Minggu, 21 April 2013

SEPATU MILIK STELLA



Sore, di sebuah sekolah menengah atas yang cukup mewah, didalam sekolah itu terdapat kolam ikan dan taman kecil. Kelas yang ada di lorong terdapat loker didepan kelas itu. Papan mading terhias oleh beberapa karya dari murid. Dari ujung lorong, terlihat seorang gadis putih, tidak tinggi, berambut indah hitam, berparas cantik. Ia berjalan memperhatikan kiri dan kanan kelas sekelilingnya. Ia terpana melihat sebuah kelas. Diliriknya dari jendela kelas itu. Kemudian gadis itu berjalan lagi menuju sebuah mading. Ia menatap haru isi mading itu. Ia menatap sebuah foto dengan tulisan “Class of 48”. Di foto itu, terlihat seorang murid yang mirip sekali dengan gadis itu.
                                                        
*

“Hai Stella” Ucap seorang pria kepada seorang murid perempuan.
“Eh, Kiki, belum pulang?” Tanya murid perempuan itu.
“Belum, Stel. Kok belum pulang?” Tanya Kiki.
“Nunggu dijemput Mamah, Mamah lagi jemput adekku.” Jawab Stella.
“Hem... Gak berasa yah, udah kelas 3, Ujian Akhir, lulus deh.” Ujar Kiki.
“Iya, padahal dulu pas MOS angkatan kita, kamu tuh paling cupu.” Ledek Stella.
“Tapi suka kan?” Goda Kiki.
“Iya, suka ngetawain kamu sama temen – temen.” Lanjut Stella.
“Makan yuk.” Ajak Kiki.
“Di Ayam Goreng Kang Adam yah, hehe.”

Kiki hanya mengangguk memenuhi permintaan Stella. Mereka berdua berjalan menuju Ayam Goreng Kang Adam di sebrang sekolah.
Kiki dan Stella duduk bersebelahan.

“Kang, aku biasa pesennya...a...” Sebelum Stella selesai bicara, Kiki memotong.
“Ayam goreng, sambelnya dipisah. Minumnya Es Milo yang manis yah.” Ucap Kiki.
“Kok, kamu masih afal?”
“Dulu pas MOS nginep kan kamu sampe gamau makan, maunya ayam goreng.”

Stella tertawa pelan. Setelah menunggu beberapa lama, seorang pelayan mengantarkan pesanan milik Stella dan Kiki. Stella menghabiskan Ayam goreng pesanannya dengan lahap hingga bibirnya belepotan makanan. Kiki mengambil tissue dan mendekati bibir Stella.

“Gak usah kayak Ftv deh.” Mengambil tissue itu.
“Kamu makannya belepotan, Stel.” Ucap Kiki.
“Ya kamunya gak usah sok ngelapin gitu kayak di Ftv.” Lanjut Stella.
“Aku maunya cerita kita ini jadi Ftv, atau gak novel, cerpen juga boleh sih.”

Stella menimpuk tissue kotor itu ke muka Kiki. Kiki membalasnya. Mereka berdua bercanda bersama sehabis makan. Suasana sore depan sekolah itu menemani mereka.

*

Gadis yang sedang menatap mading itu melanjutkan langkahnya ke sebuah ruangan. Dari ruangan itu keluar sebuah pria, yang lebih tua darinya.

“Eh kamu... tumben main kesini.” Ucap pria itu.
“Pak Juni..” Ucap gadis itu.
“Udah besar yah kamu semenjak lulus. Gimana kuliahnya? Makin pinter kan kamu?”
“Yaa lumayan lah pak, hehe.”
“Udah mau lulus kan kamu kuliahnya?” Tanya Pak Juni.
“Hampir Pak, doain yah.”
“Guru – guru sini selalu doain muridnya. Kamu masih ketemu sama siapa tuh, teman cowok kamu pas dulu?”
“Siapa, Pak?”
“Duh, Bapak lupa. Yang baik banget sama kamu ituloh.”

*

Suasana sekolah siang itu ramai. Beberapa murid berpelukan di area sekolah. Sekumpulan murid histeris kegirangan menatap papan mading. Di papan mading itu, tertulis nama siswa beserta nilai kelulusan ujian akhir mereka.
Stella mencari namanya. Ia tak berkata  - kata. Dari belakang, Kiki meledek.

“Enak yah kamu, namanya udah pasti paling atas.”
“Ah, Kiki. Aku seneng banget...” Ucap Stella.
“Sini peluk Kiki.”

Stella hanya tertawa cekikikan mendengar permintaan Kiki. Beberapa teman menghampiri mereka untuk ikut mencoret – coret seragam mereka. Stella ditarik temannya. Semua murid saling mencoret dan menandatangani seragam mereka. Kiki bersama teman – temannya pun mencoret pakaian mereka dengan spidol.
Stella yang duduk dekat kolam ikan terlihat murung. Ia hanya memakai sebelah sepatunya.

“Stel, sepatunya kemana?” Tanya Kiki.
“Copot sebelah, tadi pas desek – desekan.”
“Kayak cinderella kesiangan deh kamu.”
“Ih malah ngeledek. Ntar pulang sendiri, Mamah gak jemput.” Rengek Stella.

Kiki mencopot sepatu Sneakers miliknya dan memberikannya ke Stella.

“Ha? Kenapa, Ki?”
“Kamu pake nih, daripada pulangnya repot.”
“Serius kamu?”
“Iya, aku sih seneng sepatuku dipake Cinderella kesiangan.”
“Ih... mau ngeledek apa nolongin aku sih?”
“Maunya selalu ada buat kamu.”
“Gombal.”
“Itumah yang dikolong jembatan.”

Stella dan Kiki berjalan menuju dekat lapangan sekolah. Murid lain masih asyik mencoret baju mereka. Kiki berjalan memakai kaos kaki.

“Ki, kita belum tanda tanganin seragam kita yah?”
“Iya nih, tapi seragam kamu udah penuh semua, Stel.”

Stella mengangkat kerah bajunya, ia memberikan spidol ke Kiki dan membalikkan badannya.

“Nih, selalu ada tempat buat kamu.”

Stella memberikan kerah belakangnya untuk di tanda tangani Kiki. Kiki menandatangani kerah Stella.

“Ki, bajumu udah penuh semua, aku tanda tangan dimana?”
“Nih, disini.” Kiki menyobek kantong seragam yang ada lambang OSIS.
“Tanda tangan disini, Stel.” Kiki menunjuk dada kirinya dan memberikan spidol.
“Tempat buat kamu tuh ada disini.” Ucap Kiki sambil menunjuk dada kirinya.

Stella memberi tanda tangan di dada kiri Kiki. Mereka berdua saling tersenyum.
Kiki dan Stella berjalan keluar gerbang sekolah. Kiki masih menyeker dengan kaos kakinya, Stella memakai sepatu Kiki.

“Naik taksi kan kamu, Stel?”
“Iya, temenin nyari yah.”
“Eh iya, kalo udah kuliah nanti, kita masih bisa ketemu lagi gak yah?”
“Harus bisa, aku kan mau balikin sepatumu ini.”
“Kalo kamu simpen aja mau gak? Anggep sebagai benda berharga.”
“Benda berharga tuh yang bagusan dikit kek.” Keluh Stella.
“Yang ngasih benda itu emang gak berharga buat kamu?”

Stella hanya diam. Ia masih melirik jalan raya untuk mencari taksi yang lewat.

“Nyari taksi susah amat, kayak nyari jodoh.” Keluh Stella.
“Jodoh emang di tangan Tuhan, tapi nyarinya pake tangan kita.” Balas Kiki.
“Yee... Eh, tapi makasih yah, aku pinjem dulu sepatu kamu.”

Kiki hanya mengangguk. Tidak lama taksi datang dan Kiki menyetop. Stella masuk ke taksi dan sempat melambaikan tangannya ke Kiki.

*

Pak Juni dan gadis itu berjalan mengelilingi sekolah. Saat melangkah, Pak Juni melihat sepatu yang digunakan gadis itu.

“Kamu itu mahasiswi cantik, kok sepatu kayak gitu masih dipake?” Tanya Pak Juni.
“Yah... abisnya ini berharga, Pak.”
“Berharga? Kok bisa?”
“Yang ngasih ini berharga buat saya.”

Pak Juni hanya tersenyum. Mereka melanjutkan langkahnya ke lorong sekolah. Disana terlihat sebuah kelas yang cukup besar, lengkap beserta isinya. Pak Juni membuka kelas itu.

“Kamu tuh kalo reuni gak pernah absen yah, dateng terus.”
“Iya.”
“Siapa yang kamu cari memangnya?”
“Semua teman – teman angkatan saya, Pak.”

*

Di sebuah ruangan kelas, terlihat keramaian muda – mudi memakai pakaian trendy. Stella berdiri sambil sibuk memegang telepon genggam.

“Gelisah banget, Stel.” Ucap seorang gadis.
“Ha? Enggak kok.” Balas Stella.
“Kiki yah?”

Mendengar nama Kiki, Stella hanya menghembuskan nafas dan menghelanya agak panjang.

“Dia kemana sih, ini reuni ketiga setelah angkatan kita lulus, dia gak pernah keliatan, kemana ya dia, Stel?”
“Gak ngerti deh. Tiap dua tahun sekali nungguin buat ketemu dia.” Keluh Stella.
“Capek gak nungguin dia?”
“Gak sih, malah makin semangat. Tapi, dua tahun kemudian apa masih bisa ketemu dia yah?”
“Pertemuan selanjutnya gak akan sleama itu kayaknya.”

*

Pak Juni dan gadis itu berhenti langkahnya di dekat lapangan sekolah. Daun berguguran dan berserakan di sekitarnya. Gadis itu memperhatikan sekelilingnya.

“Tempat ini kan biasanya tiap angkatan sekolah ini...” Ucap Pak Juni.
“Ngasih tanda tangan dan benda berharga mereka, Pak.”
“Kamu masih nunggu orang itu?” Tanya Pak Juni.
“Masih. Tapi apa saya harus balik ke sekolah ini dua tahun lagi?”
“Bapak rasa pertemuan selanjutnya gak akan selama itu.”

Pak Juni meninggalkan gadis itu berdiri sendiri. Gadis itu merenung, menatap sekelilingnya. Ia menarik nafas panjang dan menghembuskannya. Tali sepatunya terlepas sebelah. Ia jongkok dan merapikan tali sepatunya dan mengikatnya. Ia berdiri dan bergumam.

“Mungkin bukan hari ini, lagi.” Keluhnya.

Gadis itu berjalan kearah sebaliknya sambil menunduk. Ia merunduk dengan tatapan kecewa. Langkahnya pelan. Dari arah berlawanan, ada seorang pria, cukup tampan, dengan pakaian rapih tersenyum kearah gadis itu dan berteriak.

“Makan ayam goreng yuk, sambelnya dipisah, sambil minum es milo.” Ucap pria itu.

Si gadis menoleh ke belakang. Ia diam, lalu tersenyum. Tatapannya penuh arti. Ia menghampiri pria itu. Kini si gadis dan pria berhadapan, cukup dekat. Mata mereka saling memandang.

“Aw..” Ucap si gadis.
“Eh, maaf...sepatunya..” Balas si pria.
“Masa gantian sekarang aku yang nyeker?”



***

Author: @AdityaRizkyG


Read more: http://www.jkt48fans.com/

0 comments:

Posting Komentar