Buku diary milik Stella menjadi
satu-satunya kenangan untuk mereka. Meskipun itu hanyalah buku yang hanya
berisi photo biasa, tapi kenangan dibalik photo itulah yang sangat berarti bagi
Melody, Ve, Cleo, Shania, Sonya, Ochi, dan Nabilah. Meskipun hanya berisi
beberapa lembar photo, tapi dibalik semua itulah mereka mengetahui kebenaran
yang sebenarnya.
Satu per satu menghapus air mata mereka.
Mereka tidak mau terlalu lama larut dalam kesedihan. Masih ada hari esok yang
harus dihadapi, hari baru dengan asa yang baru. Mereka tahu kalau Stella tidak
akan lama pergi dan akan menemui mereka bila ia kesepian. Karena mereka tahu,
bahwa mereka lah yang akan selalu ada untuk Stella saat ia kesepian. Begitu
juga untuk saudara lainnya.
“Ayo kita semua mandi. Kita lakukan
aktivitas seperti biasa. Lagi pula sekarang kan hari minggu, ini waktu kita
untuk bersama seharian..” ajak Melody kepada saudara lainnya.
Mereka semua lantas bergantian untuk
mandi. Ayah dan Bunda merasa lega karena anak-anaknya tidak sedih terlalu lama.
Walaupun rasa kehilangan masih tertinggal, tapi mereka tahu itu tidak akan
lama.
Sementara itu, dikeluarga Stella yang
sekarang, Ayah dan Bunda Stella sedang menjelaskan mengapa mereka tidak merawat
Stella dari kecil. Stella mencoba memahami semuanya.
“Waktu kamu kecil, Ayah dan Bunda
sebenarnya bisa merawat dan membesarkan kamu. Tapi setelah perusahaan Ayah
bangkrut, Ayah tidak punya penghasilan lagi. Maka Ayah dan Bunda sepakat untuk
menitipkan Stella ke Pak Doni dan Bu Doni. Ayah dan Bunda sudah tidak tahu lagi
harus bagaimana agar Stella tetap bisa tumbuh seperti anak kebanyakan, karena
itu Ayah dan Bunda melakukan itu..” terang Ayah.
“Loh? Bukannya Ayah bekerja di
Australia?” Tanya Stella.
“Memang benar Ayahmu bekerja di Australia
saat itu, tapi itu pun hanya sebagai TKI saja.” Jawab Bunda.
“Lalu kenapa Ayah dan Bunda bisa seperti
sekarang ini?” Tanya Stella lagi.
“Majikan Ayah di Australia sangat peduli
dan percaya pada Ayah. Karena itu beliau meminjamkan uang kepada Ayah sebagai
modal untuk usaha Ayah di Indonesia. Dan sejak saat itu Ayah bekerja keras agar
kehidupan keluarga ini membaik lagi seperti dulu..” terang Ayah lagi.
“Ohh, begitu. Apa Sonia juga tahu masalah
ini?” Tanya Stella.
“Enggak nak, Sonia tidak tahu. Sebaiknya
kamu juga jangan beri tahu dia akan hal ini. Cukup kamu saja yang
mengetahuinya..” jawab Bunda.
“Apa Stella masih marah kepada Ayah dan
Bunda?” Tanya Ayah.
“Enggak Yah. Stella bangga punya orang
tua yang mau berkorban seperti itu untuk Stella. Meskipun harus meminta bantuan
orang lain, tapi kerja keras dan semangat Ayah dan Bunda sangat berjasa untuk
Stella. Bahkan sampai sekarang ini. Terima kasih..” ucap Stella memeluk Ayah
dan Bundanya.
“Sama-sama nak. Mulai sekarang panggil
kita Papa dan Mama yaa? Agar sama dengan adik kamu dan agar bisa membedakan
dengan keluarga kamu disana.” Pinta Ayah.
“Iya Pa, Ma. Stella ngerti.” Jawab
Stella.
Mereka akhirnya kembali melakukan
aktivitasnya masing-masing. Stella membantu Mama nya memasak, Papa membaca
koran di ruang tamu, sedangkan Sonia masih tidur karena ia tidur sangat pagi.
“Selamat makan!” ucap Nabilah dengan
semangatnya.
Ayah, Bunda, Melody, dan saudara lainnya
makan bersama. Meskipun Stella sudah tidak disana, tapi bangku di meja makan
yang sering digunakan Stella tetap dikosongi. Hal itu mereka lakukan untuk
menunjukkan bahwa kapanpun Stella kembali kesana, mereka akan menerimanya
dengan senang hati.
“Ve, besok kamu lomba design kan?” Tanya
Cleo.
“Iya. Design nya juga sudah diselesaikan
Stella, aku tinggal menghafal motifnya.” Kata Ve.
“Wah, anak Bunda ada yang mau lomba lagi
ya? Bunda bangga karena kalian selalu mewakili sekolah kalian dalam ajang
perlombaan apapun itu. Semoga kamu jadi juara ya Ve..” ucap Bunda kepada Ve.
“Iya Bunda, terima kasih. Ayah doakan aku
juga yaa..” pinta Ve.
“Ayah pasti berdoa untuk kamu dan kalian
semua. Doa terbaik Ayah selalu ada untuk keluarga ini..” ucap Ayah.
“Kak Stella lomba model, Ochi, aku, dan
Shania lomba voli, kak Ve lomba design, kak Melody dan Cleo lomba cerdas cermat
IPA. Kalau Nabilah lomba apa ya? Hahahaha..” ejek Sonya pada Nabilah.
“Hahaha, bener kamu. Kayaknya Nabilah
belum pernah lomba apa-apa. Kecil sih..” ejek Shania lagi ke Nabilah.
“Yeee, disekolah Nabilah belum ada lomba
apa-apa jadi Nabilah nggak lomba. Coba besuk kalau Nabilah udah masuk SMP dan
SMA, pasti Nabilah juga ikut banyak lomba..” celetus Nabilah.
“Emang kamu kelas berapa sih Bil? Eh,
kamu masih SD yaa? Pantes aja, kakak lupa soalnya. Hahaha..” kembali ejekan
dari Ochi.
Semua tertawa karena melihat raut muka
Nabilah yang di ejek habis-habisan oleh kakak-kakaknya. Nabilah yang biasanya
banyak omong, sekarang sedang dikerjai oleh kakak-kakaknya.
“Udah, makan dulu jangan ketawa. Nabilah
kalau udah gede harus lebih hebat dari pada kakak-kakak Nabilah yaa. Nabilah
pasti bisa.” Lerai Bunda sambil menyemangati Nabilah.
“Iya Bunda. Itu sudah pasti. Nabilah kan
memang lebih hebat dari mereka..” ucap Nabilah dengan sangat yakin.
“Ngomong-ngomong Ayah tahu apa lomba yang
cocok untuk Nabilah. Lomba ini pas sekali untuk Nabilah..” kata Ayah.
“Hah? Lomba apa Yah?” Tanya Melody
penasaran.
“Ada yang tahu lomba apa?” Tanya Ayah
kembali.
“Nabilah tahu Yah, lomba matematika kan?
Atau lomba menyanyi? Atau lomba menggambar?” jawab Nabilah.
“Bukan. Nabilah salah..” ucap Ayah.
“Ve tahu Yah, lomba makan telur ayam
kan?” ucap Ve sambil sedikit tertawa.
“Haha, iya Ve benar. Nabilah cocok lomba
makan telur ayam. Mau dadar atau mata sapi, Nabilah pasti juara..” ucap Ayah
sambil tertawa.
Semuanya kembali tertawa mendengar itu,
termasuk Nabilah. Mereka semua tetap menjaga keharmonisan keluarga yang sudah
ada dan tidak terlalu memusingkan yang telah terjadi. Bagi mereka, apa yang ada
sekarang, itulah yang harus dihadapi.
Setelah mereka selesai makan, mereka lalu
membersihkan rumah bersama-sama. Yaa, itulah tradisi keluarga itu setiap hari
libur. Menghabiskan waktu libur dalam kebersamaan untuk bekerja. Sesekali
mereka pergi berlibur keluar rumah, tapi itu juga hanya dua kali sebulan di
hari minggu. Dan dua kalinya lagi untuk membersihkan rumah, taman, dan
sebagainya.
“Pa, makanannya sudah siap. Ayo makan
Pa.” ajak Stella kepada Papanya.
“Iya nak, sebentar..” ucap Papa.
Papa pun melipat koran dan menuju ke
ruang makan untuk makan bersama.
“Loh, Sonia mana? Apa masih belum
bangun?” Tanya Papa.
“Belum Pa. Masih tidur kayaknya. Soalnya
semalem tidurnya pagi banget. Jam tiga pagi baru tidur. Kita ngobrol lama
semalem..” terang Stella.
“Yaudah, kamu bangunin dulu sana. Ajak
makan bareng kita.” Perintah Mama.
“Iya Ma..”
Stella pun lantas naik ke lantai atas,
menuju kamarnya dan membangunkan Sonia.
“Hey! Hey! Bangun! Sudah siang sekarang.
Son, ayo cepet bangun!” Stella membangunkan Sonia. Sonia akhirnya bangun dengan
muka yang masih agak lesu seperti kurang tidur.
“Ayo cepet bangun. Kita makan bareng Papa
dan Mama..” ajak Stella.
“Makan? Oke kak..” ucap Sonia dan
langsung turun dari kamarnya menuju ruang makan.
“Hmmm. Kalau soal makan aja cepet. Pantes
gendut gitu..” batin Stella sambil tersenyum.
Stella juga kunjung turun kamar dan ikut
makan bersama.
“Pa, kapan-kapan main ke tempat keluarga
Pak Doni ya? Stella kangen sama mereka. Walaupun belum ada sehari pisah, tetep
aja Stella kangen..” pinta Stella.
“Iya nak, kamu bisa main kesana kok. Papa
sudah atur jadwal juga. Setiap hari sabtu dan minggu kamu bisa menginap disana
kalau kamu mau. Iya kan Ma?” terang Papa.
Mama hanya tersenyum mengiyakan.
“Beneran Pa? Stella seneng banget.
Berarti mulai sabtu depan besuk ya Pa Stella bisa kesana?” Tanya Stella dengan
sangat gembira.
“Iyaa..” Ucap Papa sambil tersenyum.
“Sonia bisa ikut nggak kak? Sonia juga
pengin tahu gimana keluarga disana..” ucap Sonia berharap.
“Bisa kok. Disana juga masih ada tempat
lagi untuk kamu. Mereka pasti seneng bisa ketemu kamu.” Ucap Stella.
“Yess! Aku jadi nggak sabar kak pengin
ketemu mereka. Hehehe..” ucap Sonia lagi.
“Sama, kakak juga nggak sabar..” batin
Stella.
Papa dan Mama bahagia melihat keakraban
anak-anak mereka. Walau baru sehari mereka bertemu, tapi batin antara kakak dan
adik sangat terasa diantara mereka berdua.
Hari itu berlalu dengan indah untuk
keluarga baru Stella, dan keluarga aureliana bersaudara. Keharmonisan kedua
keluarga itu patut dicontoh. Dimana disetiap permasalahan, tidak perlu
diselesaikan dengan pertengkaran. Dimana disetiap keharmonisan, selalu didasari
oleh rasa saling percaya dan kasih sayang satu sama lain.
Hari esok sudah menanti, baik untuk
keluarga aureliana bersaudara, atau untuk Stella yang memulai lembaran barunya
bersama keluarga baru. Bagaimanapun, mereka sama-sama memulai hari baru dengan
kondisi dan lembaran baru. Sekolah baru telah menanti Stella, sedangkan
perlombaan design sudah
menunggu kehadiran Ve disana. Walaupun kini aureliana
saudara berpisah, namun batin kekeluargaan masih melekat pada mereka semua. Tak
seharipun mereka tidak saling memikirkan satu sama lain. Tak seharipun mereka
tidak saling mendoakan satu sama lain. Walaupun jarak memisahkan, tapi mereka
tetap bersama di satu tempat, yaitu di dalam lubuk hati. Itulah arti sebuah
keluarga..
~ To be
continued ~
0 comments:
Posting Komentar