Hari-hari terus berlalu. Sudah setahun hubungan baik antara Imo
dan Stella terjalin. Maka Imo mengajak Stella untuk ketemuan, saat itu
suasana sedang hujan lebat. Tapi mereka ketemuan di resto langganan Imo,
dan kebetulan saat itu sedang sepi.
"Stell, kamu mau nggak jadi pacar aku? Hhehe."
"Apa? Kamu serius? Hmmm.."
"Iya dong. Masak juga bercanda sih.."
"Hmmm. Iya deh, aku mau. Hhihii. Ah, malu aku jadinya."
"Yesss! Aku akan bilang ke Alvin, Hasby, Aji, dan Yansen kalau aku udah nggak jomblo lagi. Hhahaha.."
"Hah? Jadi kamu macarin aku cuman karena status aja? Aku kecewa sama kamu Mo!"
"Eh, enggak. Beneran aku serius suka sama kamu Stell.."
"Ah, udah. Aku nggak percaya. Bye!"
Stella lalu pergi dari resto itu meninggalkan Imo.
"Stella! Kamu mau kemana? Jangan pulang dulu, ini kan hujannya lebat banget!" cegah Imo.
"Biarin Mo! Biarin aku kehujanan. Aku lebih suka pulang saat
hujan gini. Jadi orang-orang nggak tahu kalau aku sendang nangis.."
Stella terus melanjutkan langkahnya.
"Ini pak uangnya. Terima kasih ya. Nasi goreng disini selalu enak. Hhehe." kata Imo.
Ia lalu keluar untuk mengejar Stella. Namun, Stella sudah memanggil taxi dan pulang dengan taxi itu.
"Sialan. Kenapa juga ada taxi? Kejar nggak ya? Hmm. Hujannya
lebat banget lagi. Naik motor pun basah kuyub. Nunggu taxi aja deh.."
Imo pun lalu menunggu taxi cukup lama. Namun tak kunjung datang.
"Sial. Pulang ajalah.."
Maka Imo pun pulang. Sampai dirumah, ia menelpon Stella. Namun
Stella tidak mengangkat telpon darinya. Maka Imo mengirim sms.
Stella, please maafin aku. Aku nggak ada maksud buat kecewain
kamu. Aku beneran suka sama kamu. Dan kamu aku pacarin bukan cuman
karena status, tapi karena aku beneran butuh kamu. Please bales sms ini.
Or seenggaknya baca sms ini.
Sms itu pun tidak dibalas oleh Stella. Namun Stella membaca sms
itu. Bagaimanapun, Stella masih sakit hati akan hal itu. Ini cinta
pertamanya, namun ia harus tersakiti. Begitu juga Imo, ia juga sangat
sakit. Maka ia pun pergi ke danau tempat favourite nya. Ia tiduran
disana seperti biasanya. Dan sahabat baiknya ternyata datang kesana satu
per satu.
"Eh, Sen, Ji, Vin, Has. Tumben kesini. Ngapain?" tanya Imo.
"Nggak papa bro. Kami tahu ada yang lagi sedih, so kami kesini.." kata Yansen.
"Ohh. Thanks ya bro.."
Mereka semua pun tiduran menatap langit. Terdiam untuk sesaat.
"Mo, ngomong-ngomong kenapa dengan Stella?" tanya Yansen.
"Dia salah paham. Dia kira aku macarin dia karena status doang, karena kalian semua punya pacar, dan aku belum.." jelas Imo.
"Ohh. Udah nyoba minta maaf?" tanya Yansen lagi.
"Udah berkali-kali. Tapi nggak satu pun di bales, telpon pun nggak diangkat.."
"Hmm. Emang nggak tahu rumahnya ya?" tanya Alvin.
"Kalaupun tahu, aku nggak ada disini sekarang. Hhaha.."
"Sabar dulu aja bro. Kalau Stella emang buat kamu, pasti nanti ada jalannya." kata Hasby.
"Iya, nggak usah sedih bro.." tambah Aji.
"Hhaha. Siapa yang sedih? Aku nggak sedih kok, aku cuman sakit
hati aja. Hhaha. Ternyata ini yang namanya sakit hati. Sebelumnya waktu
di tolak Jeje, aku sih biasa aja. Tahu kalau Shania udah ma Aji, aku
juga biasa. Dan tahu kalau Yansen udah punya Ve, aku juga biasa. Tapi
yang kali ini beda. Hhaha.."
Semua sahabatnya hanya bisa terdiam mendengar itu.
"Aku pernah kepukul saat kelahi, pernah tabrakan, pernah cedera
kaki ku ini, pernah juga rawat inap di rumah sakit. Tapi semuanya nggak
sesakit kayak sekarang ini. Semuanya kalah sama yang namanya sakit hati.
Hhaha.."
"Hhaha. Cowok sejati pun akan lemah saat hatinya sakit. Iya kan bro?" tanya Yansen.
"Iyaa, bener. Sebelumnya, semua kesenangan ku cuman sebentar. Tapi untuk yang kali ini, kayaknya nggak sebentar. Hhaha.."
Sore itu pun dipenuhi dengan suasana yang sedikit berbeda. Dimana
biasanya mereka semua bercanda dan ngobrol dengan asik, sekarang
semuanya tidak bisa dirasakan karena sahabat mereka ada yang sedang
berduka. Mereka pun merencanakan sesuatu di sore itu.
(*)
Hari senin pun tiba. Setelah pulang sekolah, mereka semua bersiap
menemani Imo ke SMA di mana Stella sekolah. Sesampainya disana..
"Ohh, jadi Stella udah tiga hari nggak masuk ya? Ada yang tahu mana rumahnya?" tanya Imo kepada salah satu murid disana.
"Aduhh, aku kurang tahu.."
"Hmm. Yaudah, aku titip surat ini aja untuk dia. Tolong kasih ke dia ya. Bilang dari Imo. Oke? Thanks ya.."
Imo dan teman-temannya pun akan pulang. Tapi beberapa siswa
laki-laki disana mencegahnya. Mereka masih dendam dengan kekalahan
mereka saat pertandingan sepak bola, dan karena Imo dan sahabatnya
berhasil menjadi juara di kompetisi itu. Padahal sebelumnya mereka lah
yang selalu juara, tapi stelah SMA CAHAYA NUSANTARA mengikuti kompetisi
itu, semua berubah.
"Jadi kalian masih dendam karena kejadian setahun itu ya?" bentak Aji.
"Iyaa! Kenapa? Mau bikin masalah dengan kami? Ayo maju!" kata salah satu dari mereka.
"Kurang ajar!" kata Aji sambil melangkah maju.
Namun Imo menghentikan itu.
"Kenapa Mo? Bukannya kamu suka kelahi? Ayo, hajar mereka.." kata Aji.
"Iya Mo. Jangan cuman karena Stella, kamu jadi lembek.." tambah Yansen.
"Hhahaha. Anak itu pintar. Dia tahu kalian tidak akan bisa mengalahkan kami. Hhahaha!" ejek salah satu dari mereka.
"Mo..?" kata Alvin lirih.
Maka Imo pun hanya terdiam. Namun..
"Hhahahaha. Urusan kita disini cuman mau ngasih surat ke Stella,
kita nggak ada urusan sama kalian. So, kami pulang dulu ya? Bye!" kata
Imo sambil pergi.
"Mo, kenapa kamu? Jangan lembek.." kata Yansen.
"Udah, biarin. Ayo pulang.."
Mereka semua pun bersiap pulang.
"Hhahahaha. Anak-anak SMA CAHAYA NUSANTARA memang cewek semua! Nggak ada cowoknya!" ejek anak SMA lain itu.
"Kurang ajar banget. Mo, apa kita cuman bisa diem aja?" tanya Hasby.
"Hhihi, udah ayo pulang.."
Lalu mereka semua pun pulang dengan motornya masing-masing. Tapi
saat belum keluar gerbang, Imo pun berbalik dengan motornya.
"Eh, Mo? Mau kemana?" teriak Aji kaget.
"Hhaha. Biarin dan lihat aja Ji.." kata Yansen.
Maka mereka pun melihat Imo mengendarai motornya yang pergi ke anak-anak SMA yang telah melecehkan dia dan sahabatnya tadi.
"Hey kalian! Lihat aku!" teriak Imo pada anak-anak SMA itu.
Maka mereka semua pun kaget. Belum sempat menghindar, Imo sudah
berhasil menendang salah satu dari mereka yang tadi paling banyak
melecehkan Imo dan sahabatnya. Anak itu pun lalu terkapar parah.
Kepalanya mengeluarkan sedikit darah karena terbentur tanah. Sementara
anak-anak lain hanya bisa menolongnya dan ingin membalas tapi tidak bisa
karena dengan motornya, Imo bisa pergi dengan cepat.
"Sen, itu namanya sudah kriminal. Apa iya kita diemin aja?" tanya Alvin.
"Hhaha. Waktu SMP anak bodoh itu sering kayak gitu. Dan nggak ada
korban yang berani lapor ke polisi karena takut akan ada kejadian yang
sama. Dulu sih sama aku juga. Hhahaha.."
"Tapi.." kata Aji belum selesai.
"Udah, biarin aja. Anggep aja itu balasan sakit hatinya.."
Setelah puas, Imo pun pergi.
"Kalau ada yang lapor polisi, hasilnya akan lebih parah dari ini. Hhaha. Bye. Sampai ketemu lagi.." kata Imo.
Maka Imo dan teman-temannya pun pulang. Mereka pulang ke rumah masing-masing. Sementara itu, di hari baru.
"Stell, ini ada surat dari cowok. Namanya Imo kalau nggak salah. Dia nitipin ini buat kamu.."
"Kapan dia kesini?"
"Kemarin.. Yaudah aku pulang dulu ya Stell."
"Iya. Thanks ya.."
Stella penasaran apa isi surat itu. Maka ia pulang ke rumah dan memutuskan untuk membacanya. Sedangkan Imo..
Bro, ntar pada dateng ke resto langganan ya? Ajak cewek kalian
juga boleh kok. Kalau Stella juga dateng kesana, aku akan traktir
kalian. Tapi kalau enggak, kalian makan bayar sendiri-sendiri ya?
Hhahaha thanks :D
Imo mengirimkan sms itu kepada semua sahabat baiknya itu. Yansen,
Aji, Alvin, dan Hasby membaca sms itu. Dan mereka memutuskan untuk
datang nanti. Di kejadian lain, Stella pun akhirnya membuka surat itu
dan membacanya.
Hallo Stella? Gimana kabarmu? Apa kamu baik-baik aja? Hhehe,
lama nggak ketemu aku jadi kangen. Oiya, apa kamu masih pakai kalung
yang aku beliin dulu? Kalau iya, tandanya kamu masih suka sama aku.
Hhahaha :p
Hmm. Aku bingung mau ngomong apa. Aku nggak jago nulis. Tapi
aku cuman mau kamu tahu kalau aku beneran butuh kamu. Aku suka kamu
bukan karena status, kamu salah paham. Jadi please maafin aku.
Sebelumnya sih aku nggak pernah ngerasain sakit hati kayak gini,
ternyata sakitnya sakit banget. Kamu inget waktu aku cedera dulu? Itu
nggak ada apa-apanya dibanding sakit hatiku sekarang ini.
Waktu didanau, si Yansen sempet nanya aku gini "Mo, apa yang
paling kamu cintai di hidupmu?", dan aku sempet bingung mau jawab apa.
Jadi aku cuman bisa senyum dan bilang namamu sama dia. Awalnya sih pada
ketawa, tapi lama-lama mereka tahu. Apa kamu juga sama Stell? Hhaha.
Waktu kamu baca surat ini, sebenernya disini aku lagi
kesepian, dan kamu ada disana. Aku nggak pernah nyesel bisa kenal sama
kamu, aku nggak pernah nyesel bisa punya perasaan sama kamu. Tapi aku
cuman pengin kamu tahu kalau semua itu sekarang percuma. Apa yang aku
punya sekarang nggak berguna kalau kamu nggak disini. Aku pikir aku udah
kenal kamu dengan baik, tapi ternyata belum. Sekali lagi maafin aku.
Aku nulis surat ini untuk satu hal penting. Kalau kamu mau
dateng ke resto langgananku, itu artinya kamu mau jadi pacarku dan
maafin aku. Tapi kalau enggak, berarti kita nggak akan ketemu lagi
selamanya. Thanks ya untuk selama ini. Love you as always :)
Membaca itu, Stella hanya bisa bersedih. Ia lalu memegang kalung
yang diberikan oleh Imo. Dan di resto yang dimaksudkan itu..
"Mo, apa kamu yakin Stella dateng?" tanya Alvin.
"Nggak tahu juga sih. Semoga aja. Hhehe."
"Tunggu dulu aja. Kalau Stella memang suka dan butuh kamu, dia pasti akan dateng kok.." kata Jeje.
"Iya, thanks ya. Oiya, pesen makan sana. Aku deh yang bayar. Hhehe.."
"Beneran bro? Oke deh. Thanks ya. Hhaha." kata Yansen semangat.
"Makasih sama cewek kalian tuh, aku nggak tega aja lihat mereka. Udah kesini aku yang ajak, suruh bayar sendiri. Hhaha."
"Iyaa, iyaa. Aku pesen dulu.." kata Yansen.
"Oiya bro. Nasi goreng dua ya? Buat aku ma Stella nanti. Hhehe.."
Semua terdiam. Dan sempat berpikir apa Stella akan benar-benar
datang. Karena mereka sangat kasihan kepada Imo jika Stella tidak
datang. Biar seceria apapun dia, pasti ada kalanya dia bersedih. Tapi
sahabat sejatinya, Yansen hanya tersenyum dan berkata..
"Hhaha. Oke deh.."
Makanan pun sudah dihidangkan. Mereka semua makan bersama,
termasuk Imo. Namun Stella tak kunjung datang, maka Imo pun tertidur
karena terlalu kekenyayang dan terlalu lama menunggu Stella. Saat ia
tidur..
"Maaf ya udah nunggu lama.."
"Eh, kamu Stella?" tanya Ve.
"Iya. Kenalin, aku Stella.."
"Duduk sini, deket aku.." ajak Ve.
"Ini, nasi goreng kamu. Tadi Imo yang mesenin." kata Nabilah.
"Makasih yaa.."
"Tapi sorry, Imo nya sekarang malah lagi tidur tuh di sofa sana.." kata Yansen sambil menunjuk ke arah Imo.
"Hhehe, anak itu. Biarin dia tidur dulu aja. Mungkin dia kecapekan juga.." kata Stella.
"Yaudah, dimakan dulu itu. Ntar keburu dingin.." kata Aji.
Stella lalu memakan itu. Mereka semua berbincang ramah satu sama lain, termasuk dengan Stella. Tapi saat asik-asiknya.
"Guuubraakk.." suara Imo terjatuh dari sofa.
Maka mereka semua pun tertawa. Termasuk beberapa pengunjung lain disana.
"Ah, sialan. Pak, besuk beli sofa yang lebih gede dong biar bisa
tidur disini dengan nikmat. Sakit nih.." kata Imo kepada pemilik toko
itu yang sudah kenal dekat dengan Imo dan keluarganya.
Imo lalu melihat ke arah meja tempat teman-temannya berada. Ia mengucek matanya.
"Apa bener itu Stella?" batin Imo. Ia mengucek matanya lagi.
"Eh, iya. Itu Stella. Berarti? Hhahahahaha.."
Imo lalu menghampiri mereka.
"Stell, kamu dateng juga. Berarti kamu maafin aku kan?"
"Iya, aku maafin kamu.."
"Kamu juga jadi pacar aku kan? Hhahaha.."
"Kalau untuk itu aku harus mikir lagi. Hhaha..'
"Yaahhh, sialan.."
"Hhahaha. Santai bro. Dia mau jadi cewek mu, tadi udah curhat ke kita.." kata Yansen.
"Yang bener? Hhaha. Yess!" kata Imo.
Semua yang ada disana ikut bahagia. Tapi Imo justru menunjukan muka singit.
"Ini siapa yang makan nasi goreng Stella? Ayo ngaku.."
"Aku sendiri kok yang makan.."
"Ohh, yaudah. Bagus deh.."
Imo lalu pergi meninggalkan mereka.
"Loh, mau kemana bro?" tanya Aji.
"Ya ke danau lah. Langgananku kalau sore kan disana juga.."
"Sendirian aja? Stella nggak di ajak?" tanya Nabilah.
"Eh, iya ding. Lupa. Hhihi.. Ayo Stell, kita ke danau tempat favourite ku. Asik loh.."
"Iyaa, ayo.."
Maka mereka pun pergi. Sahabatnya di resto itu sempat tertawa bersama melihat kekonyolan Imo tadi.
"Eh, ini siapa yang bayar?" tanya Yansen.
"Iya. Imo udah pergi jauh lagi. Sialan anak itu.." tambah Aji.
"Hhahahahaha. Kita kalah satu kosong nih kayaknya." kata Alvin.
"Iya, bener. Yaudah, kita bayar sendiri-sendiri aja buat pasangan masing-masing.." ucap Hasby.
Saat di danau..
"Kamu kenapa sih ketawa sendiri? Ada yang lucu ya?" tanya Stella.
"Anak-anak itu pasti bayar makanan sendiri. Padahal janjinya tadi
aku yang mau bayar karena aku yang ajak mereka. Tapi malah diluar
perjanjian. Mungkin ini pertama kalinya aku mengingkari janji. Hhahaha."
"Hhehehe. Eh, Mo. Semoga hubungan kita nggak sebentar ya?"
"Hmm.. Amin. Tapi sebentar pun nggak masalah asal waktu yang sebentar itu aku habisin sama kamu.." kata Imo.
Maka Stella hanya tersenyum. Mereka mengobrol bersama disana.
Kini bukan sebagai teman atau sahabat lagi, tapi sebagai kekasih..
~ End ~
0 comments:
Posting Komentar