Misteri 48 (Part 3)
Ketika theater baru dimulai, lampu panggung dan lampu penerangan gedung theater tiba-tiba saja mati. Melody, Kinal, dan yang lainnya sudah menyiapkan senter mereka untuk penerangan. Tapi ketika akan dihidupkan, lampu-lampu itu menyala lagi. Itu membuat beberapa penonton merasa bingung dan sedikit takut. Karena diruangan sebesar itu gelap-gulita walau sebentar.
"Gab, kok cuman sebentar ya matinya? Ada apa sebenernya?" tanya Rena.
"Nggak tahu juga, aku bingung.." jawab Gaby.
Dideret kursi kelas F, para siswa tampak ketakutan. Walau kini lampu sudah menyala lagi, tapi mereka masih merasakan betapa kagetnya tadi ketika lampu tiba-tiba padam dan aula theater menjadi gelap.
"Kalian semua tenang aja, nggak akan terjadi apa-apa kok.." kata Sonya kepada teman-temannya itu.
"Stell, aku takut nih. Sumpah tadi gelap banget, sampai aku nggak bisa lihat apa-apa.." kata Achan ketakutan.
"Udah, nggak papa kok. Lagian udah terang lagi. Theater juga udah lanjut.." kata Stella menenangkan.
Sementara itu, Stella melihat teman satu timnya di tiap deret kursi kelas lain dari tempat duduknya. Ia melihat dari deret yang paling dekat dengannya, yaitu kelas I, J, lalu deret kelas G, F, E, D, C, B, dan, A. Ketika melihat ke deret kursi kelas B, ia tidak melihat Mova disana. Ia langsung kaget dan ke deret kursi itu secepatnya.
"Sen, Mova mana kok nggak ada?" tanya Stella khawatir.
"Dia tadi ke kamar mandi Stell.." jawab Sendy.
"Setelah lampu mati apa sebelumnya?"
"Sebelumnya kok. Kira-kira lima menit sebelum lampu mati.."
"Lima menit?"
"Iya Stell.."
"Ohh.. Yaudah.."
Stella lalu kembali ke deret kursinya, dan kembali menikmati theater. Tapi..
"Bentar.. Kalau lima menit dari sebelum lampu mati sampai sekarang, berarti udah sepuluh menit lebih. Masa ke kamar mandi lama banget? Padahal jaraknya dari kursi deret kelas mereka kan deket. Atau jangan-jangan?...." batin Stella. Ia lalu pergi lagi ke kursi deret Sendy.
"Kemana lagi Stell?" tanya Achan.
"Nggak papa, bentar. Kamu tunggu aja disitu.."
"Sen, ayo cari Mova sekarang.." ajak Stella.
"Tapi dia kan cuman ke kamar mandi? Siapa tahu emang lama. Mova kan anaknya emang gitu.."
"Nggak papa Sen, cuman buat pastiin aja. Kita ajak Melody sama Frieska sekalian.."
"Yaudah ayoo.."
Maka mereka pun mengajak Melody dan Frieska untuk mencari Mova. Sementara itu, siswa lain, guru, dan tamu penonton masih menikmati theater dari kelas G. Theater yang dibawakan oleh kelas G hari ini memang sangat bagus, temanya ada pertemanan yang tidak pernah berakhir. Dengan pembawaan yang sangat baik, para penonton menikmati itu sampai tidak tahu apa yang Melody, Stella, Frieska, dan Sendy lakukan di belakang..
"Pak, apa tadi ada cewek yang ke kamar mandi lewat sini?" tanya Melody kepada satpam yang penjaga salah satu pintu theater.
"Tadi ada, sekitar dua puluh menit yang lalu.." kata satpam itu.
"Emm.. Yaudah pak, kita juga mau ke kamar mandi.."
"Ohh iya, silahkan.."
Mereka pun menuju ke kamar mandi untuk wanita dan memeriksanya satu per satu, tapi tidak ada Mova disana. Ketika Frieska hendak mengecek ke tempat wastafel, ia menemukan sebuah kertas terjatuh disana. Ia lalu mengambilnya, dan memberitahukan kepada yang lain.
"Kalian kesini, aku nemuin kertas ini.."
Mereka lalu menghampiri Frieska. Melody mengambilnya dan membuka kertas itu, lalu membacanya..
Teman kalian yang satu ini akan aku jadikan korban karena kalian telah mencoba menguak identitasku, dan macam-macam denganku. Akan lebih banyak korban satu bulan yang indah ini. Siapa tahu kalian yang selanjutnya..
Mr. Black
"Sial.. Nggak salah lagi, orang itu yang mencuri Mova.." kata Melody kesal sambil meremas kertas itu.
"Ini salahku Mel, seharusnya tadi aku temenin dia. Atau mungkin aku cegah dia kesana sendirian.." ucap Sendy sedih dan menyesal.
"Bukan salah kamu Sen, kalau kamu juga ikut, bisa jadi kalian berdua jadi korban. Orang itu berbahaya.." jelas Frieska.
"Hey kalian, kayaknya Mr. Black nggak sengaja ninggalin barangnya disini.." kata Stella dari kejauhan di dekat lubang keluar masuk udara.
"Apa itu Stell?" tanya Melody.
"Ini kayaknya bagian dari kalungnya.." jelas Stella.
"Tapi buat apa kalung kayak gitu?" tanya Sendy.
"Kita masih belum tahu untuk apa, tapi yang jelas ini petunjuk juga.." jelas Stella lagi.
"Yaudah, simpen aja itu. Sekarang kita kembali ke theater, nggak enak kalau kelamaan disini, ntar satpam itu curiga.." ajak Sendy.
Mereka semua kembali ke aula theater. Kali ini cukup lama mereka menikmati theater dari kelas G. Namun lagi-lagi disela-sela pertunjukan, lampu kembali mati secara tiba-tiba. Dan kali ini membuat semua siswa tidak bisa tenang karena takut dengan kegelapan digedung itu, terutama siswa wanita di sekolah itu.
"Ca, siapin senter kamu.." kata Diasta kepada Rica.
Namun tidak ada jawaban dari Rica.
"Ca..? Rica....?" panggil Diasta. Ia lalu menghidupkan senternya dan mengarahkannya ke kursi Rica, dan Rica sudah tidak ada disana. Diasta sangat khawatir, maka ia beranikan diri untuk pergi ke deret kursi kelas I untuk minta tolong kepada Gaby dan Rena.
"Gab, Rica nggak ada Gab.." kata Diasta khawatir.
"Kok bisa? Dia kemana?" tanya Gaby.
"Nggak kemana-mana Gab, dari tadi dia duduk deket aku. Terus waktu lampu mati tiba-tiba nggak ada.." jelas Diasta sambil menangis.
"Yaudah kamu tenang dulu, kita bilang ke lainnya.." ajak Rena.
Mereka menemui Stella dan Achan. Setelah itu, mereka semua lalu mengajak yang lainnya untuk mencari Rica bersama-sama.
"Aku, Stella, Jeje, Dhike, sama Shania ke tempat saklar lampu gedung ini. Frieska, Sendy, Kinal, Ve, sama Delima cari Rica ke kamar mandi cewek. Sisanya, kalian jagain tiap deret kursi disini. Siapa tahu Mr. Black itu dateng lagi. Jangan lupa pakai senter kalian.." jelas Melody.
Lantas mereka berpisah dan melakukan tugasnya masing-masing. Melody, Jeje, Dhike, Shania, dan Stella yang pergi ke tempat saklar lampu theater pun lalu bertemu seorang satpam disana. Satpam itu lalu menyalakan lampu.
"Pak, kok bapak bisa tahu kalau saklar yang itu untuk lampu aula theater?" tanya Melody.
"Ohh.. Itu, bapak udah dikasih tahu sebelum bertugas disini. Kalau lampu aula theater mati, suruh nyalainnya di saklar yang itu.." kata pak satpam.
"Emm.. Yaudah, makasih pak.." kata Melody.
"Iya, sama-sama.."
Mereka semua pergi dari tempat itu dan lanjut mencari Rica. Sambil berjalan..
"Mel, apa satpam tadi nggak mencurigakan?" tanya Stella.
"Maksudmu Stell?" kata Melody bingung.
"Sepuluh satpam dari banyak satpam yang tugas hari ini itu dari luar, dan mereka juga pertama kalinya tugas disini. Masa iya mereka semua tahu saklar untuk lampu aula theater?"
"Kalau itu bisa aja kan, ya siapa tahu emang bener kalau mereka dikasih tahu dulu sama guru atau karyawan disini.." jelas Jeje.
"Iya.. Lagi pula satpam itu tadi nggak gugup sama sekali waktu ditanya Melody. Dia malah kelihatan santai banget.." tambah Dhike.
"Tapi apa kalian nggak sadar sama apa yang dia bilang tadi?" tanya Stella lagi.
"Emang apa Stell?" tanya Shania.
"Iya, Stella bener. Aku malah baru sadar sekarang.." tiba-tiba Melody memotong pembicaraan.
"Sadar sih Mel? Bikin kaget aja deh.." ucap Shania.
"Satpam itu tadi bilang, kalau lampu di aula theater mati, satpam itu disuruh hidupin lampunya di saklar yang udah dikasih tahu sebelumnya.." jelas Melody.
"Iya terus anehnya dimana?" tanya Dhike.
"Kalau lampu aula theater mati, dia disuruh hidupin dari sana. Itu yang aneh.." kata Stella.
"Iya, dengan kata lain, matinya lampu theater itu udah direncanain. Dan satpam itu yang disuruh buat hidupin dari sana.." tambah Melody.
"Kalau gitu, berarti yang hidupin pertama kalinya lampu mati tadi juga dia?" tanya Jeje.
"Ada kemungkina gitu juga.." kata Melody.
"Tapi kok yang pertama cepet ya? Dan yang kedua ini malah lama?" tanya Dhike
"Mungkin aja karena satpam itu masih bingung sama saklar lampunya, kan hampir sama semua.." jelas Shania.
"Iya.. Mungkin gitu.." tambah Melody.
Sampailah mereka di halaman sekolah. Mereka keluar dari aula theater sebelum pertunjukan selesai. Mereka mencari Rica kemanapun, tapi tidak menemukannya. Mereka semakin sedih dan putus asa, karena mereka yang mendapat tugas untuk menjaga siswa sementara theater berlangsung, justru gagal. Dan korbannya adalah teman satu tim dengan mereka. Mereka lalu duduk di bawah pohon sambil termenung..
"Mel, Rica itu kalau istirahat sukanya kemana sih?" tanya Shania membuka pembicaraan.
"Aku kurang tahu kalau itu. Diasta mungkin tahu. Kenapa emangnya?"
"Ya siapa tahu dia disekap disana.." jelas Shania.
"Rica itu suka kopi, tempat yang paling memungkinkan itu di kantin karena dia suka bikin kopi disana. Tapi tadi kita ke kantin dianya nggak ada.." ucap Jeje lemas.
"Apa ada tempat lain yang mungkin?" tanya Dhike.
"Nggak tahu Ke, aku cuman tahu itu aja.." kata Jeje.
"Emm.. Menurutmu gimana Stell?" tanya Dhike lagi.
"Aku juga bingung. Tapi, kita belum cari dia di kelas. Cuman itu aja yang aku pikirin.." kata Stella.
"Iya, mungkin aja di kelasnya.." kata Melody semangat.
"Yaudah, ayo kita kesana!" ajak Shania.
Dan ketika mereka ke kelas J yang tidak lain adalah kelas Rica, disana tidak ada apapun. Rica tidak ada disana. Mereka hanya kaget melihat tulisan yang ada di white board kelas itu..
ANAK INI SUKA MEMBUAT KOPI YA? SELAMA JADI KORBANKU, AKU AKAN MEMINTANYA UNTUK MEMBUATKANKU SECANGKIR KOPI NANTI. AKU JUGA SANGAT SUKA KOPI. HAHAHA. LAGI-LAGI KALIAN GAGAL. INI SUDAH KEDUA KALINYA DI HARI INI. MASIH BANYAK LAGI DI BULAN INI, KARENA INI MASIH AWAL. ~ MR. BLACK
"Rica..." ucap Shania sedih.
"Mel, apa yang harus kita rencanain sekarang? Korban semakin banyak, malah mereka temen satu tim kita.." tanya Jeje.
"Kita nggak bisa buat apa-apa untuk sekarang ini. Nggak ada petunjuk kali ini. Kita udah gagal hari ini. Kita gagal.." kata Melody lesu.
"Nggak Mel, ini belum berakhir. Seenggaknya, tulisan itu jadi petunjuk buat kita. Sengaja atau enggak, Mr. Black ceroboh kali ini.." jelas Stella.
"Maksudmu Stell?" tanya Melody.
"Mr. Black sebenernya penulis dengan tipe latin, dia nggak bisa nulis huruf tegak. Di tulisan itu, dia coba buat bikin tulisan itu kelihatan jadi huruf yang tegak atau terpisah. Tapi di tiap ujung hurufnya selalu ada coretan melengkung ke atas, kesamping, dan kebawah. Artinya, dia nulis ini tergesa-gesa karena beberapa huruf masih nyambung dengan huruf lainnya.." jelas Stella lagi.
"Iya, Stella bener. Itu artinya, Mr. Black juga salah satu guru disini. Tapi apa mungkin?" tambah Dhike.
"Semua guru disini emang punya tulisan latin dan nggak bisa nulis huruf tegak atau terpisah, kalaupun bisa pasti ciri khas latinnya tetep kelihatan. Tapi guru di sekolah ini ada lebih dari 30 orang, ditambah karyawan juga lebih dari 10 orang. Susah buat nebak siapa dari mereka yang jadi Mr. Black.." kata Melody.
"Tapi apa karyawan juga bisa nulis latin semua? Kamu tahu dari mana Mel?" tanya Shania.
"Aku nggak tahu masalah itu. Yang jelas ini semua mulai terungkap.." kata Melody tegasnya.
Identitas Mr. Black mulai diketahui, kalau tidak guru, dia adalah karyawan di sekolah tersebut. Mereka masih berjuang untuk mengungkap siapa pelaku dibalik misteri angka 48 itu..
~ To be continued ~
Copyright: relatable48.blogspot.com
0 comments:
Posting Komentar