Jumat, 14 Juni 2013

...PELANGI DALAM SAKURA... *5th Chapter*

"Shania..." panggil Subhan saat melihat Shania akan keluar ruangan, ini hari terakhir UN. 
Shania menoleh dengan wajah yang... *pikirin aja sendiri, gimana wajah seseorang ketika orang yang dia sukai memanggil :-D*
"Uchub.. ada apa?"
"Emm.. bisa ngomong bentar gak?"
Shania tersenyum sangatttt manis kala itu "boleh,,, lama juga gak apa-apa kok!" Kalimat terakhirnya pelan, jadi Subhan tidak begitu mendengar, karena dia keburu senang duluan saat Shania menjawab boleh.
"Apa? Yang terakhir apa, Shan?"
"Hah? Ahh-- mmnggak,, nggak apa-apa! Hehe.."

"mm,, jadi.. kamu mau bicara apa?"
"Gak disini ngomongnya! Kamu mau gak ikut aku?" Dialek Subhan berubah, biasanya lu gue sekarang mulai aku kamu (dasar anak esempe :-D)
"yaaahh, tapi aku mau pulang bareng Beby!"
"Ouhh, ya udah deh.. ntar aja kali ya! Hehe"
Subhan menggaruk kepala bagian belakangnya

Shania dan Subhan mulai berjalan tapi, belum sampai di pintu kelas...
"Cieeeeeee.. si Uchub, eehemmm!"
"Akhirnya.. gerak juga!"
2orang yang tak lain adalah teman mereka sendiri, Aji sama Beby yang baru keluar dari ruangan mereka, masuk dengan mengagetkan Subhan dan Shania yang sedang saling diam dalam jalannya menuju pintu keluar kelas..
"Waduhhh, Beb.. timing kemunculan kita gak tepat nih kayaknya!!" Beby mengangguk atas apa yang diucapkan Aji, "woy Chub, udah selesai belum lu... nembak si Shania nya? Terus gimana jawabannya? Lu diterima gak?"
Tingkah Aji membuat Subhan kesal karena malu; Shania hanya tersenyum sipu malu; Beby yang menanggapi Aji..
"Pasti diterima dong? Iya kan Shanju!? Hahaa..mereka cocok ya...? liat aja tuh wajahnya!? "
"Iya.. kayak gue sama lu! Matching.. hehee" seringai Aji membuat Beby menepuk pundaknya
"Aapann.. gak ada cocok nya gue sama lu mah! Hahahaaa"
Beby dan Aji sibuk sendiri setelah mengganggu Shania dan Subhan.

Sikap Beby kini sangat terlihat berubah dari Beby waktu pertama masuk SMP, dia sudah terlihat bisa mengakrabkan diri pada orang yang baru dia kenal, sifat pemalunya sedikit demi sedikit terkikis (dari pemalu jadi malu-maluin :-D), dia bisa lebih expresif dalam mengutarakan apa yang ada di dalam hatinya. Dan.. Semua perubahan positif yang dia dapat, menurutnya karena sahabat baiknya yang selalu ngasih dia masukan dan dukungan untuk terus bisa berubah menjadi lebih baik.

"Emmhh.. Beby, diam-diam ternyata suka sama si Aji!" Celetuk Shania
"Eh? Enggak-enggak! Siapa juga yang suka sama dia!?" Elak Beby
"Udah Beb... si Aji kan seriusan suka sama lu!" Subhan ikut-ikutan
"Kenapa jadi aku?.. kan ceritanya aku sama si Aji yang ganggu kalian! Hey.. Ji, bantuin dong!"
"Yessss, gue dapet 2 dukungan! Huahahaaa.." girang Aji, tanpa memperdulikan ucapan Beby
"Ehhh! Jadi kesenengan kan tuh orang!!" Keluh Beby sambil membuang nafas panjang..

"Pulang yuk Shan, gerah nih!" Ajak Beby
"yah, Beby.. ngelak lagi! Si Aji entar Galau tuh, lu tinggalin!" Kata Subhan
"Iya.. kayak lu yang bakal ditinggalin Shania "
"Eh?" (Shania kaget)
"Hahaa... tenang, gue mah bukan penggalau kayak si Aji!"

"Kalian mgomongin apa sih? Gue gak ngerti!" Sela Aji "Beb, jangan pulang dulu napa!.. barusan kan kita udah nyelesain UN, gimana kalau kita.. elu gue, Shania ama si Uchub. Kita main.... refreshing otak lah dikit!"
"Waahh.. gue setuju tuh! Gimana yang cewek?" Subhan mengalihkan pandangannya pada Shania dan Beby.
Shania dan Beby saling menukar pandang sejenak,
"Gimana Beb?"
"mm.. ok, boleh juga tuh!" Senyum senang Beby
"Watawww.. cocok nih, yuk ahh..." Aji mendekati Beby bermaksud untuk meraih tangannya dan menggandengnya
"Mau ngapain lu? Enak aja, mau curi-curi kesempatan! Yang cowok ama cowok aja, gue ama Shania!!"
Shania dan Subhan menertawakan Aji begitu puas
"Njirr.. gitu amat lu ama gue Beb! Ini lagi 2, malah ngetawain.. puas banget lagi!!"

Ke4 orang yang katanya sedang merasakan jatuh cinta satu sama lain ini, mulai meninggalkan sekolah.. mereka berencana untuk main ke alun-alun kota. Sampai di alun-alun mereka asik dengan canda tawa di atas andong dan tak lama berganti ke becak, sok-sok an masuk toko accesoris, souvenir, pakaian dan toko buah tangan lainnya khas Jogja..

Shania bergandengan tangan dengan Beby, sementara yang cowok berjalan dibelakang mereka. 1...2...3...4... jam lebih 8menit sepertinya mereka sudah berjalan-jalan ria menyusuri malioboro, sampai kelelahan memaksa ke4 nya untuk mencari tempat duduk sekaligus mencari energi tambahan untuk tubuh mereka.

"Aahhh.. disini aja, enak nih..! Mas, pesen 4 yah!"
Tanpa banyak A B C D , Aji langsung memesan makanan yang dijual si mas di pinggir jalan tempat mereka kini duduk. "Tenanggg.. gue yang bayar makan + minumnya, okey!" Lanjutnya

Shania dan Beby tersenyum menyambut niat baik Aji.

"Gue juga bisa kali Ji, bayarin makannya!"
"Nyantei aja kali Chub, entar-entaran kan lu bisa nraktir gue, Beby ama.... cewek lu itu. Hehehee!"
Wajah Shania merona; Beby tersenyum; Subhan menoyor kepala Aji.
"apaan si lu Chub, bukannya seneng udah gue bilangin si Shania yang cerewet itu cewek lu.. ini malah noyor, kayak yang gak mau ama dia aja lu!" Shania menekuk bibirnya "canda... Shan, gak usah manyun gitu bibirnya. Entar si Uchub makin suka lagi sama lu! Hahahahaaa.." Aji masih saja menggoda Shania dan Subhan.

*makanan datang..*

"Ah! Mas-mas.. bentar! Boleh minta tolong gak?"
Beby menghentikan si mas tukang jualan. Shania, Subhan dan Aji masang tampang heran
"Mau ngapain Beb!?" Subhan dan Shania secara berbarengan bertanya pada Beby
"Kompak amat lu berdua" celetuk Aji,
Beby hanya tersenyum lalu kembali fokus ke mas-mas penjual,
"Bentar mas (merogoh tas punggungnya yang sudah dia simpan diatas pangkuannya sendiri) boleh minta tolong... photoin kita mas!?" Ucap Beby meminta, ke3 lainnya mulai mengerti apa yang akan dilakukan Beby

"Pinterrrrr... calon cewek gue!" Beby mendelik pada Aji.
"Si Beby... kirain mau ngapain!" Kata shania
"Buat kenang-kenangan Shan, siapa tahu salah satu atau salah dua diantara kita berempat ada yang bakal pergi dari Jogja! Atau... kita gak satu sekolah pas SMA entar, kan kita bisa tetap ingat satu sama lain.. iya gak?"
Shania terdiam mendengar ucapan Beby; Subhan melihat Beby lalu melihat Shania; Aji mengagumi ide Beby (wajah Beby sih tepatnya).

Beberapa jepretan diambil sama mas tukang jualan yang baik hati, meski hanya dari HP yang beresolusi kamera tidak lebih dari 5 megapixel.. tapi hasilnya cukup bagus, dengan beberapa pose yang memperlihatkan keakraban mereka ber4, dan diselingi hanya Beby dan Shania. Setelah selesai, mereka saling mengeluarkan HP nya masing-masing untuk saling berbagi Photonya sambil menikmati pesanan dengan ditemani candaan komentar tentang photo yang diambil.

"Emph.. ngomong-ngomong soal kenangan yang tadi Beby gue bilang... kalian pada mau lanjutin sekolah dimana?"
Dengan mulut disesaki makanan yang belum masuk ke tenggorokan, Aji membuka topik pembicaraan.

Shania menelan pelan makannya lalu melihat Beby; Subhan berhenti mengunyah dan melihat Shania; Beby biasa-biasa aja diluar, tapi dalam hati merasa sangat senang dengan pertanyaan yang dibuat oleh Aji.

"Kenapa pada diem! Kalian gak bakal move kayak yang Beby gue bilang kan?!"
"Enggaklah Ji, gak mungkin dari kita ada yang bakal move dari Jogja! Iya gak? Secara.. Jogja itu kota sejuta kenangan, aku beruntung bisa pindah dan akhirnya tinggal disini!" Jawab Beby lalu mengalihkan pandangannya pada Shania dan Subhan, "kalo aku sama Shania sih, rencana mau daftar di SMA 48 Jogja, iya kan Shan?" Shania hanya tersenyum seadanya dan mengangguk ragu atas pernyataan Beby.

"Kayaknya kita emang jodoh, Beb. Gue juga rencana mau masuk SMA itu.. hehe..!" Beby meringis mendengar Aji
"Oy, Chub.. kalo lu gimana? Dari tadi lu yang belum ngomong!"

"Gue... mmm... gue belum tahu pasti sih, mau sekolah dimana-mananya! Tapi, ada beberapa referensi sekolah yang mulai gue incer, dan.. salah satunya Sekolah yang tadi kalian bahas!"

"Bagus dong, udah ke 48 aja.. jadi kita berempat bisa bareng lagi!" Harap Beby, padahal dalam hati tahu pasti, itu semua cuma halusinasi belaka.

Shania semakin menundukan wajahnya melihat keantusian yang dibuat Beby.
'Tuhannnn, kenapa skenarionya kayak gini!? Aku mau terus sama mereka... terutama Beby!!' Sesal Shania akan alur dalam hidupnya 'aku harus cepat ngasih tahu Beby soal ini!'

---
Sepulang dari alun-alun Jogja, Beby langsung menerobos ke kamarnya. Mama belum pulang, jadi tidak ada siapa-siapa di rumah karena ia hanya tinggal berdua dengan Mama nya.

'Pah.. bentar lagi, Shania bakal pergi dari sini, dan Beby... gak akan punya sahabat dekat lagi!'
Beby bicara dihadapan pasphoto Papa nya
'Apa yang harus Beby lakuin Pah? Gimana kalau Shania lupa sama Beby? Beby cuma tinggal punya Mama...! Beby akan kangen sama Shania, kayak Beby sekarang kangen sama Papa...!!'
Beby menitikan air matanya, dibalik keceriaan yang dia buat ketika dialun-alun bersama yang lainnya, ternyata itu hanyalah sebuah topeng penutup kesedihan, karena dia akan ditinggalkan oleh sahabatnya.

'Pah.. Pah.. Beby punya ini loh buat Shania! (Mengambil sesuatu dari atas meja belajarnya) keren gak Pah? (Beby tersenyum getir) yang ini Shania, dan ini Beby.. Beby udah bikin janji sama Shania, kalau suatu saat nanti Beby akan bawa dia lari ke Jepang (cerita Beby sambil mengenang ucapan polosnya saat lulus SD dulu) semoga Shania tidak akan melupakan Beby ya Pah, kalau dia udah tinggal disana nanti!' Beby menyeka setetes air mata yang jatuh pada kedua pipinya 'Dan.... Beby juga nunggu banget Pah, Shania ngomong soal pindahannya! Kapan ya dia bakal ngomong jujur?!'

Karena rasa lelah yang dia rasa setelah berputar-putar di alun-alun, tanpa Beby sadari dia tertidur dengan di atas tubuhnya tersimpan pasphoto Papa nya dan juga hadiah untuk Shania.

Sementara itu di rumah Shania, dia sudah selesai mandi dan sedang mengeringkan rambutnya. Shania mengingat setiap ucapan dan keantusiasan Beby ketika menyinggung masalah daftar sekolah di SMA 48 Jogja.

'Aaaaaaaa... bego! Makin susah kan buat ngomongnya!! Ash' Shania berteriak sendiri, sampai Ve yang sedanh bersantai di ruang keluarga kaget 'Papa sama Mama gak adil!! Shania benci sama mereka!!!' Kembali Shania bicara dengan berteriak

"Shania! Ada apa?" Tanpa mengetuk pintu kamar adiknya Ve langsung menerobos masuk,
"Kak Ve? Kakak kenapa ngos-ngosan gitu?!" Shania balik bertanya melihat kakak sulungnya narik-ulur nafasnya
"Kamu kenapa? Bikin orang kaget aja! Kak Ve pikir ada apa-apa!?"
Shania malah bingung dengan ucapan Ve "Ada apa-apa... apanya?"
"Kamu kenapa barusan teriak-teriak?!" Cemas Ve, dia memang sangat sayang pada adik satu-satunya itu.
"Siapa yang teriak-teriak? Kak Ve salah denger kali!" Kilahnya,

Ve berjalan mendekati Shania, semakin dekat dan... dia bisa melihat ekspresi lain dari Shania.

"Kenapa sih Kak, nilik-nilik wajah Shania kayak gitu?! Bikin risih aja!"
"Mata kamu kok berair sih? Abi nangis ya? Atau baru mau!" Tebaknya, mengandalkan intuisi
"Enggak! Siapa juga yang nangis!! Lagian mata Shania berair itu.. soalnya Shania baru selesai mandi!!"
"(Ve tersenyum penuh maksud) kamu bisa bohongin Papa sama Mama kalau ngomong gitunya sama mereka, tapi enggak sama Kakak! Kakak tahu kok, apa yang bikin kamu akhir-akhir ini terlihat resah?"

"Gak usah mulai deh... sok Tua dan sok Tahu! Shania gak apa-apa dan gak kenapa-kenapa!! Jadi gak usah menganalisa dan menspekulasikan macam-macam!!!" Tegas Shania untuk membungkam Ve.

"Kamu bisa nasehatin Beby, untuk bisa membuka diri dan jangan nyembunyiin apa yang kamu rasa.. tapi sendirinya... malah gak bisa nanganin!" Shania mengerung. Ve cukup banyak tahu tentang persahabat Shania, adik kandungnya. Dan Beby yang sudah dia anggap adik kandung. "Kalau kamu terus diam, gak akan ada yang kebuka.. dan lama-kelamaan apa yang gak kebuka itu bakal busuk loh kalau terus disimpan! Kamu gak tahu kan? Kalau bau dari apa yang kamu sembunyikan itu... udah nyebar!!" Ve membuat perumpamaan untuk masuk dalam hatinya Shania, "Beby... akan merasa lebih berharga dan bahagia, kalau kamu bicara soal apa yang mengganjal di hati kamu itu dari awal! Dia akan merasa lebih dianggap sebagai sahabat, ketimbang kamu bicara di akhir!"

"Maksud Kakak? Apa Beby akan marah, karena Shania gak jujur dari awal?!" Dia mulai terpancing
"Hmm.. mungkin!"
"Terus Shania mesti gimana Kak?"
"Dari awal Kaka udah bilang... kamu sebaiknya cepat ngasih tahu teman-teman kamu soal kepindahan kamu! Kejujuran itu emang pahit, tapi kebohongan hanya untuk suguhan kebahagian sementara, itu akan jauh lebih pahit dan menyakitkan!"
Shania memikirkan ucapan Kakaknya "jangan sampai apa yang kamu rencanakan dan kamu pikir akan berakhir indah, malah jadi boomerang untuk diri kamu sendiri! Beby harus secepatnya tahu soal kamu!" Shania kembali mengingat wajah bahagianya Beby saat berandai kalau dia dan yang lainnya bisa satu sekolah lagi pas SMA nanti.

"Cepet keringin tuh rambut, abis itu kita makan. Kakak tunggu kamu di meja makan! Udah jangan ditekuk gitu mukanya, besok bisa bilang kan sama Beby!" Shania mencoba mengulaskan senyumnya.


---
Keesokan hari itu.. datang dalam satu kedipan mata, Ujian Nasional sudah selesai, selanjutnya... bersiap Ujian akhir untuk pelajaran lainnya dan... selesailah! Tinggal menunggu hasil dari apa yang sudah mereka tanam.

"Selamat pagi..." Shania membuka pintu rumah Beby, dan langsung menerobos ke tempat makan.
"Pagi... sayang! (Mamanya Beby mengerung) tumben? Ini memang kamu yang ngeduluin Beby? atau Beby nya yang telat bangun ya?!" Dari sambutan hangat sampai ejekan halus, Mama Beby berikan pada Shania
"Tante... ngeledek nih ceritanya!?" Dengan merapatkan alis matanya Shania menanggapi
"Haha.. enggak dong sayang, tante gak ngeledek! Cuma ngejek!!" Candanya begitu hangat.
"Sama aja Tan, ishh..!" Shania tersenyum manis sampai matanya 'hilang'

Mamanya Beby ikut tersenyum "duduk sini, sarapan dulu.. Beby kayaknya masih siap-siap!"
"Tahu aja Tante, kalo Shania belum sarapan dari rumah. Hehee.." melihat-lihat masakan Tante Ana.

Keakraban dia dan Beby memang membuatnya begitu akrab dengan Mamanya juga, seperti yang mereka bilang... 'keluarga kamu, keluarga aku juga' dan kenyataannya, itu bukan sebuah jargon belaka. Tapi itu nyata dan begitu dekat.

"Beby enak ya... dimasakin kayak gini tiap hari sama tante! Coba aku? Tiap pagi... pasti nasi goreng lagi, terus malemnya... kalau Kak Ve lupa beli lauk dari luar... kembali ke menu pagi, Naaa..si Go..reng! Hufft-_" Keluhnya, Tante Ana tersenyum "Kak Ve harusnya belajar masak dari Tante.. biar tiap hari menu nya bisa gonta-ganti gitu. Gak perlu nyari warung nasi buat beli lauk-pauk!"

"Syukurin aja! Segitu juga udah untung Kak Ve mau masakin buat kamu!! Kalau aku yang satu rumah sama kamu... ogah deh masakin!!!" Beby berbicara sambil menuruni tangga, dengan tangan kanannya menenteng tas punggungnya.
"Beby... kamu itu!" Ucap Mama sambil tersenyum
"Tahu nih anak Tante Ana.. turun-turun, bukannya ngucapin salam, malah ngeledek!"

Beby berjalan dan mengambil posisi duduk di sebelah Shania yang sudah lebih dulu duduk manis menghadap piring kosong.
"Tumben.. ngambil jatah aku!" Ledek beby (ngajak berangkat sekolah) "biasanya.. aku teriak-teriak dirumah kamu, kamu masih asik sama handuk, atau kalo enggak sama seragam, dan muka kamu!" Lanjutnya, membuat Shania angkat bicara
"Sekali-sekali gak apa-apa kali  iya kan Tante? Sekalian.. nyari menu sarapan baru buat perut. Hehehee" Beby dan Tante Ana tersenyum merespon jawaban Shania atas ledekan Beby.

Mereka berdua terlihat seperti saudara kandung yang sedang menikmati sarapan dengan 'dilayani' oleh ibu nya, keduanya menyantap sarapan dengan lahap sambil bercanda ria... sampai tidak terasa 30menit kurang-lebih mereka menikmati suguhan di pagi hari dengan sambutan mentari hangat hari ini, dan... Mama nya yang membuat mereka kembali dari dunia candanya. Mama pamit untuk berangkat ke rumah sakit, Beby dan Shania mencium tangan Mama dan mereka dapat balasan kucekan lembut di kepala bagian depan dengan diakhiri kata 'Mama sayang Kalian, bikinlah hari ini menyenangkan!' Kalimat yang selalu Mama ucapkan untuk Beby, dan.. Shania juga jika dia kebetulan sedang di rumah Beby.

Giliran mereka yang bersiap meninggalkan rumah, Beby dibantu Shania mengeluarkan sepedanya..
"Biar aku yang didepan!" Shania menawarkan diri
"Eh? Gak salah!" Respon terkejut Beby
"Gak ada yang salah, siniin sepedanya!!" Shania mengambil alih sepeda mini dan Beby mundur kebelakang "tutup pagar nya! Ayo kita berangkat!!" Lanjutnya dengan membuat perintah pada Beby.

Beby mengerung diikuti senyum yang terlukis di bibir, namun sedih yang bergejolak dalam hati. Dia merasa Shania akan memberitahukan perihal pindahannya itu hari ini, Beby memang sudah tahu.. tapi tidak tahu kenapa? dia merasa tidak siap untuk mendengar rentetan kalimat dari Shania, sahabat baikknya itu.

Shania mulai mengayuh sepedanya.. dia berpikir dan terus berpikir untuk menguatkan hatinya saat akan memberitahu Beby. Belum sampai di sekolah, tapi Shania sudah menghentikan kayuhannya.

"Kok berenti disini? Sekolah kan masih setengah jalan lagi!" Tanya Beby dengan mengitarkan matanya. Shania tidak menggubris, dia turun dari sepeda dan akhirnya Beby juga ikut turun.
"Shan.. kenapa kita berhenti disini? Terus kamu mau ngapain?!" Tanya lagi Beby penasaran, kembali Shania tidak menjawab.
Dia berjalan mendekat kearah pagar Besi penyangga jembatan, tempat biasa mereka melepas penat. Beby sebenarnya tidak ingin mengikuti langkah Shania, karena dia yakin kalau inilah waktunya.. waktu dimana Shania akan memberitahukan berita yang sudah lebih dulu dia ketahui.

Saling diam, dengan kedua tangan mereka sanggakan diatas besi berwarna perak yang dipadupadankan dengan gold. Aliran sungai dibawah jembatan mengalir begitu tenang.. Beby menunggu, bagaimana Shania akan membuat kejujuran; Shania memupuk keberanian dan kekuatan agar saat bicara pada Beby nanti dia tidak menangis, dan.. kalau Beby marah dia sudah siap pasang badan.

"Aku bakal kangeeeeen banget... sama tempat ini!" Beby melihat Shania yang masih memandang aliran sungai

"aku gak mau kayak ikan mati.. cuma ngikutin arus yang ada! Aku mau gerak, tapi... haahh, aku emang bagaikan ikan mati, yang cuma bisa ngikutin arus!!" Beby masih diam dengan ucapan-ucapan Shania "coba aja mereka bisa lihat apa yang aku rasakan.. mungkin mereka tidak perlu memaksakan kehendak mereka sama aku kayak gini!" Beby bisa menangkap maksud dari ucapan Shania, ada kesedihan yang begitu dalam di ucapnnya, dan ini pasti soal pindahan.

"Kadang... seseorang yang mengikuti aliran sungai itu, gak berarti dia kayak ikan mati yang sudah tidak bisa bergerak!" Beby bicara tanpa mengalihkan pandangannya dari sungai "tapi... karena ikan tahu, kalau dia membuat pergerakan, banyak hal yang tidak perlu akan menghambatnya, dan akhirnya... dia gak akan sampai-sampai pada tempat tujuannya!"

Shania melihat Beby sekilas...

"Aku... akuu... mmm--"
"Aku apa..?" Tanya Beby untuk mempercepat lidah Shania bicara
"(Shania memutar badannya dan melihat searah pada Beby) Aku mau minta maaf sama kamu! (Beby ikut menatap sahabatnya yang kini terlihat mendung) sebelum aku menyelesaikan peryataanku, kamu mau ya, jangan dulu marah atau lari!?"
"Maaksud kamu....?" Beby berpura-pura, karena dengan cara itu juga setidaknya bisa membuat dia meredam rasa sedihnya sebelun Shania mengatakan yang sebenarnya.
"Janji duluu? Apa yang aku ucapkan tadi bakal kamu penuhin!" Beby diam sejenak membuat Shania berharap-harap cemas... lalu dia mengangguk pelan tanpa dibarengi 'ya'

"Aku... minta maaf sama kamu, karena... aku (Shania menahan ucapan yang sebenarnya sudah ada di ujung lidahnya) aku... aku bakal pindah ke jakarta secepatnya!" Beby melebarkan bola matanya, meski sudah tahu akan berita itu, tapi tetap saja hal itu masih membuatnya kaget, apalagi sekarang dia dengar langsung dari orangnya.
"Papa sama Mama.. ngambil keputusan untuk kita semua pindah ke Jakarta, mereka mau kita lebih dekat sama mereka!" Beby belum merespon "aku sama Kak Ve sempat nolak, tapi seperti apa yang aku bilang tadi! Aku gak bisa bergerak, aku seperti ikan mati saat mendengar keinginan Papa sama Mama!"

..........................................

"Dari kapan Papa Mama kamu bilang, kalau kalian bakal pindahan?" Tanya Beby akhirnya pecah juga, meski suaranya tanpa tekanan emosi dan terkesan begitu datar, menahan letupan kesedihan dalam hati.
"Dari.... beberapa bulan yang lalu!" Jawab Shania lesu
"Kapan pindahannya?"
Shania merasa Beby sedang menahan marahnya "setelah aku dinyatakan lulus oleh pihak sekolah!"

Beby tidak bicara lagi..dia mengalihkan pandangannya dari Shania, dan kembali ke aliran sungai; Shania jadi ikut diam tapi merasa tidak nyaman dengan suasana ini.

"Beby... kamu gak mau marah sama aku!?" Shania tidak bisa menahan lidahnya
"Kenapa aku harus marah? Kan aku tadi udah janji sama apa yang kamu mau!" ... "Lagian... aku gak punya hak untuk marah (sikap Beby terlihat begitu dingin) seperti untuk mengetahui soal pindahan ini dari awal.. langsung dari kamu, aku juga gak pernah punya hak bukan!?" Shania mengerung sedih dengan sikap Beby "aku tuh cuma teman kecil kamu.. teman yang lebih banyak membuat kamu susah, gak pernah bisa bikin kamu bahagia, seperti kamu selalu ngasih kebahagiaan untuk aku, aku bahkan gak tahu kalau kamu sedang merasakan gusar saat Papa Mama kamu bikin rencana untuk pindah, dan aku,-"
"Cukup Beb! Aku gak mau lagi denger omongan kamu kayak gitu!" Shania menarik bahu Beby hingga dia bisa berhadapan lagi dengannya "kamu.. gak pernah nyusahin aku, dan.. siapa bilang kamu gak pernah ngasih kebahagiaan buat aku? Kamu tuh selalu ada buat aku! Kamu yang pertama tahu tentang apa yang aku rasa, meski aku mencoba menyembunyikannya!!" Beby terlihat sedih, Shania tak kalah sedihnya, "Kamu bukan teman kecil aku, kamu itu.. (mata Shania semakin berair) kamu itu sahabat aku, sahabat terbaik yang pernah, dan selalu.. akan aku miliki!"
Shania memeluk Beby dan dia mulai tidak bisa menahan desakan air mata yang sedari tadi mendorong kelopak matanya
"aku mohon.. jangan bicara seperti itu! Aku tahu aku salah Beby, aku minta maaf.. aku gak mau kamu benci sama aku!" Beby mulai ikut menitikan air matanya, "Aku sangat benci sama rencana Papa sama Mama, tapi aku gak berdaya! Statusku cuma seorang anak yang harus menuruti apa yang dikehendaki orangtuanya!!" "Aku.. (nangis) Aku...-"
"Shuuttt.. aku gak marah kok sama kamu!" Beby memotong ucapan terbata Shania, dia sangat merasa kasihan pada sahabatnya ini "aku emang kecewa sama kamu, tapi aku tahu... kamu ngelakuin ini bukan untuk maksud jelek, aku udah tahu kok rencana ini!" Shania terkejut mendengar ucapan Beby, dia melepaskan pelukannya dari Beby dan menatapnya lekat.

"Sesuatu yang kamu tutupi, pada akhirnya akan tercium sama orang-orang disekitar kamu! Mama yang ngasih tahu aku, dan Mama kamu yang ngasih tahu Mama aku!!" Air mata Shania terus keluar dari muaranya "maaf karena aku gak bisa tahu soal kegelisahan kamu ini.." Shania menggeleng, lalu kembali memeluk Beby, yang kini dapat balasan dari Beby "Tapi kamu tetap selalu jadi yang pertama tahu tentang aku!" Ucap Shania menyinggung soal pindahannya yang belakangan dia beritahukan pada Beby, namun ternyata Beby sudah tahu semuanya lebih awal, "dan aku.. belum tentu bisa seperti itu buat kamu!"

Keduanya menangis dalam pelukan eratnya masing-masing, seolah esoklah hari pindahan itu dan mereka tidak akan pernah bertemu lagi.

"Kamu mau janji gak?" Ucap Beby melepaskan pelukannya
"Apa?" Jawab Shania sesenggukan
"Kamu gak akan pernah ngelupain aku, sebagai sahabat kamu! Dan kita.. akan tetap bersahabat meski jarak memisahkan!"
Shania tersenyum "gak mungkin aku ngelupain kamu, Cinta pertama mungkin bisa hilang, tapi sahabat pertama tak akan pernah hilang! Aku akan tetap dan selalu jadi sahabat kamu!!" Giliran Beby yang tersenyum..


"Konyol ya?" Shania heran dengan ucapan Beby "lihatlah kita sekarang, nangis di pagi hari cerah gini! Ha..haha..haa"
"Kekonyolan akan selalu jadi penghibur kita Beb, aku akan sangat merindukan itu nanti!" Sambil menyeka bekas tangisnya Shania bicara
"Iya.. tapi, kita kan harus ke sekolah! Masa iya kita kesekolah kayak gini.. lusuh, mata merah, ingus terus nyeret keluar!" canda Beby
"Hahaaa.. siapa bilang kita akan kesekolah!"
"Eh? Kita kan emang mau kesekolah? Shan!"
"Gak hari ini! Aku mau.. ngelakuin kekonyolan sama kamu, ikut aku!" Tanpa memperdulikan wajah cengo Beby, Shania segera menarik pergelangan tangan Beby dan berlari
"Kita mau kemana, Shanju?"
"Ke bawah, ke sungai itu.. kita bikin pelangi disana!" Jawabnya.

Mereka berdua berlari menuju anak sungai yang jembatannya selalu mereka jadikan tempat bercerita.

----
Perpisahan memang fase menyebalkan dalam kehidupan, tapi.. tidak selamanya perpisahan itu bermakna pisah selamanya. Mungkin perpisahan itu cuma jalan lain dari Tuhan untuk umatnya, agar mereka bisa lebih menghargai setiap waktu yang sudah Dia berikan, dan akhirnya sadar kalau kebersamaan itu sangatlah indah meski kadang ada ketidak cocokan.
Atau mungkin... inilah cara Tuhan untuk melihat sedalam apa kita menghargai kebersamaan, ketika perpisahan itu datang. dan sampai akhirnya, Ia kembali membuat jalan untuk kita saling bertemu lagi.

Bukankah Tuhan selalu bekerja diluar pemikiran kita? Dia tahu apa yang terbaik untuk kita :'-) .


"Huh? Besok?! Papa gak seriusan kan sama ucapan Papa?"
Tanya Shania begitu terkejut,
Papa menggeleng "Waktu terus berjalan sayang, banyak pekerjaan yang harus Papa tangani.. Papa mau kita cepat beres, dan menempati rumah kita yang disana!"
"Ini gak ada di pembicaraan awal Pah! Kita akan pindah setelah Shania lulus!! Kenapa malah jadi di percepat!? Ini gak adil!" Protesnya "Kak Ve juga belum dapet hasil Test nya di semester ini! Iya kan Kak?"
Ve mangangguk, "selain itu.. kita belum pamitan Pah sama temen-temen kita!" Tambah Ve ikut protes

Papa tidak bisa lagi 'seramah' dulu pada kedua putrinya, dia tidak memperdulikan protesan Shania dan Ve.
"Tidak ada protes! Papa sudah cukup ngasih kalian space and time!!" Ve dan Shania bungkam dalam kekesalannya "masalah kelulusan kamu (melihat Shania) dan hasil test kamu Kakak (melihat Ve) itu bisa dipantau dari sana! Tidak ada lagi alasan untuk kalian menolak rencana Papa sama Mama!!"
"Ini bukan alasan Pah, kita menolak karena Papa menyalahi apa yang Papa ucapkan dulu!!" Kembali Shania protes
"Cukup Shania! Papa bilang kita pindah besok, iru artinya besok!!" Ujar Papa menggunakan nada tinggi; Ve melihat Shania dan menggenggam tangannya; Mama menghentikan kunyahan makan malamnya, dan mencoba menengkan Papa.

"Papa melakukan ini semua untuk kebaikan kita, kebaikan kalian.. untuk masa depan kalian nantinya!" Papa mulai menurunkan kembali volume suaranya "kalian berdua... Packinglah apa yang penting saja, sisanya biar ditangani sama Jasa pindahan yang sudah Papa charter!" ... "semua akan berubah mulai besok, kehidupan kita, akan jauh lebih baik dari sekarang!"

"Bukan kebaikan kita, tapi Papa sama Mama! Papa sama Mama harusnya tahu, kehidupan Shania disini udah baik bahkan sangat baik, meski tanpa kalian bisa nemenin tiap hari!! Shania benci sama Papa Mama, kalian egois, kalian berubah!!" Kesal Shania, dia menggeser kursinya dan keluar dari lingkaran meja makan, lalu berlari ke kamarnya tanpa memperdulikan ucapan Papa.
Tak lama, Ve bangun dari kursinya dan mengejar Shania ke kamarnya.

Shania masuk kedalam kamarnya dengan rasa marah begitu menguasai hati dan pikirannya. Ve masuk menyusul untuk menenangkannya...

"Apa yang kamu khawatirkan, sayang?"
Shania diam, mereka berdua duduk ditepi ranjang.
"Pindahan ini.. mau nanti ataupun besok, tetap Pindah kan? Dari awal, Kakak sama kamu, kita udah tahu akan hal ini!"

"Bukan itu masalahnya Kak! Shania tuh ngerasa... haaah... udahlah! Kita harus packing kan? Besok kita bakal pergi dari sini!!" Laranya tanpa menyelesaikan keresahan yang dia rasa.

Saat Shania akan berdiri, pergelangannya dikunci oleh telapak tangan Ve. Shania menoleh pada Kakaknya.. Ve berdiri dan kembali bicara pada Shania.
"Kamu ngerasa.. kalau Papa sama Mama gak akan jauh beda dari disini! Itukan yang kamu resahkan?" Ia mencoba menyelami pikiran Shania "kamu takut, kalau Papa sama Mama setelah kita pindahan nanti.. akan tetap dengan kegilaan mereka sama kerjaan!?"

"Mungkin ketakutan Shania terlalu berlebihan Kak, tapi... feeling Shania terlalu kuat, beteriak lantang kalau Papa sama Mama... gak akan merubah kebiasaan mereka! Dan gak akan pernah menciptakan suasana lama kita disini!!" ... "Shania takut Kak, kalau kepindahan kita bukan bawa hal yang baik tapi malah keburu,-"
"husst.. kamu gak boleh bicara seperti itu, gak baik!! Feeling kamu terlalu didasari oleh rasa takut yang berlebihan, kebahagiaan yang kamu miliki disini bersama teman-teman kamu, sahabat kamu, itu yang bikin pola pikir kamu jadi dipenuhi kegelapan!!!" .. "Niat Papa sama Mama membawa kita pindah itu baik, mereka ingin kita tumbuh dalam pengawasan mereka secara langsung dan rutin.. Tuhan selalu menyukai niat baik, selama kita masih berpegangan pada-Nya... dia pasti selalu tahu apa yang terbaik buat kita!!"

"Bebaskan pikiran kamu, dek! Kita memang akan meninggalkan kota ini.. tapi itu bukan berarti kita meninggalkan sepenuhnya yang ada disini! Jogja masih akan menjadi kota tempat kita pulang.. kita bisa main kesini pas weekend, kamu temuin Beby dan teman-teman kamu lainnya... dan Kakak akan temuin teman-teman Kakak!!" Shania melejit memeluk Ve dengan isak tangis nya, Ve membalas dengan membelai lembut rambut Shania.

Dia terlalu sayang pada Shania, hingga dia mengenyampingkan perasaan kalutnya sendiri untuk membuat Shania tenang. Ve bukan tidak merasakan apa yang Shania rasa, dia mengakui kalau Papa sama Mama memang begitu sangat terlihat sibuk! Dan apa yang mereka ucapkan dulu saat memberikan kabar soal kepindahan ini.. bukan tidak mungkin akan berubah. Perjanjian Hitam diatas Putih, yang Mama dan Papa buat waktu mengajukan proposal pindahan pada mereka, bisa saja berubah tanpa ada pemberitahuan seperti sekarang.. pindahan yang tiba-tiba di percepat.

"Kak Ve mau janji sama Shania?"
"Apa?" Masih dalan posisi berpelukan
"Kalau keadaan tidak sebaik yang digambarkan Papa sama Mama, Kakak akan selalu ada disamping Shania! Kakak gak akan ninggal-ninggalin Shania kayak Papa sama Mama!! Kakak mau kan janji?" Lirihnya dalam isakan

Ve tersenyum tipis "Tanpa kamu menuntut janjipun, Kakak akan selalu ada disamping kamu! Kakak sayang sama kamu, dan Kakak gak akan ninggalin kamu!! Keadaan akan baik-baik aja Shan.. :'-) seperti ucapan Papa, seperti janji Mama, kita akan baik-baik dan bahkan lebih baik dari disini!!!" Shania mengeratkan kedua tangannya yang melingkar di pinggang Ve.


Bersambung lagi..

0 comments:

Posting Komentar