Senin, 20 Mei 2013

...PELANGI DALAM SAKURA... *2nd Chapter*

“Uwaaaa, kereeeenn-- kelompok Ospek di kelas aku gokil banget Beb, masa ya...........”
Shania mulai bercerita ria pada Beby, keduanya sedang menikmati makan siang mereka di tengah jam istirahat ospek
“Hahahaaaa,, pokoknya seru deh teman-teman barunya, apalagi itu tuh cowok yang dipanggil Uchub.. masa yah, pas senior nanya, si seniornya tanya apa dia jawabnya apa.. hahahaaa lucu tuh anak! Terus ya... udah gitu ada satu senior yang manggil murid cewek kirain mau ngapain taunya malah di suruh nyanyi.. hzzz Gaje abis! --a …. Tapi, kayaknya tuh senior suka deh sama si evita (nama murid yang di panggil)”

Beby hanya tersenyum mendengarkan cerita Shania

“aduhh, kering bibir aku.. udah ah ceritanya! Giliran kamu Beb, gimana di kelas kamu? Asik gak orang-orangnya?”
tanya Shania, lalu menyeruput minumannya. Beby mengerung sebentar lalu menggeleng “jawaban apa tuh, masa cuma gelengan doang! Emang di kelas kamu gak ada yang asik apa?!” protes Shania

“emmm~ aku tahu nih, kamu pasti belum kenalah kan sama calon teman-teman baru kamu itu!?” terka Shania setelah menelisik ekspresi Beby, dan Beby pun tersenyum dengan diikuti anggukan malu-malu nya. “Beby Chaesara.. anaknya mama Ana, udah berapa kali sih aku bilang, kamu tuh harus berani buat kenalan lebih dulu sama orang baru, denger yah... kalo kamu gak maju..,-” “kamu gak akan tahu apa yang akan ada di depan!”
Beby memotong Shania dengan ucapan yang akan di ucapkan Shania untuknya “itu kan yang mau kamu bilang, terus... ‘kalo kamu gak kenalan sama orang itu mana bisa kamu kenal dan berteman sama dia!’ iya kan?!” lanjut Beby, Shania merapatkan alis matanya melihat Beby.
“kenapa? Memang itu kan yang mau kamu ucapkan!?”
dengan entengnya Beby bicara, tapi dalam hati merasa kecewa.

“kurang! Nih aku tambahin... kalo kamu nganggep serius apa yang sahabat kamu ini ucapkan maka praktekan lah, tapi kalo kamu cuma nganggep ucapan aku itu angin lalu atau kalimat koleksian yang bisa kamu ucapkan untuk meledek aku kaya barusan, mending gak usah lagi deh minta saran sama aku! Terus... aku juga gak mau lagi ahh, sok ngasih ucapan sama kamu!! Kamu nya juga gak pernah nganggep serius kan?”
dengan nada ‘marah’ Shania berucap

“bukan gitu... aku tuh... cuma... hss-- ahhh”
Beby tidak melanjutkan lagi kata-katanya karena bingung, bagaimana harus menyampaikannya.

Shania melihat dengan sudut matanya, sebenarnya Shania sengaja bicara seperti itu untuk mendorong Beby biar lebih berani, karena dia tahu betul bagaimana watak sahabatnya itu. Beby memang paling susah untuk mengungkap apa yang dia rasa, selain itu.. Beby juga sangat sulit untuk bisa berkenalan dengan orang baru, hingga selama ini dia susah untuk punya teman dengan caranya sendiri.

-Hening sesaat, setelah ucapan Shania yang mengandung makna kekecewaan-

“emm-- Shania marah ya?”
“.....................................”
“jangan marah dong Shanju.. aku kan cuma... mmm---”

*ting-tong-ting--tong-ting-ting-tong*

“udah bell masuk, kalau telat ke kelas bisa kena hukuman dari senior lagi! Ayo pergi!!”
ajak Shania dengan wajah dingin memotong ucapan Beby, Beby cuma bisa mengangguk.
‘maaf Beby, aku gak ada maksud dingin kayak gitu.. ini semuanya untuk kebaikan kamu!’
bisik hati Shania, mereka berdua terpisah jalur untuk mengikuti sesi Ospek berikutnya.

Pulang Ospek, Shania yang menghampiri Beby karena kelas nya Beby ada di paling depan. Belum sampai di depan kelas, Shania melihat Beby sedang melambaikan tangannya pada teman Ospeknya, ia tersenyum lebih dulu ketika melihat adegan itu lalu berlari kecil menghampiri Beby.

“a, Shania... pulang yukk!” ajak Beby dengan riangnya “eh Shan, tahu gak? Aku di tunjuk buat jadi ketua, aku sama salah satu teman aku jadi ketua dan wakil ketua selama kita ngikutin ospek.. keren gak tuh? Hehee”

”emh, terus?” dengan nada datar Shania bertanya singkat

”terus yaa, aku kenalan deh sama wakil ketua aku itu... nah udah gitu aku kenalan deh sama semua teman di kelas, hmm~ ternyata memperkenalkan diri lebih dulu sama orang lain itu menyenangkan ya!”
lanjut Beby berpanjang lebar, mereka sudah di luar sekolah dengan masih jalan kaki. Memang jarak sekolah dengan rumah tidak begitu jauh.. cuma 480meter
, maka dari itu Beby dan Shania jalan kaki untuk pulang, atau mereka naik angkot sebagai kendaraannya.
“kata-kata dari sahabat aku bener banget! Makasih ya Shania, kamu udah mau jadi sahabat aku, dan selalu mau ngasih aku saran!! :)”

Shania hanya tersenyum sedikit acuh menyambut ucapan Beby, dan hal itu membuat Beby mengerung karena dia berpikir kalau Shania pasti masih marah.

“kamu... masih marah ya? aku minta maaf, aku gak ada maksud apapun, dan aku juga... gak pernah gak nganggep apa yang kamu ucapkan! Bener deh, aku tuh selalu senang kalau kamu udah ngasih aku masukan, cuma... emang akunya aja yang susah untuk praktek!!”
Shania masih diam, padahal dalam hati ingin sekali tertawa lepas saat melihat wajah Beby yang seperti itu.
“hemm-- aku emang bego ya kalau masalah milih kata saat bicara! Haah---” keluh Beby yang tidak mendapat tanggapan dari Shania, dia berhenti berjalan dan menyetop Shania untuk kembali bicara “aku harus minta maaf kayak gimana? Biar kamu mau maafin aku, Shania... ayolah jangan diemin aku kayak,-”
“Hahahaaaaaaa, Lucuuuu...”
Shania begitu cepat merubah ekspresi yang sedari tadi dia tahan, Beby kembali mengerung dan sekarang dia tahu apa yang sebenarnya sedang Shania lakukan padanya
“wajah kamu itu Beb, hahahaaaaa:Dhahaa... uculll!! Jadi gemess, liatnya!!!” Shania mengucek pipi Beby
“Ahh! Shanjuu, itu gak lucu tahu!!” Beby menghempaskan tangan Shania dari wajahnya
“hahahaaa... itu lucu tahu Beby, coba aja kamu bisa liat wajah kamu, pas tadi awal ceria terus murung lalu manyun.. hahahaaa, kamu tuh lucu kalau kayak gitu!”

Beby memicingkan matanya pada Shania sambil sedikit menekuk bibir

“tapi seriuss, aku senang dengar cerita kamu, apalagi pas kamu bilang ‘ternyata mengenalkan diri sama orang lain lebih dulu itu.. menyenangkan ya!’”
dengan sambil menirukan gaya Beby, Shania bicara. Dan itu membuat air muka Beby memerah karena malu
“aaa, Shanjuu.. bikin orang mati gaya aja!” ucap Beby sambil memegangi kedua pipinya.
“eh beneran, aku tuh senangggggg banget pas denger kamu cerita gitu... akhirnya, sahabat aku yang pintar mikir tapi gak pintar ngomong ini, bisa juga memulai sesuatu yang menghasilkan hal yang LUAR BIASA. Gimana rasanya? Menyenangkan bukan?! Kenalan sama orang baru bukan hal yang sulit kan?”

Shania tersenyum hingga bola matanya menyipit, Beby mengangguk dengan sama melebarkan senyum.

“eh ya, aku juga tadi sempat lihat loh.. pas kamu dadah-dadah sama teman kamu di luar kelas.. gini nih gaya kamu pas aku lihat”
Shania memperagakan untuk meledek Beby, dan itu sangat berhasil membuat Beby merasa malu.

Mereka berdua berjalan di jalan pulang dengan ditemani mentari yang sudah mulai turun dari langit paling atas, dan juga obrolan dengan di selingi lelucon yang Shania buat.


Shania dan Beby terus maju memantapkan langkahnya membangun kendaraan untuk meraih impian mereka. Setelah Ospek selama satu minggu kurang itu akhirnya berlalu. Tanpa di duga, tanpa rekayasa, tapi ini kenyataan, guratan takdir dari Tuhan, keduanya dipersatukan kembali dalam satu kelas untuk mengejar cita dalam rangkaian pelajaran di sebuah sekolah. Betapa senang kedua sahabat itu ketika mengetahui nama mereka ada dalam satu absen di sebuah kelas, keakraban dalam jalinan persahabatan dan persaudaraan itu akan semakin erat.

Satu semester di kelas 7 berhasil mereka lalui, dengan semua kilasan kisah yang tak akan pernah terlupakan selama satu semester di kelas 7-J bersama teman-teman seperjuangan lainnya juga. Mereka kini bersiap mengarungi semester 2, dengan saling membantu dalam hal belajar untuk mendapat nilai yang bagus, dan memuaskan.. Semester 2 pun akhirnya berlalu dan menyisakan rangking 1 untuk Beby dan rangking 4 untuk Shania.

Shania dan Beby selalu bersaing dalam hal akademi, meski Shania tahu pasti kalau dia tidak mungkin bisa mengalahkan Beby dalam hal itu, tapi dia selalu berusahan untuk melakukan yang terbaik demi apa yang dia inginkan. Dan Beby, selalu dengan sepenuh hati membantu sahabatnya itu dalam hal belajar, saling membantu dalam satu perahu untuk mencapai apa yang di impikan. Persaingan sehat dalam persahabatan, bukan saling menjatuhkan untuk mendapatakan posisi yang diinginkan melainkan saling membantu agar mereka bisa sampai pada apa yang di tuju dengan bekal yang cukup.




Waktu terus, terus, dan terus berlalu.. seperti ombak yang setiap harinya menyapu pasir di tepi pantai. Shania dan Beby kini sudah duduk di kelas 9, semester 2, yang artinya ini kelas terakhir mereka sebelum melangkah ke kelas baru untuk lebih dekat pada tujuan yang mereka targetkan. Tidak pernah ada hal yang membuat kedua sahabat ini goyah dalam menjalani kehidupan mereka, semuanya terlihat baik dan sepertinya tidak akan ada yang bisa membuat keduanya renggang dalam menjalani kehidupan dalam ikatan persahabatan yang tulus. Namun.. kata ‘sepertinya’ hanyalah sebuah kiasan yang kemungkinan terjadinya adalah 50:50 dalam kehidupan, ‘sepertinya dia akan berhasil’ ‘sepertinya dia akan gagal’ ‘sepertinya dialah yang salah dalam hal ini’ ‘sepertinya dia suka sama aku’ ‘sepertinya dia tidak suka sama aku’ ‘sepertinya.. sepertinya... sepertinya!’ itulah manusia, meski tanpa kepastian yang penuh. Mereka tetap mempercayai apa yang mereka pikirkan, tidak salah memang, hanya saja.. lebih mawas diri dan juga mempersiapkan diri untuk setiap kemungkinan, akan membawa dampak yang bagus untuk kita saat menjalani kehidupan ini.


***
“ini seriusan ya kak? Kita bakal pindah? Ke Jakarta!”
tanya Shania, ia dan Ve sedang duduk di teras belakang rumah. Ve mengangguk untuk menjawab pertanyaan adiknya.
“itu yang papa sama mama bilang kemarin bukan? Hemmhahh.. kita sama-sama denger apa yang mereka ucapkan, dan kita juga menyetujui ajuan mama. Setelah kamu lulus SMP dan kakak menyelesaikan semester 4 kakak disini... kita akan pindah ke Jakarta!!”

“yaaa.. emang sih, setelah papa dapat promosi jadi wakil direktur terus mama yang perusahaannya maju pesat sampai bisa buka cabang di Jakarta, membuat papa sama mama sibuknya gak ketulungan. Mereka cuma satu minggu sekali pulang kesini dan itu bikin Shania sebel kak!” Ve melihat Shania, ia tersenyum menyetujui kata-katanya, “papa sama mama jadi sibuk banget sama yang namanya kerja, tapi... kenapa ujung-ujungnya harus pindah sih. Ini sih namanya penyiksaan kak! (Shania memanyunkan bibirnya) Apa gak cukup? dengan kesibukan papa sama mama yang bikin kita jadi kurang perhatian dan merasa tersiksa ini membuat mereka melihat kalau kita cukup menderita! Terus sekarang, dengan tanpa memikirkan perasaan kita, papa sama mama bikin keputusan untuk pindah ke Jakarta!! Hah, nyebelin!!!” Shania memprotes,

“kakak juga sama kayak kamu, sebel sama keputusan sepihak yang dibuat papa sama mama, tapi... mungkin ini emang yang terbaik untuk keluarga kita! Kamu memangnya gak mau Shan, ketemu lagi sama papa mama tiap hari? Sarapan bareng, makan malam bareng sambil ngobrol?” Shania diam mendengar ucapan kakaknya, ”semenjak kerjaan papa sama mama pindah ke jakarta dan mereka jadi lebih sering disana, kita kan jarang ada kegiatan keluarga! Dan kak Ve... kangen sama semua itu!! So, yaa.. kita ikutin aja dulu yang mama ucapin kemarin! ”

“Shania juga sama kayak kakak, hmm-- tapi, apa harus pindah? Shania bener-bener gak yakin sama janji mama kak, apa… benar? papa sama mama akan bisa kita temui tiap hari di rumah? apa akan ada kegiatan keluarga kayak waktu dulu?!” Ve menatap Shania “yang Shania rasa kalau papa sama mama pulang kesini, pikiran mereka tetap aja di kerjaan. Kayaknya udah gak ada lagi tanggal merah dalam kalender mereka, kak!” .... “apa memang harus kita pindah dan meninggalkan yang disini? Shania punya sahabat, Shania juga punya keluarga disini!! Apa harus kita ninggalin mereka kak? Kak Ve juga punya kan Sahabat, atau pacar! Apa kakak akan ninggalin mereka!?”

Ve diam sebentar sebelum menjawab “gak ada yang harus di tinggalin Shan, kita pindah ke jakarta, bukan ke luar negeri, kita masih bisa nemuin mereka. Jogja-Jakarta gak seberapa jauh, papa sama mama juga pasti gak akan keberatan kalau satu minggu sekali kita main kesini! Kakak akan segera memberi tahu mereka tentang rencana ini!! Dan kamu juga sebaiknya dari sekarang kasih tahu teman-teman kamu, terutama Beby dan.. tante Ana juga!!!”

Shania diam mencerna ucapan kakak nya
‘memberitahukan hal ini... gak akan semudah makan atau minum kak! Haaaaah’ Shania melepas penat lewat desahan nafasnya,
Ve berhenti menggerakan kakinya saat akan masuk ke rumah, ia menengokan sedikit kepalanya ke belakang
‘ini memang tidak akan mudah, tapi kalau ngasih tahu lebih awal... pasti tidak akan jadi runyam! Haah--’ lalu Ve malanjutkan lagi gerak kakinya dan masuk kedalam rumah, menembus kamar dan menghempaskan tubuhnya. Memikirkan apa yang dikatakan Shania, tentang orang tua mereka yang semakin sibuk dan terus meningkat kesibukannya.

Papa dan mama berubah menjadi sangat hyper aktif dalam mencari nafkah, memang apa yang mereka lakukan demi untuk masa depan Shania dan Ve. Tapi, apa harus sampai segitu giatnya hingga mengenyampingkan atau bahkan melupakan, kewajiban lain mereka sebagai orang tua yang juga harus mmberikan kasih sayang dalam bentuk imateri.

Tidak ada yang bisa Ve dan Shania lakukan untuk menghentikan atau paling tidak mengurangi jam kerja mereka dari 18 jam lebih, menjadi 12jam, kalaupun tidak bisa lebih normal yaitu 8jam kerja dalam satu hari. Memang dulu Ve dan Shania mendukung mama nya untuk bekerja, namun mereka tidak sampai berpikir sejauh ini kalau akhirnya mama di mutasi ke Jakarta dan mengikuti jejak papa yang sudah lebih dulu kerja di Jakarta. Papa yang dulu bisa pulang satu minggu sekali ke Jogja, kini sudah sangat jarang. Ia pulang paling cepat 2minggu sekali dan paling lama 1-2 bulan, pun dengan mama yang saat di mutasi langsung menjadi begitu hyper.

Ve dan Shania tinggal berdua di Jogja selama papa dan mama nya kerja di Jakarta, saling menjaga satu sama lain, membantu merapikan yang ada di rumah, melakukan kegiatan mereka seperti anak-anak yang sudah tidak mempunyai orang tua. Mereka tidak pernah keberatan akan hal itu, tapi 4 bulan terakhir memang terasa menyebalkan bagi mereka karena intensitas kepulangan papa dan mama yang menjadi lamban dan seperti kata Ve dia merindukan adanya acara keluarga saat weekend.


**
Tinggal 8bulan lagi Shania dan juga Beby akan melaksanakan Ujian Nasional, yang artinya dia akan segera lulus dari sekolahnya. Rencana pindahan yang sudah dibahas dan di tetapkan tanggal pindahannya belum Shania katakan pada Beby, ia diam dalam kebisuan dan kebutaan yang sengaja ia ciptakan sendiri, karena tidak ingin masa-masa terakhirnya sebelum pindah dia habiskan untuk melihat wajah sahabatnya yang sedih. Shania memutuskan untuk memberitahukan semuanya secara dadakan agar saat pindahan berlangsung dia tidak begitu merasa berat melepas sahabat karibnya itu.

“emm.. Shanju?”
“Ya?”
“boleh gak? Beby tanya sesuatu?”
Shania mengerung, tapi akhirnya menjawab dengan senyumnya
“boleh lah, emang mau nanya apa sih? Ampe harus pake permisi dulu?!”
“Kamu… kamu, lagi ada masalah ya?” tanya Beby kemudian, mereka sedang duduk di meja kantin
“Hah? Ma..salah? Maksudnya?” Shania balas Beby dengan bertanya balik
“iya, aku perhatiin.. akhir-akhir ini kamu banyak diem, ngelamun, di kelas juga gak banyak tingkah! kalo si Aji atau Uchub (teman sekelas mereka) ngajak kamu bercanda pasti tanggepannya gak se-gairah dulu! Kamu aneh!! Ada apa sih?” jelas Beby memaparkan yang ada dalam pikirkannya.

“hmm~ iiiya gitu(?) aku kaya gitu! eenggak ah, perasaan biasa aja deh!” jawab Shania sambil sok menerawang, padahal pikirannya memang sedang menyimpan sesuatu “atau.. karena bentar lagi mau ujian semester kali ya? Jadi sikap aku kayak yang kamu bilang. Aku emang lagi fokus sama belajar, apalagi kita udah kelas 3! Dan itu artinya kita harus siap-siap buat masuk SMA. Iiiitu kali ya, yang bikin aku kaya gitu!!” lanjut Shania untuk meredam keheranan Beby.

Beby hanya ber ‘emmm’ ria menyambut penjelasan Shania, namun dalam hati dia bicara dengan gurat kecewa
‘aku emang gak pinter ngomong buat ngungkapin yang aku rasa, tapi aku cukup pintar untuk tahu ekspresi wajah kamu yang lagi nyembunyiin sesuatu dari aku..’ “Haaah-” Beby mngeluarkan keluhannya lewat desahan nafas yang pendek, Shania melihat sekilas ke arah Beby yang sedang memainkan sedotan juice nya ‘apa yang sedang kamu sembunyikan Shania? Kenapa kamu gak cerita? Biasanya kamu paling cerewet ngungkapin ini itu!’
Beby hanya bisa sesekali melihat Shania, begitupun Shania pada Beby.

Atmosfir kantin terasa beda, keduanya mulai diam dan terus diam setelah pertanyaan dari rasa penasaran itu dijawab oleh jawaban palsu Shania.

“Haiiii, cewek-cewek!”
2orang murid laki-laki menghampiri meja yang sedang di duduki Shania dan Beby.
“Oy! Pada kenapa sih? Beduaan tapi kaya sendiri-sendiri!” kembali si murid laki-laki 1 yang bernama Aji bicara, yang satunya langsung mengambil posisi duduk tanpa banyak bicara, namanya Subhan biasa dipanggil Uchub.

“kalian mau ngapain kesini? Mana sok-sok akrab lagi!”
sahut Shania ketus
“ceilee, Shania... galak amat, lagi M ya? Hahaa”
celoteh Aji dengan tangannya bergerak akan mencomot makanan Beby. tapi Shania dengan cepat bereaksi dan menepis tangan Aji
“ampun... Shania... lu kenapa sih? Galak amat ni hari! Beby aja yang punya makanan gak masalah, iya kan Beb?”
dengan peralihan wajah masam dari Shania lalu sok imut ke Beby, Aji bicara. Beby hanya tersenyum untuk menanggapi temannya yang ‘rame’ itu.

“ish, pake pasang tampang sok imut lagi ama Beby, dikira lucu kali ya? Hahahaa” tawa Shania meledek Aji.
“eh, Beb.. sahabat lu itu lagi kenapa sih? Kayaknya demen banget gitu ngeledek gue, yang lagi pendekatan sama lu!”

“eh?” Beby memebelalakan matanya ketika mendengar pernyataan Aji.

“waduhhh, ni anak.. uang jajan masih minta sama mama papa aja udah sok-sok an mau deketin Beby! Ck- jangan mau Beb, aku serius.. dia gak qualified buat kamu!”
ledek Shania. Beby tertawa renyah.

Lingkup Shania dan Beby terasa kembali hidup ketika Aji dan Subhan menghampiri mereka, dan memulai obrolan dengan candaan. Beby merasa tenang kelihatannya saat melihat Shania tertawa ‘Ha- Hi- Hu’ dengan kedua teman sekelas mereka itu, meski dalam hati tetap memendam pertanyaan pada perubahan sikap Shania yang masih belum dia ketahui penyebabnya.

“Chub, lu kenapa sih? Malah diem aja bukannya bantuin! Sohib lu lagi di serang nih sama inceran lu!”

celetuk Aji, setelah dia kehabisan kata untuk menjawab ledekan Shania. Shania berhenti bicara dan melebarkan bola matanya ketika mendengar Aji bicara seperti itu.

“apaan si lu Ji? Inceran-inceran, lu pikir dia barang apa?”
ucap Subhan dengan nada dia buat sepasti mungkin agar tidak terdengar kikuk.
“emh, pake gak ngaku lagi, kan kita udah deal-deal lan, gue ngincer Beby terus lu ngincer Sha.-”
“Euh! Gue lupa si Aji belum minum obat, makanya dia ngomong rada ngelantur!” potong Subhan dengan membekap mulut Aji
“Beby, Shania.. gue sama si kumpret cabut duluan ya! Keburu ni anak ngeluarin tingkah yang lebih aneh dan bikin kalian risih!! Heheee…” lanjutnya, sambil menyeret Aji dengan masih membekap mulutnya.

Beby dan Shania yang ditinggalkan diam sejenak, saling pandang lalu... tertawa bareng. Beberapa detik mereka tertawa, sampai tawa masing-masing terhenti, dan pikiran mereka.. mengulang adegan barusan + ucapan yang dibilang Aji tentang incaran dan juga Subhan yang sepertinya malu-malu, saat mendengar pernyataan temanya sendiri yaitu si Aji.


...Belum Selesai...

0 comments:

Posting Komentar