Siang itu aku meng-sms salah satu sahabatku di sekolah, tidak lain tidak bukan ialah Iksan Kurniawan.
“bro, gue lagi nungguin Stella mpe ntar malem. Kalo ada
yang nyariin gue, suruh ke RS aja. Kalo guru, bilangin, gw lagi di RS
njenguk temen”. Kemudian sms pun terkirim. Tak berapa lama, ada balasan
sms dari Iksan.
“oke, brad. Ntar gue
kesana ma Nabilah, Shanju, Ghaida, Ivan, Ja’far, Banan, Arka, Hendra, ma
Bima Kurniawan...” itulah petikan pesan singkat dari sahabatku yang
juga Aremania sama denganku. “siip, kapan lu kesini?” tanyaku. “bentar,
jam kunjungnya kalo sore boleh kaga?” Iksan berbalik tanya padaku.
“sore.. Stella istirahat, brad. Malem bisa, tapi, jam 19.00 WIB”.
Jawabku . “okelah, ntar gue nyamperin lu ma Cici kesana jam 7 malem ma
anak-anak”. Aku sengaja tidak membalas smsnya, karena dia pasti sudah
tahu akan hal itu. Di depan Stella sudah tersedia meja makan kecil yang
dapat dilipat—khusus untuk pasien rawat inap di rumah sakit—aku segera
berinisiatif untuk menyuapinya, karena hal yang aku takutkan adalah, dia
terlalu lemah kondisinya, dan masih membutuhkan waktu untuk recovery, dan secara sebagai teman yang baik, tidak ada salahnya kan aku menyuapin nya?
“sini aku suapin..” ucapku sambil mengambil sendok yang sudah terdapat nasi dan lauknya tersebut.
“hmm.. iya, makasih, ya. Kamu baik banget sama aku..” kata
gadis kelahiran Semarang, 18 tahun yang lalu ini.
“haha, itulah guna nya temen..” ucapku lagi sambil membalas senyumannya.
Kami tertawa bersama dan bahagia saat itu. Ada pula moment dimana
Stella bergantian menyuapiku. Tapi aku dengan halus dan sopan
menolaknya, tapi, dia tetap memaksaku untuk makan. “apa boleh buat,
lagian jarang-jarang di suapin bidadari dunia..” gumamku sambil terus
mengunyah nasi beserta lauk yang tadi disuapkan Stella padaku. Hari itu,
semangat hidupku kembali, seolah, Luka yang tergores telah sembuh,
Kegelapan malam mulai menampakkan titik cerahnya, bagai menemukan
seberkas cahaya di dalam sebuah kegelapan dimana rasa hati dan jiwa ini
tersesat entah dimana. Udara yang awalnya tidak dapat kunikmati, kini
perlahan bias kurasakan kesejukannya, dada yang awalnya terasa sesak
ini, seolah kembali membukakan jalan untuk membantuku bernafas secara
normal kembali. Aku merasa sangat bahagia saat itu, hanya ada aku dan
Stella.
“ngiiing.. pesawat
jatuh..” candaku sambil memegang sendok di udara dan akan menuju mulut
Stella yang sudah terbuka.
“ayo, sekarang.. gentian kamu..” kata Stella.
“aku udah, Ci.. udah kenyang kok..” kataku.
“lho, gak boleh gitu.. gak imbang dong” canda Stella.
“jiaah, dia pasrah..” kata Stella sambil tertawa.
“hahahaha..” ketawaku.
Kami berdua saling bercanda dan bercerita bersama, memang, saat itu,
adalah hari yang sangat special untukku, dan Stella sendiri. Saat itu
lagu Adele – Some One Like You, Lifehouse – You and Me, The Red Jumpsuit Apparatus – Guardian Angel,
berkumandang di kamar rawat inap Stella, hari itu memang hari ulang
tahun Stella yang ke-18. Dan umurnya pun sama denganku. Detik demi detik
berlalu melambaikan jarum jam nya, kemudian menjemput menit berubah
menjadi jam. Ku tertidur dengan memegang tangan Stella. Kurasakan dia
mengelus-elus rambutku, sambil menyanyikan lagu favoritnya, Adele – Some One Like You. “Subhanallah..” gumamku.
Suaranya terdengar sangat merdu, hatiku seolah tenang dan
pikiran-pikiran negative seolah sirna bagai debu tertiup oleh angin. Aku
berharap ini tidak berakhir dengan cepat. Secepat kuda besi Moto GP melaju di sirkuitnya. Tak terasa tiba-tiba terdengar suara Adzan Mahgrib berkumandang.
“Ayo bangun.. ayo bangun.. ayo bangun.. ayoo, bangun dong..” kata Stella.
“hmm..” perlahan aku bangun sambil mengusap-usap mataku.
“hmm, kalo udah bobo, sulit juga ya dibangunin nya..” kata Cici.
“emang capek kok, Cici..” elakku.
“hohoho.. iya iya aku paham kok”. Sambil menebar senyuman manis menggoda.
Tak lama kemudian, teman-temanku datang lebih awal. Sambil membawa Gift untuk
Stella. Nabilah, Ghaida, Shanju, langsung berlari menuju Stella dan
kemudian memeluknya, seperti beberapa sahabat yang sudah cukup lama tak
berjumpa, kemudian di suatu hari mereka dipertemukan. Saat itu, Nabilah
yang berlari penuh semangat menghampiri Stella dan memeluknya erat-erat.
“Cici..” kata Nabilah sambil terharu melihat kondisi Stella yang semakin membaik.
“haii, dedek.. gimana kabar, kamu??” Tanya Cici ke Nabilah.
“baik, Cici.. Cici gimana? Udah baikkan kan?? Kangen kita-kita nggak??
Disini maem apa ajah?? Terus Kak Gunung nungguin Cici terus apa nggak??”
kata gadis penyuka Kelinci ini dengan cara bicaranya yang khas.
“oke, oke, tenang dulu yah, dedek Biyah.. ntar aku certain kok”
Nabilah, Shanju, dan Ghaida pun tersenyum.
“Cici, kangen banget gada lu di kelas.. rasanya gue kaya kaga ada
temen.. kehilangan sahabat gue, yaitu kamu..” kata Shania sambil
meneteskan air mata.
“iya, Cici.. gue juga kangen banget ma lu.. rasanya pengen pegang dagu kamu lagi deeh..” goda si Kamen.
“waduh, kalo ada Ghaida, jadi kaga tenang gue..” balas Cici dengan bercanda.
“mau lari lu dari gue??” trolling Ghaida.
“mau lari pake karpet terbang?? Orang gue aja masih di infus” kata Cici.
“hahahaha, bisa aja lu, Ci..” kata Shanju.
“oh, ya, Ci.. ini kita bawain gift buat kamu..” kata si Little Usagi.
“ini nih, Cici.. makanan kesukaanmu.. Ayam Goreng..!!” kata Njuu.
“waah, Njuu.. love it..” kata Cici
“ooh, kalian so sweet banget..” kata Cici dengan wajah memerah. Mereka satu persatu memberikan hadiahnya kepada Cici, secara bergantian.
“Iya, iya dong, kita gitu..” sahut si Kamen Ghaida dengan berkaca pinggang.
Mereka terlihat sangat bahagia melihat Cici yang sudah mulai tertawa
riang seperti dulu lagi. Sesekali kulihat Ghaida iseng dengan menggoda
Cici dan Shanju men-trolling Cici dengan menanyainya
hal-hal yang terjadi saat aku bersamanya, dan sesekali pula, meng-kepo
handphone Cici. Nabilah pun tidak kalah dengan banyak menguasai topic
pembicaraan. Kami para kaum adam member waktu kepada kaum hawa yang
sedang dilanda rasa kerinduan. Kami pun beranjak meninggalkan mereka
ber-4.
“ayo keluar, brad.. biar ibu-ibu PKK nyelesaiin urusannye dulu” kataku.
“siip, tapi, kenape dadunye kaga ade ye??” kata si Bima Kurniawan yang
biasa dipanggil Bimkur oleh anak-anak.
“ah, elu, bim, banyak komentar.. itu mah cuman majas doang..” sahut Banani.
“gitu aja sewot lu, bang..” jawab adik sepupu dari Hendra ini.
“udah udah, ini RS rame aja lu orang.. mending kita PES.an aja” goda si Hendra.
“berani lu nge-PES ma gue??” sahut Arka. Ketua kelas XII-A.
“berani, ngapain takut ma lu, ka? Kan gue pernah kalahin lu 3x sehari” kata Hendra sambil menepuk dada.
“lu pikir obat ape, 3x sehari?? Hadeehh” sahutku.
“emang kok, dia pernah kalah ma gue 3x, sampe hamper bilang ke Ghaida
kalo gue main curang..” kata Hendra.
“yee, daripada lu, gak gue pinjemin duit, malah nangis ke Njuu” kata Arka menggoda Hendra.
“wes gedhe..” sahut Ivan yang tiba-tiba memecah keadaan.
“hahahaha, sampe segitunya..” kata Iksan sambil tertawa.
“udah udah ah, wes gedhe, sek rebut masalah ngene’an ae??
Haduuh..”—udah dewasa, masih aja ngributin masalah beginian??—kataku
sambil memisahkan mereka berdua, aku tau, bahwa mereka sebenarnya hanya
bercanda. Tapi terkadang, bercandaan mereka bias sampai ke ring tinju
juga. Suasana saat itu terasa hangat, baik di dalam ruangan tempat
Stella dan sahabat-sahabatnya berkumpul, maupun kami yang berada diluar.
Semua itu bisa terjadi, karena kebersamaan dan kekompakan diantara kami
semua. Jika ada saja keributan yang terjadi, salah satu dari kami
selalu menjadi pelerai, dan satu lagi menjadi The Glue—penyatu—mereka
tidak lain, tidak bukan yaitu, Ivan, Hendra ataupun Bimkur yang juga
pacar dari Frieska, adik sepupu dari Kak Melody, dan Frieska—biasa
dipanggil Mpriss, merupakan keponakanku juga—diluar hujan terus menerus
tidak berhenti dan malah bertambah deras, seolah tangisan hatiku
terwakili oleh hujan lebat malam hari itu. Tapi lama-lama ruangan terasa
dingin pula, karena AC yang semula dalam keadaan mati, dihidupkan oleh pihak RS. Kebetulan di dekat kamar Cici ada remote AC yang tegeletak. Aku pun segera menyahutnya dan menaikkan suhu pendingin listrik itu. Yang mulanya 30 derajat celcius, kunaikkan menjadi 32 derajat celcius.
Jam tak terasa sudah menunjukkan pukul 21.15 WIB. Suster yang saat itu
bertugas mengurus Stella, dating menghampiri kami yang duduk-duduk di
luar ruangan, sambil membahas lolosnya Real Madrid, FC Barcelona, Bayern
Meunchen dan Juventus—yang secara tim papan atas Eropa—
“maaf, adik-adik, jam besuk sudah berakhir 12 menit yang lalu, dimohon
untuk kalian supaya kembali lagi besok pada jam besuk yang sudah
disesuaikan..” kata suster berambut panjang, putih, dan mengenakan
kacamata ini.
“iya, suster.. ini kami juga mau pulang kok..” kata Iksan.
Aku hanya terperangah melihat kecantikan suster itu.
“hiyaaa.. ya ini, yang bikin Cici marah besar..” kata Arka.
“dhuss.. bengong aja lu..” kata Banani sambil menggoyang-goyangkan badanku.
“haa?? Apa?? Lu gatau gue lagi lihat barang bagus apa??” kataku.
Cici.. Mas Gunung nakal..” teriak BimKur.
“eh, kamprett lu! Nggak Cici, anak-anak yang nakal..”
Sementara didalam..
“kalian denger suara para cowo yang diluar kaga??” kata Ghaida.
“iya sih, samar-samar suaranya manggil nama lu, Ci..” Kata Njuu—Shania—
“hmm.. pasti si Gunung tuh, ngeliatin suster lagi..” kata Cici jealous.
“kak Gunung kenapa, Ci?? Suka godaiin suster yah?” cerocos Nabilah.
“hmm.. ya gitu kadang-kadang, matanya suka kemana-mana” kata Cici.
“kalo gitu, lu harus lebih perhatian ma dia Ci, dia nggak mungkin gitu
kalo nggak Cari Perhatian atau semacamnya, kan?” Kata Neng Kamen.
“iya juga sih, lagian dia sebenernya juga bukan cowo gampangan kok..
aku lihat usahanya dia jagain gue, ngerawat gue, doain gue dan
macem-macem dah” kata Cici.
“hmm.. gitu ya, Ci.. gue harap, bisa dapet cowo ayng baik, setia, perhatian ma gue..” kata Njuu.
“eh, lu kan dah punya si Hendra??” kata Ghaida.
“iye, sih, tapi, gue masih bingung, pilih dia ato Banani”. Kata Njuu galau.
“halaah, kan udah jelas yang terbaik siapa, Njuu” sahut Cici.
“hmm, biar gue kasih waktu dulu ke mereka, siapa dari mereka yang patut
ngemiliki hati gue..” curhat Njuu.
“iya, ganbatte kakak
Njuu!” sahut Nabilah. Mereka pun tertawa bersama. Dibarengi dengan
suster yang tadi kupandangi memasuki ruangan mereka berada. Dia
mengatakan hal yang sama pada mereka. Akhirnya, Nabilah, Njuu, Ghaida,
Arka, Banani, BimKur, Hendra, Ivan dan Iksan beranjak pulang. Mereka
berpamitan kepada kami berdua sebelumnya.
Tinggalah aku dan Cici berdua. “Dingin banget ya, Cici” curhatku, sambil membuka pembicaraan.
“iya, emang.. tapi ada kamu di deketku kok, jadi dinginnya gak berlebihan..” kata Stella.
“cia..cia..cia..” teriakku sambil menyelipkan tanganku kedalam tepian ranjang Cici.
“kenapa?? kejepit tangannya??” kata Cici penasaran.
“cia.. cia.. cia.. aku di gombalin bidadari” kataku sambil mengelak.
Waktu pun terasa cepat berlalu, aku segera beranjak untuk menunaikan
kewajibanku sebagai seorang muslim—sholat Isya berjamaah di Musholla
RSSA—setelah selesai sholat, aku kembali ke ruangan Cici dirawat. Jam
menujukkan pukul 20.45 WIB.
“capek ya?” Tanya Stella.
“Lumayan, kok.. hehe” jawabku.
“maem, gih..” kata Stella mengingatkanku.
“nggak dulu.. masih kenyang, Cici..” balasku.
“kalo kamu nggak maem, aku nggak maem juga” ancam Stella.
Dia tetap memaksaku untuk makan, saat itu aku memang tidak bernafsu makan.
“lho, orang sakit itu yang mustinya makan..” kataku balik menasihatinya.
“maem bareng hayoo?!” pinta Stella.
“nggak dulu, Ci.. ntar aja aku..” elakku.
Tak lama kemudian, suster pun datang sambil membawa makan malam dan
juga obat yang harus diminum. Aku segera terus mengingatkan Stella untuk
mengisi perutnya dengan makanan. Awalnya memang sulit, tapi, dengan
sedikit usaha dan paksaan, perlahan hatinya melunak, akhirnya dia mau
untuk menyantap menu makan malam yang telah disediakan oleh suster.
Beberapa menit kemudian, satu persatu makanan beserta nasi di sendok
berhasil dilahap Stella. Aku menyupainya dari tahapan awal hingga akhir,
sesekali dia menyuapiku balik. Setelah selesai makan malam, aku pun
mengingatkan nya untuk lekas minum obat. Setelah itu itu , aku
memintanya untuk tidak langsung tidur terlebih dahulu, karena dia baru
saja selesai makan, dan ada baiknya, sekitar 30-45 menit setelah makan,
baru beristirahat ataupun tidur. Supaya kondisi fisik tetap terjaga. Aku
pun mengajaknya mengobrol.
“Cici..” panggilku sambil menggengam tanganya.
“iya?” jawabnya halus.
“kira-kira, ntar kalo udah bias beraktifitas lagi, hal pertama yang mau
kamu lakuin apa?” tanyaku penasaran.
“hmm, apa yah? Dance mungkin..” jawabnya dengan senyum.
“wew.. azzeekk.. aku gak sabar liat deh, pasti keren..” aku berusaha menghiburnya.
“hehe, makasih, tapi aku nggak bisa dance sebenernya..” katanya sambil tersenyum merendahkan diri.
“hmm.. gitu yah, oh ya, aku sudah gak sabar liat kamu Dance Shuffle lagi..” kataku.
“hoho, iya, aku juga dah ngebet banget, pengen dance lagi..” kata Stella.
“oh, satu lagi.. habis itu mau ada agenda apa lagi, Cici??” tanyaku lagi.
“hmm.. ikutan audisi aja deh..” kata Cici singkat.
“audisi apa ya? Pasti nyanyi kan?” kata ku penasaran.
“kok tau siih??” kata Stella heran.
“iya, tau lah.. suara kamu kan keren badaii.. haha..” ucapku sambil tertawa kecil.
“hmm.. suaraku lho gak bagus. Bagus tuh suaranya Teh Melody!”
“wew, dia kan kakakku!” sahutku.
“iya kah? Aku nggak tau lho..” jawabnya heran.
“iyalah.. masa nggak tau??” tanyaku balik.
“oh gitu, ya.. aku nggak tahu, beneran..” ucapnya sambil mengangkat
tangan kanannya dan jarinya membentuk huruf V. kami pun tertawa bersama
saat itu. Sungguh salah satu hari terindah dalam hidupku! Ditemani
bidadari bidadari secantik Stella, seharian penuh!
“oh ya, aku baru inget. Kemarin pas aku browsing, ada audisi Sister Group AKB48, lho! Di Jakarta tapi..” kataku sedikit memelankan suara.
“hmm, oh iya! Audisinya JKT48!” sahut Stella dengan penuh semangat.
“ayo, Cici.. si el espiritu! Ganbatte!
Tunjukkin ke semua orang, siapa Cici Stella yang sebenarnya.. sosok
Stella Cornelia itu yang selama ini dikenal banyak orang..” kataku
memberikan motivasi.
“emm.. pasti aku berusaha!” kata Stella semangat.
“siip, itu baru Ciciku!” kataku dengan senyum.
“oh ya, kamu nggak ada tugas kah??” Tanya Stella.
“hmm.. nggak ada deh, kayanya..” sambil mencoba mengingat, aku menggaruk-garuk kepalaku.
“hmm.. coba di inget-inget dulu.. sehari ini pelajarannya apa..” kata
Cici dengan nada bicara yang dewasa.
“hmm.. apa ya..” agak lama aku berusaha mengingat-ingatnya.
Tiba-tiba dari arah luar terdengar percakapan antara sepasang pria dan
wanita, tampaknya, si pria ingin memberikan hadiah ke wanita idamannya,
hadiah sebuah buku novel!
“novel!” teriakku
“hush.. jangan keras-keras..” ingat Stella.
“hehe.. gomenasaii, abis, baru inget siih..” elakku.
“ya udah.. buruan dikerjain, gih..” nasihat Stella.
Aku segera mengerjakan tugas B.Indonesiaku untuk 2 hari kedepan, dan
hari itu dimana Stella sudah diperbolehkan pulang. Stella pun aku minta
untuk beristirahat, sementara aku menunggu dan menjaga di sisinya.
Lembar demi lembar sudah terisi dengan goresan huruf. Masih baru 8
lembar. Aku isi dengan coretan pensil membentuk huruf. Novelku
menceritakan kisahku selama ini, mulai dari awal bertemu dengan Stella,
pengalamanku bersama teman dan sahabatku, hingga klimaks-nya,
aku harus ikhlas melepas kepergiannya seorang Stella ‘Cici’ Cornelia dan
teman-temannya, karena dia akan pergi ke Jakarta. Dalam rangka
keberhasilannya masuk kedalam Idol Group JKT48. Aku pun kembali
tertidur di dekat Stella. Tugasku saat itu sudah selesai. Ku ingat aku
mengerjakan mulai pukul 21.10 WIB, hingga pukul 24.05 WIB. 1 hari
sebelum Stella diizinkan meninggalkan rumah sakit. Aku sudah tidak
menjenguknya lagi ataupun menjaganya sampai berhari-hari. Itu
dikarenakan keluarga Stella sudah dating untuk menjenguk dan menjaganya
selama 2 hari sisa. Orang tua Stella pun, sangat berterima kasih
kepadakau atas kepedulianku terhadap Stella. Aku hanya bias mengangguk
dan berkata 1 kalimat “terima kasih atas apresiasi Bapak dan Ibu, saya
hanya menjalankan amanah dari Ibu Stella, untuk menjaga Stella, selama
anda belum sempat menjaga Stella, saya menunaikan amanah ini dengan
penuh ketulusan hati dan tanpa mengharapkan seseaut apapaun dari
bapak/ibu”. Kemudian Stella diizinkan pulang, tapi, tidak untuk langsung
mengerjakan aktifitas berat. Terutama hobinya, Dance. Stella
pun direncanakan pulang terlebih dahulu ke Semarang, karena harus
mengikuti terapi kesehatan pasca opname dan harus mengikuti Audisi Member
JKT48. Dia tidak sendiri, bersama dengan Ghaida, Shanju, Beby, Achan,
Nabilah, Sonya, Cindy, Kak Ve, Kak Melody, Jeje dan Rena-Chan. Sementara
Frieska sudah berada di Jakarta terlebih dahulu dengan si Bima
Kurniawan.
Gunung Mahendra
@GunungCornelia
0 comments:
Posting Komentar