sayang, kalau kamu setiap hari atau
setiap minggu ke Jogja, nanti kamu sakit gimana? atau Pak Maman yang
sakit gimana?"
Tadinya Shania ingin melancarkan lagi protes,
tapi dipikir-pikir.. segitupun sudah untung untuknya. lagian Papa sama
Mama gak bisa melihat apa yang Shania lakukan kalau seandainya mereka
ada pekerjaan ke luar kota.
"ya udah deh.. daripada Pak Maman sama mobilnya di cabut terus Shania gak bisa ke Jogja!"
"Nah... gitu dong, itu baru anak Papa sama Mama!" ujar papa pada anak
bungsunya itu. Shania membalas ucapan Papanya dengan senyum manis.
---
Kini, Shania sudah menjadi salah satu murid di salah satu SMA swasta
bertaraf Internasional, ini hari pertamanya setelah Ospek yang tidak dia
ikuti sebelumnya karena malas.
Shania masuk di kelas X-4, dia duduk di barisan ke-4,
"kosong?" Tiba-tiba suara seorang murid perempuan bertanya pada
dirinya yang sedang asik menikmati lamunan di bawah mentari pagi yang
sedang menyinari ruang kelasnya.
Shania mengangguk untuk menjawab, murid perempuan itupun langsung duduk di sebelah Shania dan lalu mengulurkan tangannya,,,
Bersambung lagi..
0 comments:
Posting Komentar