Semua anak-anak
juga tahu bahwa Nabila dan Rizal sudah pacaran beberapa bulan ini
setelah melalui persahabatan. Keduanya menjadi pasangan yang sangat
istimewa, saling mengerti sesamanya meski tak pernah memanggil ucapan
“sayang”. Tak ada lagi rasa cemburu apalagi bertengkar, yang sangat
mereka hindari. Tidak hanya itu, banyak teman-temannya juga sering
melontarkan keduanya adalah pasangan terbaik di sekolah. Keduanya
seperti telah di takdirkan untuk bersama dan tak bisa terpisahkan lagi.
Tentu membuat keduanya sangat senang mendengar hal itu dan tak ingin
saling menjauh.
Memang benar pernyataan keduanya dipastikan sudah jodoh, tapi bagi Rizal tentu lain. Ia sering melihat untuk membandingkan dua kondisi keluarga yang berbeda itu menjadi penghalang. Sangat tidak mungkin orang kaya akan membiarkan anaknya mempunyai suami orang miskin dan hidup di tempat kumuh. Kalaupun ada itu hanya kebetulan, dan ia tidak percaya akan itu. Ah, pokok paling penting bagi Rizal tentu terus berusaha untuk membalikkan keadaan keluarganya sekarang. Menjadi kesuksesan yang selama ini impikan dalam mimpi-mimpinya.
“Hey, Zal. Sendirian aja dari tadi? Ngapain sih?” sapa Nabila, mulai duduk di samping Rizal yang menyeruput Jus buah di Kantin sekolah.
“Nggak ada kok, lagi santai aja. Eh, kamu ikut? Audisi perekrutan personel grup idola itu!”
“Pasti dong! Tapi..., Zal!”
“Kenapa?” tanya Rizal.
“Aku takut nggak terpilih. Kalau pun aku terpilih, pasti aku sibuk sekali dan nggak ada waktu untuk sering bersama kamu. Orang tuaku mungkin nggak bolehin kalau latihan ekstra setiap hari. Mereka pasti aku takut sering sakit dan prestasi di sekolah anjlok. Aku tidak mau prestasiku turun!”
“Yakin aja pada diri kamu sendiri, Nabila. Prestasi pasti dapet lagi kok! Kemarin saja kamu dapet peringkat dua. Pada waktu kenaikan kelas nanti, pasti kamu akan juara kelasnya. Aku yakin, Nabila, kamu pasti bisa!” ucap Rizal terus memberi semangat pada Nabila. “Ini juga jalan hidupmu ke Jepang. Siapa tahu ada kesempatan performance di Jepang. Induk grup idola ini kan ada di Jepang! Nah, kalau pernah performance di sana setidaknya ada peluang untuk sekolah di sana oleh manajer grup idolamu. Kalau memang bersungguh-sunguh!”
“Okelah! Moga aja ke terima. Makasih ya, Zal,” ujar Nabila pelan.
***
“Aku lolos, Zal! Mulai minggu ini, semua personel yang lolos akan langsung latihan ujar Maysumi Kayakama, selaku produser grup idolaku. Dia bilang, di bulan Desember ini kita akan tampil di beberapa acara sebagai promosi dulu. Saat acara promosi itu, tentu penampilan kita di tuntut bagus agar menarik para fans, khususnya di Jakarta dan Bandung dulu. Menurutmu gimana?”
“Bagus loh! Kalau begitu. Selamat ya? Semoga kamu betah di grup itu. Eh, jangan lupa aku ya?” ujar Rizal, melempar senyumnya pada Nabila. “Nggak ada jadwal performance ke Jepang ya?”
“Belum tahu masih. Kalau menurut teman-teman sih, kalau induk grup idola yang di Jepang itu ultah, pasti kita di undang juga,” kata Nabila, senang sekali.
“Kapan ultahnya?”
“Sekitar dua bulan lagi, sekitar akhir Desember ini.”
“Oh..., semoga sukses ya?” ujar Rizal sedikit cemburu karena merasa kalah dari Nabila.
“Sama-sama. Kamu juga harus sukses dong! melebihi aku,” ucap Nabila terkekeh.
Rizal memang tak sepenuhnya setuju Nabila ikut audisi ini. Sebelumnya ia sudah tahu jika Nabila lolos audisi ini, pasti akan jarang untuk bertemu lagi dengannya. Kalau pun bertemu, pasti hanya di sekolah dan tempat lain, meski itu jarang. Apalagi setelah mendengar perkataan Nabila bahwa di bulan Desember ini akan performance di Jepang, pasti tak ada lagi pertemuan. Nabila terus sibuk dengan grup idolanya membuat Rizal harus merelakan untuk tidak bertemu.
“Kenapa, Zal?” tanya Nabila.
“Nggak!! Cuma membayangkan kalau misalnya seorang Nabila itu tiba-tiba performance di Tokyo. Betapa senangnya ya? Pasti akan lupa padaku!” jelas Rizal pura-pura senyum, sebenarnya hatinya panas.
“Nggak mungkin lah, Zal! Nggak mungkin aku melupakan seseorang yang telah berjasa membentuk karierku. Doakan saja semoga baik-baik saja!” sanggah Nabila terkekeh.
Dari pertemuan itulah, kebersamaan mereka mulai pudar. Saat acara nonton film di bioskop setiap minggunya terbengkalai, tidak seperti biasanya. Nabila sudah sibuk dengan aktivitas sendiri di grup idola bersama teman yang lain. Ia harus berlatih terus-menerus karena banyak jadwal yang harus ditempuh. Ia juga tidak mau mengecewakan produser yang telah memberikan kepercayaan pada dirinya selaku member grup idola itu.
Dengan Rizal, ia masih memungut kesedihan ketika Nabila mulai hilang dalam penglihatannya. Ia selalu sendiri di rumahnya meski sering juga terus membantu ayahnya membersihkan sampah di kali Ciliwung.
Secara perlahan, ia seperti mulai kehilangan mimpinya. Mimpi untuk mendapatkan Nabila yang kini sudah berbeda dari yang dulu.
contineu
part 3
by : Zainudin Kawula
Memang benar pernyataan keduanya dipastikan sudah jodoh, tapi bagi Rizal tentu lain. Ia sering melihat untuk membandingkan dua kondisi keluarga yang berbeda itu menjadi penghalang. Sangat tidak mungkin orang kaya akan membiarkan anaknya mempunyai suami orang miskin dan hidup di tempat kumuh. Kalaupun ada itu hanya kebetulan, dan ia tidak percaya akan itu. Ah, pokok paling penting bagi Rizal tentu terus berusaha untuk membalikkan keadaan keluarganya sekarang. Menjadi kesuksesan yang selama ini impikan dalam mimpi-mimpinya.
“Hey, Zal. Sendirian aja dari tadi? Ngapain sih?” sapa Nabila, mulai duduk di samping Rizal yang menyeruput Jus buah di Kantin sekolah.
“Nggak ada kok, lagi santai aja. Eh, kamu ikut? Audisi perekrutan personel grup idola itu!”
“Pasti dong! Tapi..., Zal!”
“Kenapa?” tanya Rizal.
“Aku takut nggak terpilih. Kalau pun aku terpilih, pasti aku sibuk sekali dan nggak ada waktu untuk sering bersama kamu. Orang tuaku mungkin nggak bolehin kalau latihan ekstra setiap hari. Mereka pasti aku takut sering sakit dan prestasi di sekolah anjlok. Aku tidak mau prestasiku turun!”
“Yakin aja pada diri kamu sendiri, Nabila. Prestasi pasti dapet lagi kok! Kemarin saja kamu dapet peringkat dua. Pada waktu kenaikan kelas nanti, pasti kamu akan juara kelasnya. Aku yakin, Nabila, kamu pasti bisa!” ucap Rizal terus memberi semangat pada Nabila. “Ini juga jalan hidupmu ke Jepang. Siapa tahu ada kesempatan performance di Jepang. Induk grup idola ini kan ada di Jepang! Nah, kalau pernah performance di sana setidaknya ada peluang untuk sekolah di sana oleh manajer grup idolamu. Kalau memang bersungguh-sunguh!”
“Okelah! Moga aja ke terima. Makasih ya, Zal,” ujar Nabila pelan.
***
“Aku lolos, Zal! Mulai minggu ini, semua personel yang lolos akan langsung latihan ujar Maysumi Kayakama, selaku produser grup idolaku. Dia bilang, di bulan Desember ini kita akan tampil di beberapa acara sebagai promosi dulu. Saat acara promosi itu, tentu penampilan kita di tuntut bagus agar menarik para fans, khususnya di Jakarta dan Bandung dulu. Menurutmu gimana?”
“Bagus loh! Kalau begitu. Selamat ya? Semoga kamu betah di grup itu. Eh, jangan lupa aku ya?” ujar Rizal, melempar senyumnya pada Nabila. “Nggak ada jadwal performance ke Jepang ya?”
“Belum tahu masih. Kalau menurut teman-teman sih, kalau induk grup idola yang di Jepang itu ultah, pasti kita di undang juga,” kata Nabila, senang sekali.
“Kapan ultahnya?”
“Sekitar dua bulan lagi, sekitar akhir Desember ini.”
“Oh..., semoga sukses ya?” ujar Rizal sedikit cemburu karena merasa kalah dari Nabila.
“Sama-sama. Kamu juga harus sukses dong! melebihi aku,” ucap Nabila terkekeh.
Rizal memang tak sepenuhnya setuju Nabila ikut audisi ini. Sebelumnya ia sudah tahu jika Nabila lolos audisi ini, pasti akan jarang untuk bertemu lagi dengannya. Kalau pun bertemu, pasti hanya di sekolah dan tempat lain, meski itu jarang. Apalagi setelah mendengar perkataan Nabila bahwa di bulan Desember ini akan performance di Jepang, pasti tak ada lagi pertemuan. Nabila terus sibuk dengan grup idolanya membuat Rizal harus merelakan untuk tidak bertemu.
“Kenapa, Zal?” tanya Nabila.
“Nggak!! Cuma membayangkan kalau misalnya seorang Nabila itu tiba-tiba performance di Tokyo. Betapa senangnya ya? Pasti akan lupa padaku!” jelas Rizal pura-pura senyum, sebenarnya hatinya panas.
“Nggak mungkin lah, Zal! Nggak mungkin aku melupakan seseorang yang telah berjasa membentuk karierku. Doakan saja semoga baik-baik saja!” sanggah Nabila terkekeh.
Dari pertemuan itulah, kebersamaan mereka mulai pudar. Saat acara nonton film di bioskop setiap minggunya terbengkalai, tidak seperti biasanya. Nabila sudah sibuk dengan aktivitas sendiri di grup idola bersama teman yang lain. Ia harus berlatih terus-menerus karena banyak jadwal yang harus ditempuh. Ia juga tidak mau mengecewakan produser yang telah memberikan kepercayaan pada dirinya selaku member grup idola itu.
Dengan Rizal, ia masih memungut kesedihan ketika Nabila mulai hilang dalam penglihatannya. Ia selalu sendiri di rumahnya meski sering juga terus membantu ayahnya membersihkan sampah di kali Ciliwung.
Secara perlahan, ia seperti mulai kehilangan mimpinya. Mimpi untuk mendapatkan Nabila yang kini sudah berbeda dari yang dulu.
contineu
part 3
by : Zainudin Kawula
0 comments:
Posting Komentar